Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Guru Besar Cyber Law & Regulasi Digital UNPAD
Bergabung sejak: 25 Sep 2022

Guru Besar Cyber Law, Digital Policy-Regulation & Kekayaan Intelektual Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

AI atau Kecerdasan Buatan Jadi "Co-Author" di Jurnal Ilmiah?

Baca di App
Lihat Foto
iStockphoto/David Gyung
ilustrasi artificial intelligence (AI).
Editor: Egidius Patnistik

APAKAH ChatGPT dapat dikreditkan sebagai penulis kedua atau co-author? Hal ini tengah menjadi perdebatan kalangan ilmiah. Peran artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan dalam riset dan penulisan jurnal ilmiah terus bergulir.

Hal cukup mengejutkan tatkala Elsevier, pengelola jurnal ilmiah terkemuka dunia, membuat sejarah dengan menerima ChatGPT sebagai penulis kedua (co-author).

Aditya Anil, dalam artikel berjudul ChatGPT is Recognised as Author by Elsevier, yang dilansir DataDivenInvestor pada 22 Maret 2023, mengatakan ChatGPT diakui sebagai penulis oleh Elsevier dan sudah memiliki kutipan untuk tiga dokumen yang diterbitkannya.

Selain Elsevier, Cambridge University Press, dengan konteks berbeda, tampaknya juga mengizinkan penggunaan ChatGPT untuk penulisan akademik.

Baca juga: ChatGPT dan Etika Akademis

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di sisi lain, banyak peneliti berpendapat bahwa platform AI tidak boleh dikreditkan sebagai penulis untuk jurnal penelitian. Elsevier, yang menerbitkan sekitar 2.800 jurnal, memungkinkan penggunaan platform AI untuk meningkatkan keterbacaan dan bahasa artikel penelitian. Namun alat itu tidak untuk menggantikan tugas utama yang harus dilakukan penulis, seperti menafsirkan data atau menarik kesimpulan ilmiah.

Andrew Davis dari Elsevier menambahkan, penulis tetap harus menyatakan bahwa mereka telah menggunakan AI dan bagaimana mereka menggunakannya.

Sikap Berbeda

Sikap berbeda ditunjukan penerbit jurnal ilmiah lainnya. The Guardian (26/1/2023) dalam laporan bertajuk, "Science Journals Ban Listing of ChatGPT as Co-Author on Papers" menyebutkan, penerbit ribuan jurnal ilmiah telah melarang atau membatasi penggunaan chatbot canggih berbasis AI sebagai kontributor. Larangan muncul di tengah kekhawatiran bahwa hal itu dapat menjadikan literatur akademik dan penelitian yang cacat dan bahkan dibuat-buat.

Sementara National Library of Medicine USA, dalam rilisnya berjudul “ChatGPT is Fun, But Not an Author” (26/1/2023), mengutip pendapat Ilmuwan terkenal Holden Thorp. Thorp mengemukakan bahwa menggunakan AI generatif seperti ChatGPT memang menyenangkan, tetapi memiliki implikasi serius untuk sains dan akademisi.

Menurut dia, penggunaan ChatGPT dalam persiapan makalah pun bermasalah karena ChatGPT sering membuat banyak kesalahan. Jika para ilmuwan mengandalkan program AI untuk menyiapkan tinjauan pustaka atau meringkas temuan mereka, konteks pekerjaan yang tepat, dan pengawasan mendalam, tanpa kalibrasi dengan data akurat lain, hal akan berpotensi mendapatkan hasil yang menyesatkan.

Thorp, pemimpin redaksi jurnal Science AS yang terkemuka itu, mengumumkan kebijakan editorial yang melarang penggunaan teks dari ChatGPT dan mengklarifikasi bahwa program tersebut tidak dapat dicantumkan sebagai penulis.

Thorp menyatakan, mengingat hiruk-pikuk yang terjadi maka tidak akan mengizinkan ChatGPT untuk dikreditkan sebagai penulis atau teksnya digunakan dalam makalah jurnal ilmiah terkemuka. Penulis diwajibkan untuk menandatangani formulir, yang menyatakan bahwa mereka bertanggung jawab atas kontribusi mereka terhadap karya tersebut. Karena ChatGPT tidak dapat melakukan hal itu, maka tidak dapat menjadi penulis.

Baca juga: Perkembangan Artificial Intelligence ibarat Pisau Bermata Dua

Sebagaimana dirilis American Association For The Advancement of Science (AAAS) 2023, Holden Thorp sendiri bukan pakar sembarangan. Dia pemimpin redaksi Science Family of Journals sejak 28 Oktober 2019. Sebelumnya dia rektor Universitas Washington (2013 hingga 2019). Thorp juga rektor ke sepuluh di University of North Carolina di Chapel Hill (UNC) dari tahun 2008 hingga 2013.

Hal senada terkait AI juga dilakukan Springer-Nature, yang menerbitkan hampir 3.000 jurnal. Springer-Nature memperbarui panduannya. Jurnal itu menyatakan bahwa ChatGPT tidak dapat dicantumkan sebagai penulis.

Namun penerbit tidak langsung secara konservatif melarang ChatGPT. Alat tersebut dan alat-alat lain yang sejenis masih dapat digunakan dalam penyusunan makalah, asalkan rincian lengkapnya diungkapkan dalam naskah.

Michael Eisen, pemimpin redaksi eLife, mengatakan, ChatGPT tidak bisa menjadi seorang penulis, tetapi dia melihat pengadopsiannya sebagai hal yang tak terhindarkan. Penulis diminta untuk terbuka tentang penggunaannya dan menjelaskan bagaimana alat itu digunakan dan bertanggung jawab atas hasilnya.

Sandra Wachter, profesor teknologi dan regulasi di Universitas Oxford juga mengingatkan bahwa akan sangat mengganggu jika konten tidak diperiksa ulang secara ketat, tetapi hanya dianggap benar. Hal ini dapat menyebabkan informasi yang salah dan ilmu tak bermanfaat.

Lihat Foto
SHUTTERSTOCK/ALENA IVOCHKINA
Ilustrasi kecerdasan buatan (AI) berupa profil wajah perempuan dalam kode biner.
Jawaban ChatGPT

Saya mencoba berdialog dengan ChatGPT dan menanyakan apakah chatbot berkekuatan AI itu dapat dijadikan sebagai co-author?

Saya mendapat jawaban ChatGPT, "Disarankan agar saya hanya digunakan sebagai alat bantu, dan sumber informasi tambahan, bukan sebagai co-author langsung. Akhirnya, pastikan Anda mencantumkan semua kontributor yang tepat, dan memberikan pengakuan yang layak kepada rekan tim, dan kontributor lainnya dalam artikel yang Anda tulis.”

ChatGPT juga menyatakan, sebagai model bahasa AI dapat membantu memberikan saran tentang struktur artikel, membantu mencari dan menggali informasi terkait topik yang ingin dibahas, memberikan contoh-contoh untuk menjelaskan konsep-konsep yang rumit, dan membantu dalam pengeditan dan revisi tulisan.

Baca juga: Pengacara Asal New York Diperiksa Usai Ketahuan Pakai ChatGPT untuk Periksa Kasus

Chatbot canggih itu melanjutkan, namun penting untuk diingat bahwa sebagai AI, ChatGPT tidak memiliki pemahaman yang sama seperti manusia terhadap konteks, kebaruan, atau standar etika, yang berkaitan dengan publikasi ilmiah. Karena itu, penting untuk menggunakan kalibrasi dan penilaian manusia dan berkolaborasi dengan tim peneliti atau penulis dalam proses penerbitan artikel ilmiah.

Perlu dipahami juga bahwa model bahasa dan jawaban chatbot besutan OpenAI itu tidak didasarkan pada akses secara langsung pada big data dalam arti tradisional. AI memang didesain tidak memiliki akses langsung ke data yang ada di luar sumber pengetahuan atau data yang telah ditetapkan dan dilatihkan sebelumnya.

Model bahasa itu telah dilatih melalui sejumlah besar teks yang dikumpulkan dari berbagai sumber di internet, sehingga AI memiliki “pengetahuan umum” yang luas. ChatGPT, secara prinsip tidak memiliki akses langsung ke data real-time atau informasi terbaru yang tidak termasuk dalam pengetahuan yang ditanamkan dalam model saat terakhir diperbarui.

Sejumlah Saran 

Pertama, mengandalkan ChatGPT untuk penelitian dan penulisan artikel pada jurnal ilmiah, apalagi menjadikannya sebagai co-author sangat berisiko. Khususnya terkait akurasi data yang sangat dinamis dan berubah demikian cepat.

Karena itu, jika akan digunakan sebagai referensi, ChatGPT harus digunakan secara proporsional dan tetap dievaluasi dan dikomparasi dengan sumber data lainnya.

Saya menyarankan, jika akan digunakan, ChatGPT lebih difungsikan sebagai referensi secara selektif dan dikalibrasi dengan referensi lain. Karena berbeda dengan link utuh dan original, sebagai sumber referensi asli, ChatGPT justru potensial mengandung bias dan bisa tak akurat.

Tutur kalimat ungkapan AI bisa jadi sangat logis, tetapi kebenaran dan akurasinya belum tentu terjamin. Karena data dan konten digital bergerak dari waktu-kewaktu demikian cepat. Apalagi jika terkait dengan data ekonomi atau hukum dan perundang-undangan baik nasional maupun internasional.

Kedua, dalam riset ilmiah penulisan artikel jurnal atau artikel kolom pada media arus utama, saya lebih suka menggunakan data dari link official secara langsung sebagai data terverifikasi. Referensi dari jurnal bereputasi dan buku-buku terbitan terpercaya, serta rilis dari perguruan tinggi kelas dunia, akan lebih akurat untuk dirujuk secara langsung.

Referensi lain seperti, rilis pemerintah, rilis resmi berbagai negara seperti European Union, White House.gov, laman resmi FBI dapat digunakan sebagai sumber praktis dan implementatif, agar tulisan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, juga praktis.

Ketiga, sumber aktual dan dinamis juga bisa dirujuk dari media besar dunia seperti New York Times, BBC News, Los Angeles Times, Washington Post, The Guardian, dan berbagai media nasional terpercaya dan memiliki kredibilitas seperti halnya Kompas.com.

Berbeda dengan sumber-sumber internet yang tanpa proses editorial, media-media bereputasi itu memiliki tim editor dan tunduk pada kode etik jurnalistik. Kalibrasi dengan sumber terpercaya dan verifikasi dengan data aktual oleh pengguna, sangat penting agar apa yang dihasilkan tidak bias dan dapat dipetanggungjawabkan secara ilmiah.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi