KOMPAS.com - PT Kereta Api Indonesia (KAI) meluncurkan kereta api (KA) Pandulangan pada Kamis (1/6/2023).
Kereta tersebut diluncurkan untuk melayani keberangkatan penumpang dari Stasiun Jember, Jawa Timur menuju Stasiun Gambir, Jakarta dan sebaliknya.
Pelaksana Harian Manajer Hukum dan Humas KAI Daop 9 Anwar Yuli Prastyo mengatakan, KA Pandalungan menjadi kereta dengan rute terpanjang di Indonesia.
Kereta tersebut memiliki jarak tempuh 919 kilometer dengan membawa 8 kereta eksekutif berkapasitas 400 tempat duduk setiap kali jalan.
"Pada tahap awal, selama 2 minggu pertama di bulan Juni KA Pandalungan akan beroperasi setiap hari, kemudian di minggu ketiga dan keempat akan berjalan pada hari Kamis sampai dengan Senin," kata Anwar saat dihubungi Kompas.com, Jumat (2/6/2023).
Baca juga: Mengenal KA Pandalungan, Kereta dengan Rute Terpanjang di Indonesia, Tempuh Jarak 919 Kilometer
Asal usul nama KA Pandulangan
Dalam keterangan resminya kepada Kompas.com, Kamis (1/6/2023), KAI mengungkapkan alasan di balik penamaan KA Pandalungan.
Nama KA Pandalungan diambil dari nama sub suku yang mendiami daerah Tapal Kuda di Jawa Timur.
Dilansir dari laman Kemendikbud Ristek, secara etimologis kata Pandalungan berasal dari bahasa Jawa.
Pandalungan berasal dari bentuk dasar kata "dhalung" dalam bahasa Jawa yang artinya periuk besar.
Lokasi Pandalungan
Pandalungan merujuk pada suatu kawasan di wilayah pantai utara dan bagian timur Provinsi Jawa Timur.
Orang Pandalungan umumnya bertempat tinggal di daerah perkotaan tapi bila dilihat secara administratif kawasan ini meliputi Pasuruan, Probolinggo, Situbondo, Bondowoso, Jember, dan Lumajang.
Kawasan Tapal Kuda dijuluki demikian karena kawasan di Jawa Timur ini membentuk lekukan mirip ladam atau kasur besi kaki kuda.
Baca juga: Ramai soal Kursi Mundur di Kereta Luxury Harga Tiket Rp 1 Juta, Ini Pejelasan KAI
Kebudayaan Pandalungan
Orang-orang Pandalungan disebut memiliki tipe kebudayaan agraris-egaliter. Penduduk yang mendiami Pandalungan mayoritas berlatar belakang budaya Madura.
Namun, bila dilihat secara budaya yang disebut sebagai masyarakat Pandalungan adalah masyarakat hibrida.
Masyarakat hibrida yang dimaksud adalah masyarakat berbudaya baru akibat terjadinya percampuran 2 budaya dominan.
Dalam konteks kawasan Tapal Kuda di Jawa Timur, budaya Pandalungan adalah percampuran antara dua budaya dominan, yakni Jawa dan Madura.
Di sisi lain, orang Pandalungan juga memiliki tipe kebudayaan agraris-militer yang penanda simbol dari kebudayaan ini terdapat pada seni pertunjukkan dan bahasa sehari-hari.
Bahasa yang digunakan di kawasan tersebut secara dominan adalah bahasa kasar (ngoko) dan abahsa campuran (2 bahasa daerah atau lebih).
Baca juga: Rekrutmen KAI Lulusan SLTA, D3, dan D4/S1, Berikut Formasi dan Syaratnya
Ciri-ciri masyarakat Padanlungan
Keberadaan 2 budaya dominan yang berbeda di Pandalungan memberikan ciri bagi masyarakat yang tinggal di kawasan ini.
Berikut ciri masyarakat Pandalungan secara garis besar:
- Paternalistik: keputusan bertindaknya mengikuti keputusan yang diambil oleh para tokoh yang dijadikan panutan
- Ikatan kekeluargaan sangat solid sehingga penyelesaian masalah seringkali dilakukan dengan cara keroyokan
- Sebagian besar agraris tradisional
- Sedikit keras dan temperamental
- Terbuka terhadap perubahan dan mudah beradaptasi
- Ekspresif, transparan, tidak suka memendam rasa, atau berbasa basi
- Sqebagian besar masih terkungkung dengan tradisi lias pertama dengan ciri-ciri suka mengobrol, membicarakan aib orang lain, takut menyimpang dari pikiran dan pendapat yang berlaku secara umum.
Baca juga: Ramai soal Rombongan Jemaah Haji Berangkat Pakai Kereta Api, KAI: Pertama Kali dalam Sejarah
Hasil kesenian di Pandalungan
Masyarakat yang tinggal di Pandalungan melahirkan beberapa produk kesenian yang bernuansa keagamaan (Islam) dan agraris.
Produk kesenian di Pandalungan biasanya mempunyai keterkaitan dengan kesejahteraan hidup petani dan aspek keagamaan.
Simak beberapa produk kesenian di Pandalungan sebagai berikut:
- Musik patrol: jenis musik yang instrumennya terbuat dari bambu dan terinspirasi dari kegiatan jaga malam oleh para peronda.
- Lengger: tariak rakyat yang memiliki kemiripan dengan tledhek atau tadhak dalam kebudayaan Jawa.
- Can Macanan Kadduk: tarian rakyat Jember yang melambangkan keperkasaan harimau atau macan yang diposisikan sebagai hewan yang sangat ditakuti.
- Singo ulung: tariakn rakyat dari Kabupaten Bondowoso yang menurut legendanya singo ulung adalah gelar bagi Juk Seng, seorang angsawan dari Blambangan yang suka mengembara.
- Kentrung: adalah pelantunan pantun Madura yang diiringi bunyi rebana. Kesenian ini masih banyak dijumpai di kantong-kantong kebudayaan Madura di wilayah tapal kuda.T
- Janger: sandiwara rakyat yang pementasannya mirip dengan ketoprak pada wilayah kebudayaan Jawa yang pentas hingga pagi hari.
- Jaran kencak: kebudayaan yang disebut juga kuda kencak adalah kuda yang dilatih menari dengan mengenakan aksesoris warna-warni.