Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Tragedi Bintaro 1987, Kecelakaan Kereta Terbesar di Indonesia

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS/Rene L Patiradjawane
Tragedi Bintaro yang terjadi pada 1987
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Kecelakaan dua kereta api terjadi di daerah Pondok Betung, Bintaro, Jakarta Selatan, pada tanggal 19 Oktober 1987. 

Tabrakan terjadi antara Kereta Api (KA) 225 Merak dengan Kereta Api (KA) 220 Rangkas yang menewaskan 156 penumpang. Peristiwa tersebut menjadi musibah terburuk dalam sejarah perkeretaapian di Indonesia.

Iwan Fals merekam peristiwa kelabu itu dalam lagu berjudul "1910", dan lagu "Masih Ada Waktu" merupakan komposisi yang ditulis Ebiet G. Ade untuk peristiwa tersebut. 

“Apa kabar kereta yang terkapar di Senin pagi. Di gerbongmu ratusan orang yang mati. Hancurkan mimpi bawa kisah. Air mata… air mata... Sembilan belas Oktober tanah Jakarta berwarna merah...,” tulis Iwan Fals.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Kecelakaan Kereta di India: Kronologi, Penyebab, dan Jumlah Korban

Kronologi kecelakaan Tragedi Bintaro

Dikutip dari Harian Kompas tanggal 20 Oktober 1987, Kereta Api 220 Rangkas tujuan Tanah Abang-Merak berangkat dari Stasiun Kebayoran pada Senin, 19 Oktober 1987 pagi.

Dari arah berlawanan, KA 225 Merak jurusan Rangkasbitung-Tanah Abang melaju dari Stasiun Serpong.

Kedua kereta sama-sama menuju Stasiun Sudimara. Kesalahan komunikasi membuat masinis kedua stasiun tidak mengetahui ada KA lain yang tengah berada di rel yang sama.

Begitu kedua kereta mendekat, pihak Stasiun Sudimara berusaha mengubah jalur KA 225. Namun, masinis tidak melihat tanda tersebut.

Saat itu, KA 225 Merak meluncur dengan kecepatan 30 kilometer per jam di rel yang melintasi kompleks Perumahan Bintaro Jaya, Tangerang Selatan, Banten.

Sementara KA 220 Rangkas melaju di kecepatan 25 kilometer per jam di perlintasan Pasar Ulujami.

Lokasi kecelakaan yang berada di tikungan juga menyebabkan kedua masinis di kereta itu tidak saling melihat. Akibatnya, kecelakaan tidak bisa dihindari.

Kedua lokomotif BB303 16 (KA 220) dan BB306 16 (KA 225) bertabrakan dengan keras di Pondok Betung, Pondok Aren, Tangerang Selatan, Banten pukul 06.45 WIB.

Kereta baru bisa berhenti sekitar 200 meter dari lokasi tabrakan setelah direm mendadak.

Kondisi ini menyebabkan setengah lokomotif KA 220 tertindih gerbong KB3-65 601 yang berada persis di belakangnya.

Baca juga: Penyebab Konflik Sampit 2001, Kerusuhan antara Suku Dayak dan Madura

 

Penyebab kecelakaan

Kelalaian petugas yang menyebabkan miskomunikasi dianggap menjadi penyebab tragedi kecelakaan ini.

Kesalahpahaman kepala Stasiun Serpong membuat KA 225 langsung meluncur menuju Stasiun Sudimara tanpa mengecek kondisi stasiun.

Hal ini membuat tiga jalur kereta api yang berada di Stasiun Sudimara penuh.

Padahal, KA 220 di Stasiun Kebayoran juga berangkat menuju jalur yang sama tanpa berkomunikasi yang baik dengan Stasiun Sudimara.

Keadaan ini membuat kedua kereta berada di jalur berlawanan yang sama-sama mengarah ke Stasiun Sudimara. Meskipun pihak stasiun telah berupaya mencegah tabrakan, kecelakaan tidak berhasil dihalau.

Di sisi lain, kelebihan penumpang menyebabkan jatuhnya banyak korban jiwa dalam peristiwa ini.

Kereta melebihi kapasitas

Dikutip dari Historia.id, KA 225 mengangkut 1.887 penumpang atau melebihi 200 persen kapasitas kepadatannya.

Sementara KA 220 diisi 478 penumpang dari total kapasitas 685 orang.

Karena kapasitas setiap gerbong tidak memenuhi, para penumpang rela duduk di atap, bergelantungan di sisi kanan-kiri kereta, bahkan di ruangan masinis.

Kondisi ini menyebabkan keselamatan para penumpang tidak terjamin sekaligus membuat situasi kurang kondusif. Alasan lain yang ikut memengaruhi kecelakaan adalah kondisi peralatan rem yang sudah tua.

Diketahui kereta ini dibuat pada tahun 1965 dengan sistem rem Westinghouse yang menggunakan udara bertekanan tinggi.

Karena usianya sudah tua, sistem pengereman tidak lagi secanggih dulu dan tidak berfungsi maksimal.

Akibatnya, kereta api gagal mengerem sebelum terjadi kecelakaan.

Baca juga: Kronologi Kerusuhan Mako Brimob 8 Mei 2018, Tragedi yang Tewaskan 5 Polisi dan 1 Tahanan Teroris

Masinis dianggap bersalah

Sementara itu dikutip dari Harian Kompas pada 21 Oktober 1987 proses pemeriksaan segera dilakukan terkait kasus ini.

Sebanyak 15 petugas stasiun PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api) mendapatkan pemeriksaan intensif.

Hasil pemeriksaan menyimpulkan PPKA (Pemimpin Perjalanan Kereta Api) Sudimara bersalah karena memberikan persetujuan persilangan kereta dari Sudimara ke Kebayoran tanpa persetujuan dari PPKA Kebayoran.

PPKA Stasiun Kebayoran bersalah karena tidak berkoordinasi dengan pihak Stasiun Sudimara.

Sementara masinis KA 225 ditetapkan bersalah karena langsung berangkat tanpa menunggu perintah PPKA dan kondektur.

Besarnya dampak tragedi ini juga pernah dijadikan film pada 1989 dengan judul "Tragedi Bintaro", besutan sutradara Buce Melawau.

(Sumber: Kompas.com/Rosiana Haryanti, Wahyu Adityo Prodjo, Aswab Nanda Pratama, Diva Lufiana Putri | Editor: Inggried Dwi Wedhaswary, Sabrina Asril, Bayu Galih, Ivany Atina Arbi, Rendika Ferri Kurniawan)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi