Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bergabung sejak: 31 Agu 2022

Pengajar Sosiologi Perkotaan UIN Jakarta

Generasi Tanpa Kenangan

Baca di App
Lihat Foto
Dierk Schaefer/Flickr
Ilustrasi pikiran manusia
Editor: Sandro Gatra

PADA masa lalu di antara kategori orang-orang yang disebut sebagai cerdas dan pintar adalah mereka yang kemudian bisa mengaktifkan memori otak dan pikirannya untuk menyimpan beragam informasi yang dikumpulkannya.

Koleksi informasi tersebut kemudian diaktifkan kembali sesuai keinginannya. Ketika dia mampu memproses setiap informasi itu menjadi sesuatu, misalnya ide, konsep, bahkan teori dan model, maka orang itu kemudian sering dicap sebagai sosok yang jenius.

Dalam konteks ini kemampuan seseorang menyimpan informasi di memori otaknya menjadi sangat penting.

Meski yang disebut sebagai kecerdasan bukan hanya menyimpan informasi, tetapi harus diimbangi dengan kemampuan mengaktifkannya kapan pun, menjadi sangat penting dalam konteks membangun ilmu pengetahuan.

Informasi dalam kepala merupakan sumber daya ilmu pengetahuan yang kemudian menjadi berguna dan bermanfaat ketika mampu diolah menjadi sesuatu yang baru.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Namun hari ini kita menghadapi satu era di mana teknologi mampu melayani sebagian dari kebutuhan untuk menjadi orang yang terkategori cerdas dan pintar tersebut.

Jika dulu seseorang harus mengingat beragam informasi yang dia dapatkan untuk kemudian diolah, maka saat ini mungkin sebagiannya bisa disimpan pada drive di awan atau cloud.

Informasi yang tersimpan yang sangat banyak itu kemudian bisa dipanggil diaktifkan untuk diproses menjadi beragam ilmu pengetahuan.

Selain dengan ilmu pengetahuan, manusia juga hidup dengan dan dalam apa yang disebut sebagai “kenangan”.

Apa itu kenangan?

Kenangan merupakan satu set data yang terkumpul baik sengaja atau tidak disengaja melalui perangkat indrawi manusia.

Karena itu basis pengumpulan data kenangan bisa melalui beragam tools atau alat yang disediakan Tuhan pada manusia, maka wajar jika kemudian ada kenangan yang berbasis indera penglihatan.

Contohnya seperangkat tempat atau suatu tempat yang indah dan mengesankan. Tempat yang indah merupakan hasil dari interaksi antara pengetahuan di dalam otak manusia yang dikonfirmasi melalui pandangan.

Ada juga kenangan yang basis pengumpulan datanya melalui lidah atau alat pengecap. Seperangkat ilmu pengetahuan yang ada di otak itu kemudian memberikan makna terhadap barang yang dirasakan oleh lidah tadi dan akhirnya karena memiliki sensasi yang luar biasa serta unik dan khas.

Tentu saja, setiap kenangan yang ada pada manusia, akan berkaitan dengan perasaan yang sulit dimaterialisasi dan dikuantifikasi.

Sehingga setiap rasa atau visualisasi yang bersifat indrawi itu akan memiliki makna lebih karena didukung rasa (kesadaran) dan ilmu pengetahuan yang dimilikinya.

Sehingga dalam konteks ini, kenangan adalah beragam peristiwa momentual yang terjadi pada seseorang, baik yang sifatnya kebetulan maupun memang diproduksi sedemikian rupa agar memiliki nilai berbeda.

Bagi beberapa orang kenangan adalah sesuatu yang indah karena dia menjadi bagian dari sejarah dan cerita kehidupannya.

Pada masa lalu, seperti ilmu pengetahuan yang digambarkan di atas, kenanganan harus disimpan pada satu memori ingatan yang kemudian diceritakan kembali secara turun-temurun sehingga kenangan-kenangan itu tidak mudah hilang.

Model penyimpangan seperti itu maka kenangan selalu bersikap dan bersifat subjektif Individual.

Hari ini kita menghadapi satu realitas baru pada informasi yang bersifat kenangan tersebut. Di mana informasi itu bisa bersifat publik karena disimpan pada ruang digital yang bisa diakses oleh semua orang.

Bahkan kalau dulu kenangan itu bersifat pribadi, saat ini banyak kenangan yang dibangun dan diproduksi secara partisipatif. Sehingga irisan “rasa”-nya berkaitan dengan pandangan orang lain juga.

Kenangan-kenangan itu disimpan pada satu drive digital, terutama dalam bentuk informasi yang disajikan pada beragam platform media sosial.

Karena kemampuan media sosial yang cukup besar dan tidak terlalu memberatkan memori otak manusia, maka banyak orang menjadikan setiap kenangan itu bisa dibuka kapan saja dipublikasikan kembali, untuk kemudian dijahit menjadi satu cerita.

Dengan demikian, para pemilik kenangan itu hanya cukup menyimpannya di sana dan kemudian memastikan shortcut (tumbnail) untuk membukanya ketika satu kenangan ingin kembali atau mungkin dibaca ulang.

Siapakah generasi tanpa kenangan

Jika melihat aksesibilitas pada teknologi dan ruang media sosial yang ada, maka generasi Z merupakan entitas yang bisa dikatakan memiliki “ancaman” pada persoalan kenangan.

Sebab dengan pelayanan teknologi yang ada, mereka sangat mungkin tidak merasa perlu melakukan upaya reduksi data-data kehidupan yang bisa diklasifikasikan sebagai kenangan atau sekadar dokumentasi.

Kita lihat saja pada beragam data yang tersaji secara terbuka pada kanal media sosial yang mereka akses.

Di sana, proses reduksi data informasi nyaris tidak terjadi. Karena selama tangannya bisa mengangkat gawai dan memori gawainya masih “muat”, maka beragam informasi (peristiwa) akan mereka rekam dan unggah.

Prinsip generasi ini: “take and share”. Terlihat sekali bahwa prosesnya tidak mengalami triangulasi atau reduksi data yang tegas.

Proses edit yang sudah tersedia dalam beragam aplikasi hanya berupa mengubah tampilan, bukan isi. Sehingga dengan mudah setiap bit data yang dikumpulkan “ditimpah” dengan data baru yang tidak kalah deras.

Dengan pemrosesan data kenangan seperti ini, maka wajar jika terjadi peluruhan kualitas dari suatu kenangan.

Di mana hal-hal yang sebelumnya dikategorisasikan sebagai informasi unik dan khusus, karena begitu mudahnya mengunggah “data-data” kenangan tersebut, akan terjadi keberlimpahan data dari informasi tentang kenangan itu sendiri.

Akhirnya data-data tersebut hanya menjadi data dokumentasi kehidupan yang tidak lagi memorable. Begitulah generasi baru yang tidak lagi berkutat dengan upaya menyimpan dan mengingat kenangan terjadi.

Mereka memang tidak lagi perlu menyiapkan kapasitas otaknya untuk menyimpan data. Kapasitas mereka cukup mengembangan suatu shortcut untuk sesekali dibuka kembali jika dibutuhkan.

Sementara itu ketika data-data disimpan di ruang publik, proses reduksi data diambil alih oleh “robot” yang melekat pada suatu aplikasi.

Bahkan proses pendefinisian suatu data pun dibuat mereka. Mereka, ketika memberikan makna pada setiap peristiwa, tidak lagi melibatkan rasa dan kesadaran.

Algoritma mereka hanya melakukan triangulasi berdasarkan preferensi sosial-teknis saja, seperti paling banyak dilihat, dikomen, di-like, dan sebagainya.

Mari kita ucapkan “Selamat Tinggal Kenangan”.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi