Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bergabung sejak: 11 Des 2022

Dosen Ilmu Komunikasi Swiss German University | Praktisi Kehumasan | Mantan Jurnalis Energi, Lingkungan, Olahraga

Putri Ariani dan Mario Dandy, Dua Wajah Berbeda Gen Z

Baca di App
Lihat Foto
YouTube America's Got Talent
Remaja 17 tahun asal Indonesia Putri Ariani dihujani confetti setelah juri America's Got Talent 2023 Simon Cowell menekan golden buzzer. Dengan golden buzzer, Putri Ariani langsung melaju ke babak semifinal ajang pencarian bakat tersebut.
Editor: Sandro Gatra

PUTRI Ariani dan Mario Dandy, siapa yang tidak tahu mereka?

Putri Ariani, 17 tahun, baru saja viral di dunia. Suara emasnya, kemampuan mencipta lagu serta memainkan piano di tengah ketunanetraannya, mampu memukau juri audisi America's Got Talent (AGT) dan mendapatkan golden buzzer dari salah satu juri, Simon Cowell.

Di akun AGT di Facebook dan Youtube saja, penampilan Putri sudah dilihat hampir 60 juta kali. Dia mengguncang dunia, reputasi Indonesia pun ikut melejit.

Mario Dandy, 20 tahun, juga viral awal tahun ini, gara-gara perilakunya menganiaya remaja lain sampai koma, dibarengi flexing mobil mewah, lantas minta maaf sambil cengengesan.

Ia akhirnya membuat Ayahnya selaku pejabat publik diselidiki hartanya, lalu dipecat karena memanipulasi laporan harta kekayaaan, hingga akhirnya ditangkap karena tuduhan korupsi.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kementrian Keuangan sampai harus mengalami krisis reputasi gara-gara persoalan ini.

Mario sedang menjalani proses pengadilan untuk kasus penganiayaan yang dilakukan ke remaja lain.

Benar-benar dua hal ekstrem saling bertolak belakang yang dimunculkan oleh Gen Z, generasi yang lahir pada tahun 1996-2012 atau berumur 11-27 tahun pada 2023 ini.

Mengubah persepsi disabilitas

Banyak pesan yang tersampaikan ke publik dengan kegemilangan Putri, salah satunya adalah bahwa performa apiknya di AGT mampu secara cepat dan masif mengubah persepsi tentang penyandang disabilitas serta mengingatkan kembali tentang hak-hak mereka.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), disabilitas diartikan sebagai orang yang memiliki keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama sehingga mengalami hambatan dan kesulitan dalam berinteraksi dengan lingkungan, dan menyebabkan keterbatasan dalam melaksanakan tugas atau kegiatan sehari-hari.

Realitas yang disajikan Putri mengundang pertanyaan menggelitik siapa sebenarnya disabilitas.

Seorang penyandang disabilitas bisa bernyanyi sebegitu memukau, mampu menciptakan lagu, memainkan beberapa alat musik, berbahasa Inggris dengan fasih, dan melantunkan ayat - ayat Al Quran dengan indah, sementara kebanyakan orang tanpa keterbatasan apapun malah kesulitan untuk bisa melakukannya.

Putri memang memiliki keterbatasan fisik, tapi kualitas karyanya diakui dunia, sama bagusnya dengan karya artis Indonesia tanpa keterbatasan yang telah mengglobal seperti Angun C Sasmi dan Agnes Monica.

Selain Putri, pastinya ada penyandang disabilitas lain di Indonesia yang berkemampuan luar biasa, misalnya Angkie Yudistia, penyandang disabilitas tuna rungu yang menjadi staf khusus milenial Presiden.

Walau begitu masih banyak pula yang hanya sebatas penyandang disabilitas semata.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2022, jumlah penyandang disabilitas Indonesia saat mencapai 22,5 juta jiwa, dan hanya 7,6 juta dari total 17 juta penyandang disabilitas usia produktif yang bekerja.

Indonesia juga masih menempati peringkat 115 (nilai=26,5 dari maksimal 100) dalam pelaksanaan pembangunan inklusif yang berfokus pada kesetaraan ras/etnis, agama, gender dan disabilitas pada ranah politik, kekerasan di luar kelompok, ketimpangan pendapatan, tingkat penahanan, kebijakan imigrasi dan pengungsi.

Peringkat Indonesia masih jauh tertinggal dari negara-negara maju seperti, Belanda, Selandia Baru, Swedia. Di ASEAN, peringkat Indonesia masih di bawah Filipina, Vietnam, Singapura, dan Thailand namun masih di atas Malaysia dan Myanmar, menurut Inclusiveness Index 2020.

Data tersebut mengindikasikan masih banyak hal yang harus dibenahi untuk memenuhi hak - hak penyandang disabilitas di usia anak-anak, produktif, dan lanjut usia terutama tentang kesempatan mendapatkan pendidikan, pekerjaan, akses ke fasilitas umum ataupun akses informasi bagi penyandang disabilitas.

Perlu edukasi yang konsisten juga untuk mengubah kebiasaan umum yang memandang penyandang disabilitas dengan kacamata kasihan dan beban, menjadi kebiasaan untuk respek terhadap kompetensi mereka.

Pesan kedua yang tidak kalah penting dari prestasi Putri adalah mengenai pendekatan apa yang terbaik dalam mendidik anak Gen Z - khususnya anak penyandang disabilitas - yang notabene adalah generasi yang akrab dengan dunia digital, internet dan media sosial.

Bakat besar menyanyi Putri membuat kedua orangtuanya memutuskan untuk pindah dari Riau ke Jogjakarta agar Putri mendapatkan pendidikan yang sesuai bakat dan kebutuhan khususnya.

Keakraban Putri, adik -adik dan orangtuanya sebagai satu keluarga juga kuat, bisa terasa saat Putri bernyanyi bersama dengan ayahnya dan kedua adiknya.

Sang Ibu juga mendukung penuh, intinya mengatakan bahwa anak dengan kebutuhan khusus perlu diberi perhatian penuh, tidak bisa dilakukan sambil bekerja. Dan hasilnya terbukti luar biasa.

Selain perhatian yang besar dari keluarga, harus diakui Putri ini, terlepas dari keterbatasan fisiknya - merupakan representasi Gen Z di kutub positif yang dibentuk utamanya oleh dunia digital, internet, dan media sosial.

Karakter tidak minder, tidak takut mengglobal, mengoptimalkan dunia digital dan media sosial, memahami atau menguasai suatu kompetensi dengan cepat, wawasannya sangat luas (terutama tentang musik), fokus ke hal-hal yang disukai, fasih berbahasa Inggris ada semua di dirinya, sehingga boleh dibilang ini adalah berkah bagi dirinya, keluarganya serta tanah airnya Indonesia.

Gabungan antara kekuatan karakter Gen Z dan pendampingan orangtua terutama mengoptimalkan sekolah, dunia digital dan media sosial untuk mengembangkan bakat dan menunjukkan ke publik bakat yang dipunyai, bisa menjadi contoh bagi para orangtua dalam mendidik dan mengembangkan bakat anak Gen Z dan Gen Alpha (lahir tahun 2013 atau sesudahnya).

"Super" Mario

Bertolak belakang dengan Putri yang dikenal karena karyanya yang mendunia dan menginspirasi Gen Z, ulah Mario yang suka pamer kekayaan, pamer kekuasaan, yang berlanjut ke aksi kekerasan ini mewakili perilaku negatif yang bisa jadi dikarenakan adanya pembiaran oleh orangtuanya ataupun pengaruh negatif tren di internet dan media sosial.

Selain kasus Mario, ada juga beberapa Crazy Rich - anak anak muda kaya raya - seperti Donny Salmanan (Gen Z), hingga Wahyu Kenzo (Milenial, lahir 1981-1995), petinggi kepolisian Ferdy Sambo dan istri Putri Candrawati (Gen X, lahir 1965-1980), beberapa pejabat publik di Kementerian Perhubungan, Sekretariat Daerah Riau hingga pejabat kepolisian daerah bersama anak gemar pamer mulai dari kekayaan, kekuasaan hingga membiarkan atau melakukan aksi kekerasan. Ujung dari perilaku itu tidak jauh-jauh dari korupsi ataupun penipuan.

Dimensi kasus-kasus yang bermula dari flexing harta ini begitu luas karena menyangkut pelanggaran etika, pelanggaran hukum hingga menimbulkan krisis reputasi pada institusi publik.

Namun sepertinya para pelaku ini cenderung cuek dan tidak gentar juga dengan konsekuensi negatif yang timbul atas perilakunya.

Mungkin karena kemampuan keuangan dan koneksinya diyakini akan mampu mengatur semuanya, termasuk jika mereka kemudian menghadapi tuntutan hukum hingga menjalani hukuman penjara karena pelanggaran hukum.

Memang perilaku flexing harta tidak hanya ada di Indonesia. Konten medsos tentang flexing harta juga muncul di berbagai penjuru dunia seperti di AS, Korea Selatan, Timur Tengah, dan Eropa.

Bahkan di Korea Selatan, menurut www.straitstimes.com, flexing harta sudah menjadi norma yang bisa diterima publik.

Paparan terus-menerus terhadap konten media sosial dari negara maju yang dijadikan acuan sebagai trend setter ini tentunya berpengaruh pada perilaku flexing di Indonesia.

Karena hal - hal yang di atas-lah, maka perilaku flexing harta, unjuk kekuasaan dan kekerasan nampaknya akan terus eksis secara turun menurun, pengikutnya akan selalu ada apalagi jika ekonomi negara terus membaik dan orang kaya semakin banyak.

Akan muncul "Super" Mario lainnya, dan konsekuensinya, bersiaplah akan timbulnya krisis-krisis reputasi pada masa datang.

Optimistis atau pesimistis?

Gen Z baik dalam diri Putri maupun Mario sepertinya mempunyai 'DNA' alami tanpa rasa takut, baik dalam arti positif maupun negatif, karena pengaruh besar dunia digital, internet dan media sosial yang tidak mengenal batas negara.

Sebelum viral kegemilangan Putri di AGT, rasanya menyedihkan melihat Gen Z tumbuh dengan kasus aksi kekerasan dan flexing harta yang dilakukan Mario, yang menimbulkan krisis tidak hanya bagi keluarganya, tapi juga institusi Kementerian Keuangan tempat ayahnya bekerja.

Namun kini terbukti, Gen Z ini penuh dengan kejutan.

Putri seolah menunjukkan bahwa perilaku negatif yang Mario lakukan itu memang merupakan persoalan pada Gen Z, tapi Gen Z juga mampu menghasilkan karya - karya bernilai tinggi yang kelasnya jauh di atas perilaku negatif Gen Z.

Presiden Jokowi pun turut bangga dan memberi ucapan selamat di halaman Fcebooknya kepada Putri, yang artinya memang prestasi dan reputasi bagus Putri di AGT juga turut mengangkat reputasi Indonesia.

Dalam konteks prestasi Putri, cukup jelas uang bukanlah faktor utama yang membantu Putri untuk mengembangkan bakatnya yang luar biasa.

Faktor ayah dan bundanya dari Gen Milenial yang memandu, mendampingi dan mengarahkan Putri berkembang sesuai bakatnya, mencarikan sekolah atau lingkungan yang tepat bagi Putri sejak kecil adalah fondasi awal Putri untuk sukses dan punya reputasi yang sangat bagus.

Sekarangpun terlihat, bahwa Putri dengan bekal ilmu dan keterampilan yang telah dimiliki, ia tetap fokus mengembangkan dirinya untuk lebih baik lagi dalam berkarya dan berprestasi, terdorong oleh mimpinya memenangkan penghargaan musik tertinggi dunia, Grammy Awards.

Dengan semua karakteristik yang melekat pada Gen Z, cukup wajar jika kini kita berharap makin banyak Gen Z Indonesia maupun generasi sesudahnya (baik yang memiliki keterbatasan fisik ataupun tidak) untuk bisa menunjukkan prestasi setinggi - tingginya di kancah dunia mengikuti jejak Putri. Optimistis bisa.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi