Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah SD Inpres yang Dibandingkan Jokowi dengan Pembangunan IKN

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/Tria Sutrisna
Presiden Joko Widodo, bersama Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono dan Menseskab Pramono Anung usai berkunjung ke Pasar Menteng Pulo, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (15/6/2023).
|
Editor: Farid Firdaus

KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyinggung SD Inpres saat menjelaskan pembangunan proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.

Menurut Jokowi, pembangunan IKN perlu menggunakan pengawas asing untuk menjaga dan mengontrol kualitas proyek tersebut.

"Kali hanya satu, dua yang mengarahkan. Dua bisa mengontrol, mengawasi supaya hasilnya bisa kualitas baik kenapa tidak," ujar Jokowi saat memberikan keterangan pers di Pasar Menteng Pulo, Jakarta, dikutip dari Kompas.com, Kamis (15/6/2023).

Jokowi juga menegaskan bahwa keberadaan pengawas asing di IKN bukan bertujuan untuk menarik investor asing, melainkan untuk meningkatkan level kualitas.

"Jangan nanti hasilnya nanti kayak SD Inpres, mau?" kata Jokowi.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Tenaga Asing Mengawasi Pembangunan IKN Nusantara


Pernyataan Jokowi yang seolah membandingkan pembangunan IKN dengan SD Inpres sontak mendapatkan sorotan dari publik, tak terkecuali di dunia maya.

Berdasarkan pengamatan Kompas.com, topik "sd inpres" menempati trending nomor 10 di Twitter pada Jumat (16/6/2023) malam dengan 15.400 cuitan.

"Detik-detik Jokowi 'tertawakan' kualitas SD Inpres," kata seorang warganet.

"Dibagun era Soeharto, menteri pendidikan nasional bapak pun belum tentu tau SD Inpres ini adanya di mana," kata warganet lainnya.

"SD inpres itu dibuat agar kegiatan belajar mengajar bisa segera terlaksana, budget seadanya, soal estetika bangunan nomor 2. Tapi kalo pejabat ngejokes sd inpres, speechless gw," kata akun ini.

Lalu, bagaimana sejarah SD Inpres di Indonesia?

Dibangun pada era Soeharto

SD Inpres atau Sekolah Dasar Instruksi Presiden merupakan program sarana pendidikan yang dikeluarkan oleh Presiden Soeharto pada masa Orde Baru.

Dikutip dari Pusat Data Jenderal Besar H.M. Soeharto, sekolah ini dibuat berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 10 Tahun 1973 tentang Program Bantuan Pembangunan Sekolah Dasar.

Kebijakan tersebut ada untuk memperluas kesempatan belajar, terutama di pedesaan dan daerah perkotaan yang penduduknya berpenghasailan rendah.

Ribuan hingga puluhan ribu gedung sekolah dibangun hampir setiap tahun. Hingga 1993-1994, tercatat hampir 150.000 unit SD Inpres telah berdiri di Indonesia.

Pembangunan SD Inpres juga diinisiasi oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas sekaligus ekonom Indonesia, Widjojo Nitisastro.

Total dana yang dikeluarkan untuk program ini hingga akhir Pembangunan Jangka Panjang Tahap (PJPT) I mencapai hampir Rp 6,5 triliun.

Seiring dengan berdirinya SD Inpres, pemerintah juga menempatkan lebih dari 1 juta guru Inpres.

Baca juga: Siswa SD Muhammadiyah 4 Surabaya Study Tour ke Jepang, Berapa Biayanya?

Dalam buku Pendidikan yang Memiskinkan (2004) karya Darmaningtyas, pembangunan SD Inpres juga mendorong berdirinya Sekolah Pendidikan Guru (SPG).

Setelah SPG dibubarkan pada 1989, orang-orang beralih ke Sekolah Menengah Atas (SMA).

Seiring perkembangannya, SD Inpres juga harus berjuang di tengah minat belajar di sekolah yang didirikan misionaris dan pesantren.

Pembangunan sekolah juga dilakukan seiring dengan Pembangunan Lima Tahun (Pelita) tahap II dan III yang menjadi titik awal pembangunan sistem pendidikan di Indonesia oleh rezim Orde Baru.

Peran pemerintah yang menguat juga terasa melalui pengaturan seragam, isi materi pelajaran, dan perilaku pihak yang terlibat dalam pendidikan.

Baca juga: Makna Pohon Hayat yang Jadi Logo IKN

Dampak positif SD Inpres

Dilansir dari Indonesia.go.id, Duflo menjelaskan, pembangunan SD Inpres membuat 1.000 anak usia 2-6 tahun pada 1974 menerima lebih banyak pendidikan untuk setiap sekolah yang dibangun di wilayah mereka.

Program SD Inpres juga mendorong masyarakat menyelesaikan pendidikan dasar, menurunkan buta aksara, meningkatan upah, dan mengembalikan perekonomian negara.

Dampak lainnya, anak-anak usia 2-6 tahun pada 1974 menerima 0,12 hingga 0,19 tahun lebih banyak pendidikan untuk setiap sekolah yang dibangun per 1.000 anak di wilayah kelahiran mereka.

Tak hanya itu, program SD Inpres disebut meningkatan upah masyarakat sebanyak 1,5 hingga 2,7 persen untuk setiap sekolah. Selain itu, juga memberikan dampak pengembalian ekonomi sekitar 6,8 hingga 10,6 persen.

Baca juga: 17 Murid SD di Pangandaran Menabung Rp 112 Juta, Saat Lulus Uangnya Tidak Ada

Pada1988, tercatat Angka Partisipasi Murni (APM) anak di tingkat SD mencapai 99,6 persen.

Lalu, pada 1990, jumlah masyarakat buta aksara turun hingga 15,8 persen. 

Durasi masa pendidikan SD pun berdampak pada peningkatan upah sebesar 3-5,4 persen.

Keberhasilan program SD Inpres ini, membuat UNESCO memberikan penghargaan Piagam The Avicenna kepada Presiden Soeharto pada 19 Juni 1993.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi