Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wacana Redenominasi Rupiah, Apa Risikonya?

Baca di App
Lihat Foto
PEXELS/ AHSANJAYA
Ilustrasi
|
Editor: Farid Firdaus

KOMPAS.com - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengaku sudah menyiapkan rencana terkait redenominasi rupiah.

Sebagai informasi, redenominasi adalah penyederhanaan nilai mata uang tanpa mengubah nilai tukarnya. Misalnya, Rp 1.000 menjadi Rp 1.

"Kami dari dulu sudah siap, jadi redenominasi itu sudah kami siapkan dari dulu masalah desainnya, kemudian juga tahapan-tahapannya itu sudah kami siapkan sejak dari dulu secara operasional dan bagaimana untuk langkah-langkahnya," kata Perry, dikutip dari Kompas.com, Rabu (28/6/2023).

Ia menuturkan, keputusan redenominasi nantinya harus menunggu waktu yang tepat.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selain itu, terdapat tiga faktor yang menentukan redenominasi rupiah bisa dilakukan, yakni:

"Ekonomi kita kan sudah bagus iya, sudah bagus tetapi ada baiknya memberikan momen yang tepat, tentu saja perlambatan dari global masih berpengaruh, demikian juga stabilitas ekonomi dan moneter kita kan bagus tetapi ketidakpastian global masih ada, sabar, kondisi sosial politiknya pemerintah yang lebih tahu," ujarnya.

Terkait wacana redenominasi rupiah tersebut, pengamat ekonomi mengingatkan adanya sejumlah risiko yang membayangi jika redenominasi dilakukan.

Lantas, apa saja risikonya?

Baca juga: Video Viral Uang Redenominasi Bergambar Presiden Jokowi, Ini Kata BI

Belum tepat dilakukan dalam waktu dekat

Direktur dan Ekonom Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira mengatakan, redenominasi memang memiliki manfaat positif, namun belum tepat dilakukan dalam waktu dekat.

"Redenominasi masih belum tepat dilakukan dalam jangka pendek," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Rabu (28/6/2023).

Adapun sejumlah manfaat positif dari redenominasi menurut Bhima, yakni:

Bhima mewanti-wanti, jika BI memang mau melakukan redenominasi, sebaiknya harus membuat roadmap dahulu sehingga masyarakat dan para pelaku usaha bisa bersiap.

Risiko hiperinflasi

Bhima mengatakan, sejumlah pertimbangan sebelum melakukan redenominasi di antaranya terkait stabilitas inflasi yang harus terjaga.

Kondisi ideal untuk melakukan redenominasi adalah jika inflasi kembali ke level pra pandemi atau di kisaran 3 persen, atau lebih rendah dari itu.

"Sekarang inflasi masih kisaran 4 persen dan ada ancaman El-Nino yang buat inflasi bisa naik lagi," paparnya.

Jika redenominasi tetap dipaksa dilakukan saat inflasi masih tinggi, dikhawatirkan hiperinflasi akan terjadi.

"(Risiko hiperinflasi) dipicu oleh perubahan nominal uang hasil redenominasi mengakibatkan para pedagang menaikkan pembulatan harga ke atas," ujar Bhima.

Sebagai contoh, jika harga barang sebelum pemangkasan nominal uangnya Rp 9.200, saat redenominasi tak mungkin mengubah harga menjadi Rp 9,5.

Hal itu kemudian membuat harga dibulatkan ke atas, menjadi Rp 10. Akibatnya, akan ada banyak barang yang harganya naik signifikan.

"Ini sulit dikontrol oleh pemerintah dan BI. Akibatnya apa? hiperinflasi yang memukul daya beli," ujarnya.

Baca juga: Warganet Keluhkan Warna Uang Rp 2.000 Terbaru Hampir Mirip dengan Rp 50.000 Edaran Lama, BI Ungkap Alasannya

Belajar dari kegagalan negara lain

Bhima juga meminta agar pemerintaah belajar dari kegagalan redenominasi dari Brasil, Rusia, serta Argentina.

Kegagalan terjadi karena kurangnya persiapan teknis, sosialisasi, kepercayaan terhadap pemerintah rendah, dan ekonomi yang mengalami tekanan eksternal.

Menimbang jumlah penduduk dan unit usaha di Indonesia yang cukup besar, Bhima menilai butuh waktu 10-15 tahun persiapan sejak regulasi redenominasi dibuat.

"Menjelang pemilu, risiko redenominasi gagal juga tinggi," imbuhnya.

Baca juga: Viral, Video Uang Uncut atau Uang Bersambung yang Bisa Dipesan, Ini Kata BI

Ia juga mengingatkan, momentum pemulihan ekonomi seperti saat ini sebaiknya jangan ada kebijakan yang kontraproduktif.

Pasalnya, penyesuaian terhadap nominal baru bisa memengaruhi administrasi dan akuntansi puluhan juta di Indonesia.

"Alih-alih mau fokus dalam fase pemulihan ekonomi, pelaku usaha akan sibuk mengatur soal nominal harga di barang yang dijual, bahan baku bahkan administrasi perpajakan," paparnya.

Bhima juga kembali mengingatkan wacana redenominasi harus dikaji secara serius, jangan terburu-buru, dan benar-benar dilakukan ketika kondisi ekonomi sudah stabil.

"Inflasi stabil, kurs juga tidak fluktuatif berlebihan, baru BI dan pemerintah bahas rencana redenominasi," tandasnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi