Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Itu Redenominasi? Kenali Tujuan dan Risikonya!

Baca di App
Lihat Foto
Freepik / Skata
Apa itu redenominasi mata uang?
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com- Bank Indonesia (BI) diketahui tengah menyiapkan desain dan tahapan redominasi.

Menurut Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Wariyo, pihaknya sudah mempersiapkan redominasi rupiah sejak lama dan penerapannya tinggal menunggu waktu.

"Kami dari dulu sudah siap, tahapan-tahapannya itu sudah kami siapkan sejak dari dulu secara operasional dan bagaimana untuk langkah-langkahnya," ujarnya dalam konferensi pers, Kamis (22/6/2023).

Dilansir dari Kompas.com (2020), rencana redominasi pernah dikemukakan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui Rancangan Undang-undang tentang Perubahan Harga Rupiah (RUU Redenominasi).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hal itu tertuang dalam Rencana Strategis (Renstra) Kemenkeu 2020-2023 yang tercantum di Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 77/2020.

Baca juga: Viral, Twit Uang Pangkal Jalur Mandiri Undip Capai Ratusan Juta, Ini Kata Pihak Kampus


Lantas, apa itu redominasi?

Apa itu redenominasi?

Redenominasi adalah pemotongan nilai mata uang menjadi lebih kecil tanpa mengubah nilai mata tukarnya.

Mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), redenominasi didefinisikan sebagai penyederhanaan nilai mata uang rupiah tanpa mengubah nilai tukarnya.

Sederhananya, redenominasi adalah mengurangi angka nol dari nominal rupiah yang ada.

Baca juga: Mulai Agustus, QRIS Bisa Dipakai untuk Transfer, Tarik, dan Setor Tunai, Ini Caranya

Sementara, dikutip dari laman Kemenkeu, redenominasi pada mata uang rupiah akan mengurangi tiga angka nol di belakang.

Artinya, mata uang Rp 1.000 yang mengalami redenominasi akan menjadi Rp 1.

Tujuan dari redenominasi adalah untuk menyederhanakan jumlah digit pada pecahan rupiah tanpa mengurangi daya beli dan harga atau nilai rupiah terhadap suatu barang.

Baca juga: Viral, Video Uang Uncut atau Uang Bersambung yang Bisa Dipesan, Ini Kata BI

Sebagai contoh uang Rp 10.000 yang mengalami redenominasi, maka penulisannya berubah menjadi Rp 10.

Adapun nilai uang tersebut masih sama dengan sepuluh ribu rupiah.

Artinya, jika harga susu adalah Rp 10.000, setelah redenominasi harga susu itu menjadi Rp 10.

Baca juga: Besaran Uang Pangkal UNS, Unsoed, Unesa, dan UPN Veteran Jakarta

Tujuan redemonimasi

Mengacu pada Peraturan Menteri yang diterbitkan, urgensi redenominasi adalah untuk menimbulkan efisiensi perekonomian berupa percepatan waktu transaksi, berkurangnya risiko human error, dan efisiensi pencantuman harga barang/jasa.

Menurut Permana dalam riset berjudul Prospects of Redenomination Implementation in Indonesia (2015), rupiah saat ini merupakan pecahan mata uang terbesar ketiga di dunia setelah Zimbabwe dan Vietnam.

Di Asia Tenggara, pecahan Rp 100.000 saat ini merupakan pecahan uang terbesar kedua setelah Dong Vietnam dengan denominasi 500.000.

Di sisi lain, redenominasi juga bertujuan untuk menyetarakan perekonomian Indonesia dengan negara-negara lain, terutama di tingkat regional.

Baca juga: [HOAKS] Redenominasi Uang Kertas Rp 100 Bergambar Presiden Jokowi

Bayang-bayang risiko redenominasi

Dilansir dari Harian Kompas, redenominasi pernah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia pada 1065.

Keputusan itu diambil karena tingginya beban pembiayaan proyek politik dan dalam rangka mempersiapkan kesatuan moneter di seluruh wilayah Indonesia, termasuk Provinsi Irian Barat (saat ini Papua).

Melalui Penetapan Presiden Nomor 27 Tahun 1965, rupiah disederhanakan dari Rp 1.000 menjadi Rp 1.

Namun, redenominasi pada 1965 tidak berjalan mulus karena diterapkan ketika Indonesia tengah menghadapi hiperinflasi.

Baca juga: Profil ITDC, BUMN yang Menanggung Utang Rp 4,6 Triliun dari Pengelolaan Mandalika

Kebijakan yang justru jadi beban pemerintah

Kebijakan itu justru meningkatkan beban pemerintah, jumlah uang beredar, dan inflasi.

Bahkan, redenominasi harus berakhir dengan krisis ekonomi pada 1966.

Keberhasilan redenominasi memang ditentukan oleh berbagai hal, salah satunya kondisi ekonomi.

Redenominasi efektif diterapkan ketika kondisi ekonomi stabil dan menuju ke arah yang lebih sehat.

Baca juga: Ramai soal Uang Rp 10.000 Dicorat-coret Open BO, Apa Kata BI?

Di sisi lain, redenominasi juga tidak bisa dilakukan secara terburu-buru karena bisa menimbulkan bias psikologis yang disebut ilusi uang.

Ilusi uang terjadi ketika seseorang menganggap harga barang menjadi lebih murah karena kehilangan angka nol dari sebelumnya.

Selain itu, harga juga menjadi terasa lebih ringan ketika terjadi kenaikan, padahal kenaikan harga tersebut sebenarnya tinggi.

Risiko tersebut dapat diantisipasi dengan adanya sosialisasi dan edukasi masif ke masyarakat serta persiapan regulasi yang matang.

Baca juga: 5 PTN yang Tidak Pungut Uang Pangkal, Mana Saja?

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi