Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Siswa SMP di Temanggung Bakar Sekolah karena Sering Di-bully, Mengapa Anak Bisa Menjadi Pelaku Bullying?

Baca di App
Lihat Foto
Mikhail Nilov
Ilustrasi bullying di sekolah.
|
Editor: Farid Firdaus

KOMPAS.com - R (14) siswa kelas VII SMPN 2 Pringsurat, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah membakar sekolahnya sendiri pada Selasa (27/6/2023) dini hari.

Diberitakan Kompas.com, Jumat (30//2023), R merasa sakit hati karena sering menerima bullying atau perundungan dari teman-temannya sehingga nekat membakar sekolahnya.

"Motif dari pelaku adalah, pelaku merasa sakit hati karena sering di-bully oleh teman-temannya. Rasa sakit hati, akumulasi ini maka dia merencanakan untuk membakar sekolah," ujar Kapolres Temanggung AKBP Agus Puryadi.

R mengaku sering diejek menggunakan nama orangtuanya dan dikeroyok.

Lantas, bagaimana seorang anak dapat menjadi pelaku bullying atau perundung?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Jadi Tersangka, Ini 5 Fakta Siswa Bakar Sekolah di Temanggung


Penyebab anak jadi pelaku bullying

Psikolog sekaligus dosen di Fakultas Psikologi Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta Ratna Yunita Setiyani Subardjo mengungkapkan ada banyak faktor seorang anak dapat menjadi pelaku bullying.

"Pertama, dia pernah jadi korban dan tidak mau menjadi korban terus akhirnya dia menjadi pem-bully," jelasnya kepada Kompas.com, Jumat (30/6/2023).

Alasan kedua, menurut Ratna, seseorang menjadi perundung karena banyak menonton film atau gim berbau kekerasan.

Ia menyebut, tontonan tersebut membuat anak terpapar kekerasan sehingga mewajarkan dan menginspirasi perilaku semacam itu.

"Anak lebih banyak menyerap itu, apalagi anak usia di bawah lima tahun," tambahnya.

Menurut dia, meski anak tidak mengerti kekerasan itu baik atau buruk, hal tersebut akan terekam jelas di ingatan mereka.

Akibatnya, mereka kemudian akan meniru perilaku kekerasan seperti yang ditonton.

Baca juga: 5 Fakta Siswa MTs di Kotamobagu Tewas Setelah Di-bully Temannya

Selain itu, ada juga anak merundung teman agar dianggap penting oleh orang di sekitarnya.

"Mereka melakukan kekerasan untuk mendapatkan perhatian. Karena merasa begitu melakukan hal seperti itu, orang akan beralih perhatian kepada si anak," jelas dia.

Di sisi lain, ada orang dewasa yang kurang mampu mengontrol emosinya. Mereka umumnya menggunakan kekerasan dengan niat mengingatkan anak.

Sayangnya, menurut Ratna, hal ini justru merusak harga diri sekaligus ditiru oleh anak.

"Banyak orang menerima perilaku bullying sebagai hal yang lucu," tambahnya lagi.

Kondisi ini terjadi saat orang-orang tidak menganggap bullying sebagai kejadian penting dan memprihatikan. Mereka justru menertawakan korban perundungan.

Pada akhirnya, Ratna menyebut anak tidak merasa perilaku tersebut salah dan berubah menjadi tukang bullying.

Baca juga: Kisah Firmansyah, Anak SD yang Viral Usai Disebut Pindah ke SLB karena Di-bully

Cara mencegah anak jadi pem-bully

Ratna menekankan agar orang dewasa harus memperhatikan anak yang menjadi korban perundungan. Ini dapat mencegahnya berbalik menjadi pelaku bullying.

"Beri perhatian penuh saat korban bercerita. Tunjukkan empati kita karena ini berkenaan dengan apa yang dia rasakan itu akan memengaruhi bagaimana kondisi psikis dia," jelasnya.

Ia menambahkan, orang dewasa sebaiknya mengetahui kondisi, keadaan, dan pengalaman yang korban alami.

Selain itu, orang dewasa perlu memahami ciri seorang anak menjadi korban bullying.

Beberapa cirinya, seperti mogok sekolah, bertingkah beda dari biasanya, serta perasaannya cepat berubah.

Ratna mengatakan, orang dewasa harus mau bertanya dan memenuhi kebutuhan anak agar merasa aman dan nyaman.

"Selanjutnya, kita latih anak supaya berani membela dirinya sendiri, bahwa dia bisa mengatakan suka atau tidak suka saat dikerjai temannya itu," ujarnya.

Baca juga: Marak Perundungan di Kalangan Remaja, Ini Kata Kak Seto

Cara mengatasi anak yang melakukan bullying

Ratna mendorong agar orang dewasa bersedia mendengarkan cerita anak meskipun ia dikenal sebagai pelaku bullying.

Menurutnya, orang dewas perlu menghindari menilai anak tanpa memahami dirinya. Sebaliknya, dengarkan anak. Kemudian, beri pengetahuan mengenai perilaku salah tersebut dan aturannya di masyarakat.

"Kadang-kadang anak melakukan sesuatu bukan karena pengen melakukan, tapi karena tidak tahun konsep salah-benarnya itu," jelas dia.

Baca juga: Korban Pelecehan dan Bully Sering Dilaporkan Balik, Ini Kata LPSK

Ratna mengatakan, orang dewasa perlu menunjukkan rasa sayang dan empati supaya anak merasa nyaman dan aman. Kondisi tersebut dapat membuat anak tidak lagi menjadi pem-bully.

"Kalau perilaku diulang, terapkan konsekuensi dari perilaku tidak pantas yang terus dilakukan," tambahnya.

Selain itu, anak yang melakukan perundungan juga perlu diajari meminta maaf kepada korban.

"Itu untuk membuat anak berani mengakui kesalahannya sendiri," tandas Ratna. 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi