KOMPAS.com – Unggahan video menyebut target pasar penjual balon saat ini bukan anak kecil melainkan inner child, ramai di media sosial.
Video tersebut diunggah oleh akun Twitter ini Senin (26/6/2023).
Dalam unggahan itu, terdapat seorang perempuan yang membeli balon di pinggir jalan.
“Target pasarnya sekarang bukan anak kecil, tapi inner child,” tulis pengunggah.
Hingga Selasa (27/6/2023) sore, unggahan itu sudah dilihat lebih dari 302.800 kali dan mendapat lebih dari 18.100 suka.
Lantas, apa itu inner child?
Baca juga: Mengenal Kepribadian Alfa, Beta, Gamma, hingga Sigma
Penjelasan psikolog
Dosen psikologi dari Universitas Aisyiyah Yogyakarta Ratna Yunita Setiyani Subardjo mengatakan terkait unggahan tersebut, tak menutup kemungkinan jika target penjual balon saat ini adalah inner child.
Hal itu digambarkan dari sejumlah pembeli yang mungkin tertarik karena memiliki sifat dan perilaku seperti anak-anak.
“Jadi, menggambarkan sifat dan perilaku anak-anak ketika (seseorang) sudah dewasa,” kata Ratna kepada Kompas.com, Selasa (27/6/2023).
Ratna juga menjelaskan, inner child adalah kondisi kepribadian ketika orang dewasa mempunyai sesuatu yang tidak selesai pada masa anak-anak.
Menurutnya, umumnya inner child terlihat ketika seseorang memerlukan sesuatu yang bersifat kekanakan.
“Mereka (orang yang memiliki inner child) masih perlu sesuatu yang bersifat kekanakan, menggembirakan, dan menghibur,” tuturnya.
Sehingga menurut Ratna, kedewasaan seseorang tidak selalu diukur berdasarkan usia atau ciri fisik, melainkan dari pemikiran dan mental.
Baca juga: 8 Tanda Self Healing yang Sukses Pulihkan Inner Child Kita
Ratna juga menjelaskan, usia dewasa menurut psikologi bertingkat dengan dibagi menjadi tiga, yakni dewasa awal, madya, dan akhir.
Usia dewasa awal sekitar usia 18-21 tahun, dewasa madya yakni orang-orang pekerja produktif sampai maksimal sekitar 40 tahun, dan kemudian dilanjutkan dewasa akhir dan seterusnya.
Baca juga: Trending di Twitter gara-gara Konser Blackpink, Apa Itu FOMO?
Penyebab sifat inner child
Ratna mengungkapkan, penyebab utama dari inner child karena konflik pada masa anak-anak yang belum terselesaikan secara batin.
Konflik tersebut bisa berasal dari lingkungan bermain atau keluarga.
Salah satunya yakni ketika anak-anak dihadapkan dengan keluarga yang berantakan, sehingga ia tidak terurus dan diperhatikan dengan baik.
“Ia tidak mendapatkan apa yang seharusnya didapatkan saat masih kecil, sehingga keinginan untuk mendapatkan suatu hal itu terbawa sampai dewasa,” jelasnya.
Kemudian inner child juga bisa tumbuh karena saat masih kecil, mereka ditinggalkan atau kehilangan orangtua.
Sehingga mereka tidak mempunyai figur orang dewasa di kehidupan sejak kecil.
Selain itu, inner child pada orang dewasa juga dikarenakan orangtua memberlakukan anaknya dengan tidak biasa atau menggunakan kekerasan termasuk sering disalah-salahkan oleh orang lain.
“Saat dewasa, justru membuat dirinya menjadi dingin atau susah untuk didekati, ingin menyendiri, dan tidak mudah percaya orang lain,” sebutnya.
Pola asuh
Selain konflik, Ratna mengatakan bahwa perlakuan pola asuh yang terlalu memanjakan anak dapat membuat tumbuhnya kepribadian inner child saat dewasa.
“Ketika kecil, semua hak dituruti oleh orangtunya, apapun bisa didapatkan,” ungkapnya.
Oleh karena itu, sifat yang merasa dapat mempunyai apapun itu akan menumbuhkan kepribadian inner child.
“Apa-apa diturutin maka dia akan bergantung kepada orang lain dengan terlihat manja, bossy, susah untuk dimintai tolong, dan susah diatur,” tuturnya.
Baca juga: Benarkah Golongan Darah Bisa Menentukan Kepribadian? Ini Penjelasan Ilmiahnya
Cara mengtasi inner child
Ratna memberikan sejumlah cara untuk mengatasi kepribadian inner child pada orang dewasa, antara lain:
- Melakukan relaksasi, menenangkan diri, dan menerima yang sudah terjadi sebagai suatu kekayaan batin
- Melakukan sesuatu yang disukai seperti hobi
- Mencari support system, agar kita dapat meningkatkan motivasi kita saat kita merasa tak lagi mampu mengatasinya sendiri
- Mengenali diri sendiri dengan sebenar-benarnya
- Berani berharap atau bermimpi dan lakukan apa yang dicita-citakan atau diimpikan itu
- Menulis semacam pengalaman pribadi dalam diary, bahkan bisa bermanfaat untuk orang lain
- Konsultasi ke psikolog jika perlu.