Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pihak SMP di Temanggung Sebut Siswa Bakar Sekolah Caper, Serikat Guru: Tak Paham Kondisi Psikologis

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS/Regina Rukmorini
Siswa kelas VII SMPN 2 Pringsurat, Temanggung, Jawa Tengah nekat membakar sekolahnya sendiri pada Selasa (27/6/2023) karena merasa sakit hati usai di-bully oleh teman dan gurunya.
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) buka suara soal tindakan siswa SMP di Temanggung, Jawa Tengah yang membakar sekolahnya sendiri pada Selasa (27/6/2023).

Diberitakan Kompas.com, Kamis (29/6/2023), siswa berinisial R (14) tersebut mengaku sakit hati karena sering menerima perundungan dari teman-teman dan beberapa guru.

"Rasa sakit hati, akumulasi ini maka dia merencanakan untuk membakar sekolah," ujar Kapolres Temanggung AKBP Agus Puryadi dalam konferensi pers, Rabu (28/6/2023).

Kepala SMP Negeri 2 Pringsurat, Bejo Pranoto mengatakan, R diketahui sebagai siswa yang sering mencari perhatian guru.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Saat melakukan kesalahan dan dipanggil oleh guru, dia sering kali berpura-pura muntah atau bahkan kesurupan," ujar Bejo.

Ketua Dewan Pakar FSGI Retno Listyarti menegaskan, pihak sekolah tidak memahami kondisi psikologis R yang masih anak-anak.

"Tampak bahwa sekolah tidak memahami kondisi psikologis R," tutur Retno dalam keterangan yang diterima Kompas.com, Sabtu (1/7/2023).

Menurut dia, pernyataan sekolah justru terus menyudutkan R dengan menyebutnya sebagai anak yang cari perhatian alias caper.

"Padahal, muntah bisa jadi merupakan dampak stres yang dialami R, karena orang yang stres umumnya mengalami masalah dengan pencernaan," kata dia.

"Orang yang stres terkadang juga kesurupan, seolah melihat makhluk lain," lanjut Retno.

Baca juga: Jadi Tersangka, Ini 5 Fakta Siswa Bakar Sekolah di Temanggung


Sekolah sebenarnya bisa bantu anak pulih

Retno melanjutkan, anak yang mengalami perundungan atau bullying di sekolah, umumnya dapat mengatasi rasa tertekan secara psikis jika ada dukungan dari keluarga.

Sistem pendukung yang baik mampu membuat anak-anak dapat mengelola emosi, di bawah bimbingan dan perhatian orangtua.

"Kalau pihak sekolah juga mampu menangani tindak kekerasan yang terjadi di lingkungan sekolah dengan tepat, maka para korban akan pulih," terang Retno.

Dengan demikian, para pelaku perundungan akan menyadari kesalahan dan tidak mengulanginya kembali.

FSGI pun mengecam segala bentuk kekerasan yang dilakukan siapa saja, termasuk dengan dalih mendisiplinkan anak.

Menurut dia, mendidik anak untuk disiplin tidak harus dilakukan dengan kekerasan.

Sebaliknya, penggunaan kekerasan justru akan berdampak buruk pada perilaku dan tumbuh kembang anak.

"Oleh karena itu, FSGI mendorong semua orang dewasa di sekitar anak, baik orangtua maupun guru harus mendidik dengan penuh kasih sayang tanpa kekerasan," tuturnya.

Baca juga: Siswa SMP di Temanggung Bakar Sekolah karena Sering Di-bully, Mengapa Anak Bisa Menjadi Pelaku Bullying?

Sekolah dan orangtua berperan cegah perundungan

Di sisi lain, Retno mengapresiasi kepolisian yang mengedepankan kepentingan anak dan menerapkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).

"Di mana anak berkonflik dengan hukum (ABH) yang belum berusia 14 tahun tidak ditahan tetapi hanya wajib lapor didampingi orangtua," kata dia.

Kendati demikian, pihaknya tetap mendesak Dinas Pendidikan Kabupaten Temanggung untuk menciptakan sekolah yang aman.

Adapun caranya, yakni dengan mengimplementasikan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.

Jika sekolah menerapkan ketentuan tersebut, kekerasan di satuan pendidikan sebenarnya dapat dicegah.

Termasuk, dengan pembentukan satuan tugas anti-kekerasan dari perwakilan guru, siswa, dan orangtua, sistem pengaduan yang melindungi korban dan saksi, serta penanganan yang melibatkan lembaga psikolog.

"Sayangnya pembentukan satgas dan sistem pengaduan yang diamanatkan oleh Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 belum banyak diimplementasikan di sekolah-sekolah," ujar Retno.

Retno turut berpesan, pencegahan tindak kekerasan terhadap anak dapat dilakukan dengan kolaborasi antara sekolah dan orangtua.

Orangtua harus menerapkan pengasuhan yang positif tanpa kekerasan untuk mencegah pelampiasan rasa marah dan tersakiti anak kepada orang lain.

Tak hanya itu, mereka juga harus mendidik anak untuk berani berbicara jika mengalami kekerasan dari teman sebaya di sekolah.

Pasalnya, tak jarang korban memilih diam hingga pelaku terus melakukan tindak kekerasan.

"FSGI juga mendorong guru BK (Bimbingan Konseling) di sekolah dapat mendeteksi awal, anak-anak yang berpotensi mengalami masalah psikis akibat perundungan yang dialaminya," pungkasnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi