KOMPAS.com - Kasus remaja obesitas kembali terjadi di Indonesia. Ramaja tersebut bernama Ahmad Juwanto (19), warga Ceger, Cipayung, Jakarta Timur.
Juwanto memiliki berat badan 230 kilogram.
Juwanto dievakuasi oleh Sudin Penanggulangan Kebakaran Dan Penyelamatan (Gulkarmat) Jakarta Timur dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta untuk dibawa ke RS Adhyaksa setelah mendapat rujukan dari Puskesmas Kecamatan Cipayung, Kamis (7/7/2023).
Juwanto akan diperiksa oleh tim dokter yang terdiri dari dokter spesialis penyakit dalam dan dokter spesialis gizi.
Kasus obesitas yang menimpa Juwanto bukan pertama kali terjadi. Sebelumnya, Fajri, remaja dengan bobot 300 kg meninggal dunia setelah mengalami syok sepsis, yaitu keadaan saat terjadi respons tubuh terhadap infeksi yang berat.
Dia juga mengalami kegagalan fungsi multiorgan, mulai dari jantung, pembuluh darah, tekanan darah turun, dan ginjal bermasalah.
Lantas, mengapa seseorang bisa memiliki berat badan hingga ratusan kilogram?
Baca juga: Bisa Memicu Kematian, Ini 7 Bahaya Obesitas yang Harus Diwaspadai
Ahli gizi: gejala diabaikan
Dokter spesialis gizi klinik dari Mochtar Riady Comprehensive Cancer Center (MRCCC) Siloam Hospital Jakarta Selatan Inge Permadhi mengatakan, pada dasarnya kenaikan berat badan pada penderita obesitas terjadi secara bertahap.
Menurut Inge, kenaikan berat badan itu sering kali diabaikan dan tidak diimbangi dengan program penurunan berat badan untuk mencapai kategori normal.
"Biasanya mereka tuh umumnya awalnya merasa berat gitu. Ya tapi kan terus diabaikan," kata Inge, saat dikonfirmasi oleh Kompas.com, Jumat (7/7/2023).
Sikap abai tersebut cenderung diikuti dengan rasa enggan untuk mengetahui kondisi tubuh seseorang dengan mengetahui massa indeks tubuh (IMT).
Dalam beberapa kasus, Inge kerap menemui pasien yang mengelak terhadap apa yang terjadi di tubuhnya.
Pasien yang datang mengatakan bahwa berat badan mereka masuk ke dalam kategori over weight.
Namun, saat dilakukan pemeriksaan, pasien tersebut ternyata sudah masuk ke dalam kategori obesitas.
Baca juga: Benarkah Bayi Bisa Obesitas karena Sering Konsumsi Kental Manis? Ini Kata Dokter
Inge menjelaskan, obesitas dibedakan menjadi tiga kategori, yakni obesitas level I, II, dan III.
Cara mengetahui level obesitas seseorang adalah dengan menghitung berat badan ideal melalui IMT. Berikut IMT untuk kategori obesitas:
- Obesitas level I: 30,0–34,9
- Obesitas level II: 35,0–39,9
- Obesitas level III (ekstrem): lebih dari 40,0.
Adapun cara untuk menghitung IMT sebagaimana diberitakan Kompas.com (2/5/2023) adalah sebagai berikut:
- IMT = Berat badan (kg) : (Tinggi Badan (m) x Tinggi Badan (m) ).
Misalnya, Anda memiliki berat badan 90 kg dengan tinggi badan 150 cm. Maka berikut cara menghitung berat badan ideal menggunakan IMT adalah sebagai berikut:
- Indeks Massa Tubuh (IMT): 90 kg : (1,5 m x 1,5 m) = 40
Hasil IMT menunjukkan bahwa berat badan 90 kg pada seseorang dengan tinggi 150 cm sudah dalam kategori obesitas level III atau ekstrem.
Baca juga: Benarkah Merokok Menyebabkan Obesitas?
Penyebab obesitas
Berat badan di atas normal disebabkan oleh banyak hal, seperti faktor keturunan, fisiologi, dan lingkungan yang dikombinasikan dengan pola makan, aktivitas fisik dan pilihan olahraga.
Dikutip dari Nation Wide Childrens, obesitas pada remaja juga bisa disebabkan oleh faktor genetik, metabolisme tubuh, kurang tidur, gaya hidup, dan masalah emosional.
Faktor genetik memang bisa menyebabkan obesitas. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengatakan, seseorang dengan genetik obesitas berpeluang 40-50 persen mengalami obesitas.
Apabila kedua orangtuanya menderita obesitas, maka peluang faktor keturunan menjadi 70-80 pesern.
Kendati demikian, dilansir dari HSPH Harvard, seseorang yang membawa genetik obesitas belum tentu akan mengalami obesitas.
Penelitian menunjukkan bahwa faktor genetik hanya berkontribusi kecil terhadap risiko obesitas. Studi menunjukkan bahwa aktivitas fisik dapat mengimbangi efek satu gen pemicu obesitas.
Penelitian, yang dilakukan pada 17.058 orang Denmark, menemukan bahwa orang yang membawa gen pemicu obesitas dan tidak bergerak aktif memiliki BMI lebih tinggi.
Sebaliknya, memiliki genetik obesitas tampaknya tidak menjadi masalah bagi orang-orang yang bergerak aktif.
BMI mereka tidak lebih tinggi atau lebih rendah daripada orang yang tidak memiliki gen obesitas.
Baca juga: Bukan Susu Kental Manis, Kemenkes Ungkap Faktor Pemicu Obesitas pada Bayi Kenzi
Cara menurunkan berat badan obesitas
Proses menurunkan berat badan memang bukan perkara yang mudah. Pada penderita obesitas, menurunkan berat badan akan terasa berat.
Menurut Inge, kemampuan untuk memilih makanan yang baik dan keinginan untuk berolahraga menjadi kunci seseorang bisa terhindar dari penyakit obesitas.
"Pertama, tingkah laku dia tuh juga harus menunjang ke arah sana (baca: penurunan berat badan). Kemudian dilaksanakan dengan memilih makanan yang baik maksudnya makanan yang sehat dalam penurunan berat badan," jelas Inge.
Selain memilih makanan yang baik secara asupan gizi, Inge juga mengingatkan penderita obesitas untuk memperhatikan jumlah kalori yang masuk ke dalam tubuh dengan mengatur porsi makan.
Adapun kelebihan lemak di dalam tubuh yang sudah tertimbun, bisa segera dibakar dengan cara berolahraga.
Olahraga mampu meningkatkan metabolisme tubuh. Akibatnya, pembakaran lemak yang ada di dalam tubuhnya juga bisa berlangsung dengan efektif.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.