Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Masih Turun Hujan padahal Ada Fenomena El Nino?

Baca di App
Lihat Foto
SHUTTERSTOCK/Brian A Jackson
Ilustrasi hujan deras.
|
Editor: Farid Firdaus

KOMPAS.com – Sejumlah daerah di Indonesia beberapa hari belakangan ini masih dilanda hujan deras padahal saat ini ada fenomena El Nino yang menyebabkan kekeringan.

Fenomena El Nino atau El Nino Southern Oscillation (ENSO) itu diungkapkan oleh Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati.

Dia mengatakan, diperkirakan terjadi curah hujan di bawah normal sampai September 2023.

“Diprediksi akan berlangsung dengan intensitas lemah sekitar bulan Juni kemudian setelah Juni diprediksi menguat sampai moderat,” katanya dilansir dari Kompas.com (7/6/2023).

Baca juga: Fenomena El Nino dan Peringatan WHO soal Peningkatan Penyebaran Penyakit

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hal itu dapat dilihat dari wilayah Indonesia yang semakin berwarna cokelat hingga cokelat kehitaman dari bulan ke bulan pada peta prakiraan curah hujan bulanan yang ditayangkan BMKG saat konferensi pers.

"Prosentasenya semakin rendah ya, semakin coklat dari Juli, Agustus semakin meluas, September cokelat semua," jelasnya menerangkan gambaran peta tersebut.

Selain itu, potensi kekeringan tahun ini juga ditambah dengan adanya Indian Ocean Dipole (IOD) yang menguat ke arah positif.

Pergerakan ENSO dan IOD yang sama-sama menguat ke arah positif pada Juni 2023 mempengaruhi kondisi Indonesia yang menjadi lebih kering daripada fenomena El Nino atau IOD positif yang terjadi sendiri.

Lantas, mengapa sejumlah daerah di Indonesia masih dilanda hujan deras meski sudah memasuki fase El Nino?

Baca juga: Bagaimana Proses Terjadinya Hujan? Berikut Penjelasannya

Penjelasan BRIN

Peneliti dari Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulihastin mengatakan, sejumlah daerah di Indonesia masih dilanda hujan deras meski ada El Nino karena adanya kemarau basah.

Kemarau basah adalah kondisi ketika musim kemarau cenderung masih mempunyai intensitas hujan yang tinggi.

“Anomali iklim berupa kemarau basah pada 2023 memiliki situasi yang mirip dengan kemarau pada 2013,” terangnya kepada Kompas.com, Jumat (7/7/2023).

Namun, kemarau basah yang terjadi pada 2013 saat itu, ENSO dan IOD dalam posisi netral atau tidak menguat seperti tahun ini.

Ia menjelaskan, istilah kemarau basah sendiri baru diperkenalkan pada 2008.

“Namun, baru kali ini kemarau basah terjadi selama fase El Nino,” jelasnya.

Erma memperkirakan, kemarau basah tahun ini akan terjadi sampai September.

“Selama musim kemarau (Juli-September) potensi dinamika vorteks di Samudra Hindia dan penghangatan suhu muka laut masih tinggi yang menyebabkan kemarau basah di Indonesia,” katanya.

Baca juga: Mengapa Suara Hujan Bisa Menenangkan? Ini Penjelasannya

Penyebab kemarau basah

Erma mengungkapkan, terdapat sejumlah penyebab adanya kemarau basah pada tahun ini, antara lain:

Baca juga: Hujan Abadi di Mawsynram, Daerah Paling Basah di Dunia

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi