Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan
Bergabung sejak: 24 Mar 2020

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Wawonii Jangan Menjadi Minamata

Baca di App
Lihat Foto
W. Eugene Smith
Foto seorang anak yang terkena penyakit minamata
Editor: Sandro Gatra

SAYA belum pernah berkunjung ke Minamata, Jepang. Namun kebetulan pernah menonton film berjudul Minamata garapan sutradara Andrew Levitas, berdasarkan buku berjudul sama tulisan pasangan suami-isteri Eugene Smith dan Aileen Mioko Smith.

Film tersebut dibintangi Johnny Depp berperan sebagai Eugene Smith, seorang jurnalis fotografer majalah Life, Amerika Serikat meliput dampak penyakit akibat keracunan merkuri yang menimpa para warga Minamata, Jepang.

Penyakit Minanata pertama kali diidentifikasi berjangkit pada 1956, di desa nelayan Minamata yang kebetulan juga merupakan lokasi pabrik pupuk kimiawi, karbid dan klorid vinil, Nippon Chisso Hiryo.co.

Limbah merkuri yang dibuang oleh pabrik kimia tersebut mengkontaminasi ikan dan kerang yang dimakan masyarakat desa sekitar pabrik sehingga menimbulkan penyakit yang kemudian disebut Minamata. Para ibu melahirkan bayi-bayi cacat pada organ tubuh maupun otak.

Semula pabrik Nippon Chisso Hiryo.co didukung oleh pemerintah dan aparat keamanan setempat menolak tuduhan bahwa limbah merkuri menimbulkan penyakit pada warga desa Minamata.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Unjuk rasa protes warga juga selalu dilumpuhkan oleh pentungan dan semprotan gas air mata oleh polisi dan tentara setempat.

Sampai akhirnya Eugene Smith dibantu asisten yang kemudian menjadi istrinya secara gerilya berhasil membuat serial foto para ibu dengan anak-anak mereka yang cacat akibat keracunan merkuri.

Foto-foto Eugene Smith tentang amanat penderitaan rakyat desa Minamata dimuat di majalah Life yang menghebohkan seluruh dunia terhadap skandal pencemaran lingkungan hidup yang terjadi di Minamata.

Saya juga belum pernah ke pulau Wawonii di Sulawesi Tenggara. Namun saya sempat menerima kiriman berita dari mahaguru kemanusiaan saya, Sandyawan Sulardi yang sedang bertapa di Leiden.

Pada Mei 2023, tim Ekspedisi Indonesia Baru tiba di Pulau Wawonii dan menyaksikan konflik warga dengan perusahaan tambang nikel setempat.

Pencemaran air, perampasan lahan, hingga kriminalisasi telah menghantui warga sejak 2017 sampai hari ini.

Secara hukum, pulau yang luasnya kurang dari 2.000 km2, tak boleh ditambang. Sementara Pulau Wawonii luasnya 800 km2 ternyata ada tambang nikel.

Warga ditangkap dan dikriminalisasi. Penduduk 5 desa kesulitan air bersih. Berita itu disertai rekaman video yang mengungkapkan amanat penderitaan rakyat Wawonii yang mengeluh terpaksa minum air dari sumber air yang tercemar lumpur dan limbah yang berasal dari pabrik nikel setempat.

Saya tidak tahu sejauh mana kebenaran berita dan video yang dibuat oleh tim Ekspedisi Indonesia Baru pada masa semua orang bisa bikin berita hoax dan video yang diedit sesuai kehendak dan selera masing-masing.

Jika ternyata hoax, maka para pembuat hoax harus ditangkap oleh aparat penegak hukum di persada Indonesia tercinta ini.

Namun jika berita dan video tersebut benar adanya, maka mohon penguasa setempat selaras dengan makna luhur sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab segera turun tangan untuk menyelamatkan dan melindungi warga pulau Wawonii dari angkara murka ancaman malapetaka pencemaran lingkungan hidup yang menyengsarakan rakyat.

Mohon jangan sampai Wawonii menjadi Minamata.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi