Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bintik Matahari Capai Jumlah Terbanyak dalam 21 Tahun Terakhir, Apa Dampaknya bagi Bumi?

Baca di App
Lihat Foto
(Andrew McCarthy)
Ilustrasi Matahari. Bintik Matahari teramati capai jumlah tertinggi dalam 20 tahun terakhir.
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Jumlah bintik Matahari atau sunspot terpantau mencapai titik tertinggi selama hampir 21 tahun terakhir.

Temuan pada bulan lalu ini merupakan tanda aktivitas pusat tata surya mendekati puncak, atau biasa disebut dengan titik maksimum Matahari.

Diberitakan Live Science, Rabu (5/7/2023), kehadiran ratusan bintik Matahari membuat titik maksimum diprediksi lebih cepat dan jauh lebih ekstrem dari perkiraan semula.

Pada Juni 2023, Space Weather Prediction Center melaporkan, sejumlah 163 sunspot muncul di permukaan Matahari.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bintik Matahari sebanyak itu terakhir kali teramati pada September 2002, yakni sebanyak 187 bintik.

Baca juga: Ramai soal Kiamat Internet Berbulan-bulan Dapat Terjadi, NASA Lakukan Prediksi dengan AI


Bintik Matahari tanda akan terjadi titik maksimum

Para ilmuwan memang sangat memperhatikan jumlah bercak hitam atau bintik Matahari.

Pasalnya, kehadiran sunspot merupakan cara termudah untuk melacak perubahan aktivitas pusat tata surya ini selama siklus Matahari.

Siklus Matahari merupakan siklus sebelas tahun sekali ketika jumlah bintik Matahari mencapai puncaknya.

Dilansir dari laman Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (Umsu), bintik Matahari adalah area yang memiliki medan magnet kuat.

Medan magnet di bintik Matahari bahkan bisa mencapai 2.500 kali lebih kuat dari Bumi, serta jauh lebih tinggi daripada tempat lain di area Matahari.

Bintik atau bercak hitam sendiri disebabkan oleh medan magnet yang menembus permukaan Matahari.

Kondisi tersebut hanya terjadi saat medan semakin terjerat dirinya sendiri selama siklus Matahari berlangsung, sebelum akhirnya berbalik sepenuhnya untuk memulai siklus baru.

Pada awal setiap siklus Matahari, bintang ini dalam keadaan paling tenang atau dikenal sebagai solar minimum. Saat itu, hampir tidak ada bintik Matahari sama sekali.

Namun, saat Matahari mendekati titik maksimum, jumlah bintik hitam akan meningkat tajam hingga bintang di tata surya ini nyaris tertutup.

Matahari juga mulai menyemburkan jilatan api dengan intensitas semakin sering dan kuat.

Baca juga: NASA Peringatkan Potensi Kiamat Internet pada 2025, Apa Penyebabnya?

Titik maksimum bisa datang lebih awal dan kuat

Para ilmuwan mencatat, saat ini Matahari berada di siklus ke-25, sejak secara resmi dimulai pada Desember 2019.

Pada akhir 2019, ilmuwan memperkirakan bahwa siklus ini akan mencapai puncak pada 2025 dengan intensitas serupa siklus sebelumnya.

Artinya, intensitas semula diprediksi akan lebih sedikit dibandingkan dengan siklus lain yang pernah tercatat.

Kendati demikian, siklus Matahari ke-25 telah berkembang dan menunjukkan tanda-tanda jauh lebih aktif daripada prediksi awal.

Oleh karenanya, para ilmuwan pun saat ini percaya bahwa solar maksimum dapat datang lebih awal dan jauh lebih kuat daripada siklus terakhir.

Baca juga: Gerhana Matahari Hibrida, Seberapa Sering Terjadi di Indonesia?

Dampak bagi Bumi

Selama 28 bulan terakhir, jumlah bintik Matahari yang diamati lebih tinggi dari prediksi awal, seperti diberitakan Chron, Kamis (6/7/2023).

Misalnya, angka prediksi untuk Juni hanya 77, kurang dari setengah jumlah bintik Matahari yang sebenarnya.

Kondisi saat ini lebih sejalan dengan siklus Matahari ke-23, yang memuncak antara 2000 dan 2001.

Selama titik solar maksimum tersebut, jumlah bintik Matahari tertinggi adalah 244 yang terjadi pada Juli 2000.

Di sisi lain, pada 29 Juni 2023, bintik Matahari yang baru muncul 48 jam sebelumnya tiba-tiba membengkak menjadi raksasa yang berukuran sekitar 10 kali lebih lebar dari Bumi.

Bercak hitam itu pun menjadi salah satu bintik Matahari terbesar dari siklus Matahari ke-25.

Pada 2 Juli lalu, bintik hitam ini terpantau "meludah" mengeluarkan semburan kelas X, jenis terkuat yang dapat dihasilkan Matahari.

Semburan tersebut menghantam langsung ke Bumi dan menyebabkan pemadaman radio di Amerika Serikat bagian barat serta Samudra Pasifik bagian timur.

Fenomena ini pun menjadi tanda lain yang menunjukkan bahwa titik maksimum Matahari semakin dekat dan akan lebih ekstrem dari diperkirakan.

Kendati demikian, bintik Matahari bukan satu-satunya indikator titik maksimum yang akan datang berpotensi lebih kuat dari siklus terakhir.

Tanda lain, yakni pada Maret 2023, termosfer atau lapisan atmosfer tertinggi kedua milik Bumi telah mencapai suhu tertinggi selama hampir 20 tahun.

Kondisi tersebut disebabkan termosfer yang menyerap kelebihan energi dari badai Matahari pada awal tahun 2023.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi