Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Migrasi Domisili KK, Siasat Mengelabui PPDB demi Incar Sekolah Favorit

Baca di App
Lihat Foto
FADLAN MUKHTAR ZAIN
Siswa melihat daftar nomor antrean di SMA Negeri 1 Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Senin (19/6/2023).
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2023 kini tengah berlangsung di berbagai daerah.

Namun, beragam kecurangan PPDB telah dilaporkan oleh banyak pihak.

Misalnya, aksi migrasi atau titip identitas anak di Kartu Keluarga (KK) dan alamat yang kurang jelas yang dilaporkan di Kota Bogor, Jawa Barat.

Menindaklanjuti laporan itu, Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto pun langsung menelusurinya.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Salah satu lokasi yang ditelusuri oleh Bima Arya adalah Gang Selot dan Jalan Kantor Batu, Kelurahan Paledang, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor yang tak jauh dari SMPN 1 Kota Bogor dan SMAN 1 Kota Bogor.

"Ada beberapa rumah tidak ditemukan nama anak itu dan ada yang mencurigakan juga, koordinatnya dekat, tetapi ketika mendaftar alamatnya jauh gitu ya, jadi saya kira ini betul-betul ada permainan," kata Bima, dikutip dari Antara (7/7/2023).

Baca juga: Banyak Calon Siswa Numpang KK Saat PPDB, Disdikpora DIY Terbentur Aturan Menteri


Kecurangan di daerah lain

Fenomena migrasi KK demi incar sekolah favorit juga ditemukan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menemukan, masih ada orangtua yang tiba-tiba berdomisili dekat sekolah.

"Tapi memang itu KK-nya terverifikasi. Hanya memang dinas tidak melakukan verifikasi lapangan apakah orangtua dan keluarga tersebut tinggal fisik di situ atau hanya KK-nya saja. Kami dapatkan informasi seperti itu masih terjadi," kata Kepala Ombudsman DIY Budhi Masturi, dikutip dari Kompas.com (10/7/2023).

Selain itu, pihaknya juga menemukan calon siswa yang menumpang KK orang lain. Di dalam KK, anak tersebut masuk dalam klasifikasi "keluarga lainnya".

"Ada modus baru, dia masuk ke KK orang lain, masuknya klasifikasinya ke keluarga lainnya," tuturnya.

"Tidak hanya saudara, tapi orang yang dikenal atau Pak Bon (petugas kebersihan) sekolahan gitu ya. Masuk di situ nanti di keterangannya keluarga lainnya," sambungnya.

Baca juga: Ombudsman DIY Sebut Mindset Masyarakat soal Favoritisme Sekolah Jadi Persoalan Mendasar PPDB Zonasi

Carut marut PPDB

Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menemukan sejumlah persoalan terkait pelaksanaan PPDB.

Koordinator Nasional P2G Satriawan Salim mengatakan, migrasi KK ini umumnya terjadi di wilayah yang memiliki sekolah unggulan.

Modusnya, orangtua memasukkan atau menitipkan nama anaknya ke KK warga sekitar.

"Kasus serupa pernah terjadi di Jawa Tengah, Jawa Barat, Jakarta, Jawa Timur, dan terbaru di Kota Bogor," kata Satria kepada Kompas.com, Senin (10/7/2023).

Satria menuturkan, modus migrasi KK ini semestinya bisa diketahui dan diantisipasi oleh RT atau RW dan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipi (Disdukcapil).

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbud Ristek) Nomor 1 Tahun 2021 disebutkan bahwa domisili calon peserta didik berdasarkan alamat pada KK, diterbitkan paling singkat satu tahun sebelum pendaftaran PPDB.

Dengan demikian, perpindahan kurang dari satu tahun sebelum pendaftaran tidak diperkenankan secara hukum.

"Di sisi lain, fakta menunjukkan kualitas sekolah di Indonesia belum merata. Ini menyebabkan orangtua masih berlomba-lomba memasukkan anaknya ke sekolah yang dianggap lebih unggul," ujarnya.

Baca juga: Saat Orangtua Murid Hilang Kepercayaan akibat Manipulasi Data PPDB Zonasi di Kota Bogor, Kini Lebih Pilih SMA Swasta

Menyimpang dari tujuan awal PPDB

Padahal, tujuan awal sistem PPDB adalah untuk pemerataan kualitas pendidikan, serta meningkatkan kualitas seluruh sekolah negeri.

Sayangnya, tujuan itu hingga kini belum terwujud. Tingkat kesenjangan kualitas antarsekolah pun masih tampak jelas.

Akibatnya, banyak sekolah kelebihan calon peserta didik baru karena terbatasnya daya tampung, khususnya di wilayah perkotaan.

"Jumlah sekolah negeri dan daya tampung sekolah umumnya lebih sedikit ketimbang jumlah calon siswa, sehingga jumlah kursi dan ruang kelas tidak dapat menampung semua calon peserta didik," jelas dia.

"Alhasil calon siswa terlempar meskipun di satu zona. Faktor utamanya, sebaran sekolah negeri tak merata," lanjutnya.

Di sisi lain, banyak sekolah kekurangan siswa akibat sebaran sekolah negeri yang tidak merata.

Kasus ini misalnya terjadi di beberapa daerah di Jawa Tengah.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi