Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR Sahkan RUU Kesehatan Menjadi UU, Sempat Ditolak Dua Fraksi

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/ADHYASTA DIRGANTARA
Ketua DPR Puan Maharani menerima laporan mengenai RUU Kesehatan dalam rapat paripurna pengesahan RUU Kesehatan menjadi UU di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (11/7/2023).
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI resmi mengesahkan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesehatan menjadi Undang-undang (UU).

Pengesahan ini dilakukan melalui Rapat Paripurna DPR ke-29 masa persidangan V tahun sidang 2022-2023, Selasa (11/7/2023) di di ruang rapat paripurna, Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

Rapat ini dipimpin oleh Ketua DPR RI Puan Maharani dengan didampingi Wakil Ketua DPR Lodewijk Freidrich Paulus dan Rachmat Gobel.

"Apakah Rancangan Undang-undang tentang Kesehatan dapat disetujui menjadi UU?" kata Puan, dilansir dari tayangan rapat paripurna di YouTube DPR RI.

"Setuju," jawab peserta rapat yang hadir.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mayoritas fraksi di DPR menyetujui pengesahan RUU Kesehatan tersebut. Fraksi yang setuju meliputi PDIP, Golkar, Gerindra, PKB, PPP, dan PAN.

Sementara Fraksi NasDem menerima dengan catatan, sedangkan Fraksi Partai Demokrat dan PKS menolak pengesahan RUU Kesehatan.

"Kami meyakini dengan disahkannya RUU ini menjadi UU, maka kita telah bergerak maju demi kesehatan seluruh masyarakat Indonesia," kata Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin.

Baca juga: 5 Alasan RUU Kesehatan Didemo Organisasi Profesi Kesehatan


Alasan penolakan

Dalam sidang tersebut, pihak Fraksi Partai Demokrat dan PKS yang menolak pengesahan RUU Kesehatan menyampaikan alasan penolakan tersebut.

Fraksi Demokrat mengusulkan peningkatan anggaran kesehatan atau mandatory spending di luar gaji dan penerima bantuan iuran. Namun, tidak disetujui dan pemerintah dinilai memilih mandatory spending kesehatan dihapuskan

Fraksi Demokrat berpendapat, mandatory spending kesehatan masih diperlukan untuk memenuhi pelayanan kesehatan masyarakat dan pembangunan manusia.

Demokrat juga tidak menyetujui liberalisasi terhadap tenaga kesehatan asing.

"Fraksi Partai Demokrat mendukung hadirnya dokter asing. Namun tetap mengedepankan prinsip bahwa dokter di Indonesia baik lulusan dalam maupun luar negeri diberikan pengakuan layak dan kesempatan mengembangkan karier profesionalnya di negara sendiri," kata Wakil Ketua Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Dede Yusuf Efendi.

Demokrat juga meminta dokter dari luar negeri untuk mematuhi aturan yang ada di Indonesia. Mereka juga menyoroti waktu penyusunan RUU Kesehatan yang kurang terbuka dan terkesan terburu-buru.

Di sisi lain, Fraksi PKS juga menolak pengesahan RUU Kesehatan karena proses penyusunannya yang dianggap tergesa-gesa.

"Fraksi PKS berpendapat, ditiadakannya alokasi wajib mandatory spending kesehatan dalam RUU Kesehatan merupakan kemunduran dalam menjaga kesehatan masyarakat Indonesia," jelas Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Netty Prasetiyani.

Menurut Fraksi PKS, mandatory spending penting untuk memberikan pembiayaan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan jumlah anggaran kesehatan.

Seperti Fraksi Demokrat, PKS juga menyoroti tenaga kesehatan dan medis Indonesia harus mendapatkan lapangan pekerjaan yang cukup apabila ada aturan maupun kedatangan tenaga kesehatan dari luar negeri.

Sebagai catatan, RUU Kesehatan yang disahkan menjadi UU ini terdiri dari 20 bab dan 478 pasal.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi