Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan
Bergabung sejak: 24 Mar 2020

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Kelirumologi Emosi

Baca di App
Lihat Foto
DOK. PRIBADI
Jaya Suprana
Editor: Sandro Gatra

MOHON jangan keliru tafsirkan kelirumologi emosi sebagai ilmu membuat emosi secara keliru.

Pada hakikatnya kelirumologi emosi sekadar upaya mengejawantahkan sukma dasar kelirumologi, yaitu menelaah yang disebut sebagai emosi terutama pada kekeliruan-kekeliruan tafsir terhadap emosi demi meletakkan emosi pada posisi dan proporsi yang lebih benar.

Sebelum mulai menelaah emosi, terlebih dahulu kita perlu sepakat tentang makna emosi dengan menyimak apa kata Kamus Besar Bahasa Indonesia tentang apa yang disebut sebagai emosi.

Ternyata, menurut KBBI, emosi adalah homonim karena memiliki ejaan dan pelafalan yang sama tetapi maknanya berbeda.

Emosi memiliki arti dalam kelas nomina atau kata benda sehingga emosi dapat menyatakan nama dari seseorang, tempat, atau semua benda dan segala yang dibendakan.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Emosi termasuk dalam ragam bahasa cakapan. Maka emosi dapat dimaknakan secara beranekaragam tergantung kehendak dan selera yang memaknakan antara lain: 1) Luapan perasaan yang berkembang dan surut dalam waktu singkat, 2) Marah, 3) Keadaan dan reaksi psikologis dan fisiologis (seperti kegembiraan, kesedihan, keharuan, kecintaan), 4) Keberanian yang bersifat subjektif.

Dari cara penafsiran saja, sudah dapat disimpulkan bahwa KBBI juga cukup terombang-ambing oleh aneka ragam pemaknaan terhadap istilah emosi yang secara etimologis dapat diyakini bukan merupakan kata bahasa Indonesia asli, namun sekadar hasil mengambil-alih istilah bahasa asing.

Saya pribadi yang selama sedasawarsa sempat belajar dan mengajar di Jerman terlanjur menafsirkan semantika emosi beda dari tafsir makna emosi versi bahasa Indonesia seperti dimaknakan oleh KBBI.

Maka saya kurang sreg terhadap pemaknaan emosi terbatas pada “marah”, sebab perasaan manusia lebih beranekaragam ketimbang terbatas “marah” belaka.

Welas-asih, kasih-sayang, peduli, pengertian serta kesabaran bagi saya jelas merupakan bentuk dan jenis emosi yang berlawanan makna dengan marah atau amarah atau angkara murka.

Bahkan akal yang kerap dibedakan dari rasa pada hakikatnya sama akibat sama-sama berasal dari otak.

Luapan perasaan yang berkembang surut dan waktu singkat, menurut saya, juga kurang akurat sebab dendam kesumat yang berkembang dan surut bukan dalam waktu singkat, namun bisa kekal-abadi berkelanjutan sampai akhir hayat dikandung badan pada hakikatnya juga merupakan jenis emosi.

Saya setuju pemaknaan KBBI bahwa emosi adalah “keadaan dan reaksi psikologis dan fisiologis”. Namun pada hakikatnya emosi tidak terbatas pada kegembiraan, kesedihan, keharuan, kecintaan saja.

Keprihatinan, kebencian, kesombongan, keangkuhan, kedengkian, kedendaman, ketidakpedulian, ketidakbelarasaan, kecurigaan de facto juga merupakan emosi.

Maka jika kita menginginkan seseorang tidak bersikap marah-marah sebaiknya jangan kita gunakan istilah “jangan emosi”, tetapi langsung saja “jangan marah-marah”.

Bahkan sebenarnya generasi milenial sudah menyajikan istilah lebih benar ketimbang emosi, yaitu baper sebagai akronim dari terbawa perasaan.

Maka kalimat jangan baper sebenarnya lebih tepat dan lebih Indonesia ketimbang jangan emosi .

Saya masih sulit memahami kenapa emosi juga dimaknakan KBBI sebagai keberanian yang bersifat subyektif akibat bagi saya semua keberanian lazimnya bersifat subyektif.

Keberanian Bung Karno dan Bung Hatta memproklamirkan kemerdekaan bangsa Indonesia, jelas merupakan keberanian subyektif Bung Karno dan Bung Hatta sebab tidak dimiliki secara obyektif oleh segenap insan manusia warga Indonesia terutama subyektif pada diri saya yang penakut ini.

Memang mustahil istilah emosi dapat ditelaah apalagi didefinisikan secara paripurna apalagi sempurna melalui jalur kelirumologis sebagai gagasan seorang insan manusia mustahil sempurna seperti saya ini.

Namun, minimal dari upaya kelirumologi menelaah emosi sebagai istilah bagi perasaan manusia yang multi kompleks dapat ditarik kesimpulan bersifat positif dan konstruktif seperti yang didambakan oleh ilmu yang kini disebut sebagai psikologi positif.

Maka sebaiknya manusia senantiasa berikhtiar menunaikan Jihad Al Nafs, yaitu berjuang menaklukkan hawa nafsu diri sendiri demi TIDAK mendayagunakan emosi untuk tujuan negatif dan destruktif, namun positif dan konstruktif dalam menempuh perjalanan hidup sarat kemelut deru campur debu bertabur kerikil tajam berpercik keringat, air mata dan darah ini!
MERDEKA!

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi