KOMPAS.com - Samurai adalah kesatria atau pasukan elite militer pada zaman feodalisme di Jepang.
Golongan ini muncul sebagai prajurit militan saat Jepang mulai dikuasai oleh pemimpin yang dikenal sebagai shogun.
Selama Jepang diperintah oleh keshogunan (abad ke-12 hingga abad ke-19), samurai menjadi kekuatan militer bagi shogun dan daimyo (pimpinan daerah).
Lalu, seperti apa kehidupan samurai di zaman kekaisaran Jepang?
Baca juga: Sejarah Honda: Awalnya Pemasok Ring Piston untuk Toyota
Salah satu catatan yang merujuk pada kehidupan samurai pada zaman kekaisaran Jepang adalah buku Hagakure yang ditulis pendeta samurai Yamamoto Tsunemoto (1659-1719).
Dikutip dari skripsi Mara Gusti Ramadhani di Universitas Darma Persada, Hagakure berisi aturan tentang ajaran samurai Jepang dan tata laku kehidupan sehari-harinya.
Yamamoto adalah samurai pelayan Nabeshima Mitsushige, daimyo atau penguasa daerah yang saat ini dikenal dengan Prefektur Saga di barat daya Jepang.
Kehidupan sehari-hari samurai
Dalam Hagakure disebutkan, seorang samurai diharuskan bangun, mandi, menata rambutnya setiap hari.
Semua aktivitas itu dimulai sejak jam 4 pagi. Apabila tidak bertempur, apa yang dilakukan oleh para samurai Kekaisaran Jepang sehari-hari?
Samurai makan pagi saat matahari terbit dan istirahat saat hari gelap. Yamamoto Tsunetomo, penulis Hagakure, menyatakan bahwa seorang samurai bekerja hingga usia 40 tahun. Mereka mulai menetap atau pensiun di usia 50 tahun.
Sehari-hari, samurai bekerja di kastil daimyo atau di perkebunan.
Biasanya makanan yang disantap para prajurit samurai itu sederhana saja. Misalnya nasi, kedelai, ikan, sayuran, rumput laut, dan buah-buahan. Pasokan protein utama mereka berasal dari makanan laut.
Baca juga: Samurai: Sejarah, Senjata, Kode Etik, dan Pembubaran
Pada masa damai di Kekaisaran Jepang, samurai senang berburu bebek, babi hutan, atau rusa.
Mereka tidak hanya menghabiskan waktunya dengan menggunakan baju zirah, tetapi juga mencintai seni.
Samurai menyukai kaligrafi, puisi, dan bahkan merangkai bunga. Mereka juga suka melakukan permainan shogi atau go.
Pelatihan samurai di Kekaisaran Jepang
Dikutip dari National Geographic, samurai dilatih untuk teknik pedang atau kenjutsu tertentu.
Pada masa perang di zaman Kekaisaran Jepang, sekolah ilmu pedang berkembang. Mereka diajari oleh para ahli yang disebut sensei atau guru.
Seorang sensei abad ke-17 mengatakan bahwa samurai harus rajin berlatih teknik pedang setiap hari dengan menggunakan pedang kayu.
Samurai harus mengembangkan haragei atau konsentrasi mental dan harus fokus pada ki, energi kehidupan.
Untuk mengontrol energinya, samurai harus melakukan tindakan berulang yang disebut kata. Mula-mula ia melakukannya secara perlahan, kemudian secara bertahap dipercepat untuk dapat meningkatkan daya mematikannya.
Kata didasarkan pada serangan, serangan balik dan strategi pertahanan.
Sementara itu, suburi adalah proses menusuk pedang dimana pedang diayunkan maju mundur melawan lawan imajiner.
Teknik latihan semacam ini berguna untuk mengembangkan keseimbangan dan daya tahan otot.
Dalam pelatihan teknik i atau tombak, para samurai dapat menggunakan tampo yari, atau tombak dengan ujung bulat yang lebih lunak. Mereka juga menggunakan pedang tiruan yang disebut bokuto.
Bokuto adalah pedang kayu yang mirip dengan pedang asli. Jenis pedang tiruan lainnya adalah habiki atau pedang tak bermata. Pada abad ke-16, shinai yang terbuat dari bambu yang diikat menjadi satu juga digunakan untuk latihan.
Baca juga: Kisah Nyata di Balik 47 Ronin, Pembalasan Samurai Tak Bertuan
Anak-anak samurai
Ketika seorang anak lahir dalam keluarga samurai, ayah bayi atau seorang pendeta hadir saat proses persalinan. Tali serut kemudian ditarik untuk mengusir roh jahat.
Setelah proses tersebut, bayi tersebut diberikan sebuah pedang kecil yang wajib dipakainya setiap saat.
Pada usia 3 tahun, dia mulai berlatih dasar-dasar menggunakan pedang kayu. Kemudian pada usia 5 tahun, si anak menerima potongan rambut pertamanya dan diberikan pedang asli, yang disebut mamorigatana.
Pedang tersebut berguna untuk melindungi dirinya.
Slenajutnya antara usia 13 hingga 16 tahun, samurai muda menjalani genpuku, sebuah upacara peralihan.
Dalam ritus ini, dia menerima potongan rambut pertamanya sebagai orang dewasa, diberi wakizashi dan baju zirah. Saat ini, dia sudah diperbolehkan memakai katana.
Di sisi lain, istri samurai diharuskan untuk mengurus perkebunan suami mereka saat mereka bertempur.
Para wanita juga mendapatkan pelatihan bela diri terutama dalam menggunakan naginata dan yari. Jumlah pelatihan yang diterima samurai bergantung pada kekayaan keluarga mereka.
Penampilan samurai
Samurai diharapkan menjadi panutan bagi kelas bawah dengan penampilan mereka. Ketika tidak mengenakan baju zirahnya, samurai mengenakan pakaian tradisional yang bagus.
Tugas formal mengharuskan dia memakai kamishimo, kombinasi jaket formal atau haori dan hakama (celana panjang).
Sementara untuk pakaian informal, kobakama atau celana pendek boleh dikenakan oleh samurai.
Ketika hanya samurai saja yang boleh membawa pedang di Kekaisaran Jepang
Di masa lalu, kelas samurai adalah kelas tertinggi. Ada suatu masa di mana hanya samurai saja yang boleh membawa pedang.
Oda Nobunaga dan Toyotomi Hideyoshi adalah pemersatu pertama Jepang. Saingan Nobunaga adalah para petani dan tentara samurai kelas rendah dari Ikko-ikki.
Oleh karena itu, dia menganjurkan aturan untuk melucuti senjata penduduk pedesaan Ikko-ikki. Kebijakan ini berlaku lebih lanjut dalam memisahkan kelas samurai dan kelas petani selama tahun 1588.
Toyotomi menyadari bahwa alasan utama mengapa penduduk pedesaan Ikko-ikki menantang aturan samurai. Salah satunya adalah tersedianya persediaan gudang senjata.
Sebagai upaya pencegahan terjadinya pemberontakan, Toyotomi mengeluarkan dekrit Perburuan Pedang tahun 1587 di Kekaisaran Jepang.
Inti dari dekrit itu adalah hanya samurai saja yang boleh membawa pedang. Petani diwajibkan untuk menyerahkan pedangnya kepada pemerintah.
Pasukan Toyotomi Hideyoshi memasuki desa, kuil, dan kuil untuk menyita semua persenjataan. Jenis senjata yang dibebaskan adalah tombak, senapan, dan pedang.
Baca juga: Bushido: Kode Etik Samurai Jepang
Sebuah Dekrit Pemisahan kemudian ditiru pada tahun 1591 yang mengutamakan profesionalisme tentara.
Seorang petani yang tidak terlatih memegang senjata jauh lebih berbahaya dan dianggap sebagai penghalang bagi masyarakat.
Dekrit tersebut secara khusus membedakan fungsi militer dan fungsi pertanian.
Seiring dengan berjalannya waktu, kelas samurai pun menghilang dari Kekaisaran Jepang. Pemerintahan shogun akhirnya diganti oleh Kaisar Jepang.
Seorang samurai tidak selalu berada di medan perang. Bila tidak bertempur, mereka berlatih, menikmati seni, dan melakukan upacara minum teh.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.