KOMPAS.com - Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) China Wang Wenbin meminta Jepang menggunakan air limbah radioaktif pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima jika memang air tersebut aman digunakan.
Hal itu disampaikan Wang menanggapi pernyataan Direktur Jenderal Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) Rafael Mariano Grossi yang mengklaim bahwa air limbah tersebut aman.
Wang mengatakan, jika memang air limbah terkontaminasi tersebut aman untuk diminum atau berenang, seharusnya Jepang melakukannya.
"Kami menyarankan agar Jepang memanfaatkan air yang terkontaminasi dengan baik untuk tujuan tersebut dan mengizinkan orang-orang untuk meminumnya atau berenang di dalamnya daripada membuangnya ke laut dan menyebabkan kekhawatiran di kalangan masyarakat internasional," katanya, dikutip dari laporan GlobalTimes, Selasa (11/7/2023).
Baca juga: Rencana Jepang Buang Jutaan Ton Air Limbah Nuklir ke Laut, Apa Dampaknya?
Wang menyebutkan, laporan IAEA tentang keamanan pembuangan limbah ke laut itu kontroversial. Apalagi, para ahli yang terlibat dalam penilaian memiliki pandangan yang berbeda tentang keamanannya.
Menurut dia, pernyataan IAEA yang menyebut air limbah aman justru menunjukkan lembaga tersebut mengeluarkan laporan dengan tergesa.
Apa yang disampaikan IAEA juga dinilai Wang telah gagal menjawab keprihatinan masyarakat internasional.
Menurut dia, IAEA tak melakukan penilaian jangka panjang dari pengolahan air limbah yang terkontaminasi nuklir, serta tak melakukan penilaian pada peralatan pemurniannya.
Selain itu, lembaga tersebut juga dianggap Wang tak bisa memastikan air terkontaminasi nuklir yang diolah bisa memenuhi standar dalam jangka waktu 30 tahun ke depan.
"Dampak jangka panjang pembuangan air limbah yang terkontaminasi nuklir ke laut terhadap lingkungan laut dan keamanan pangan bukanlah sesuatu yang dapat dengan mudah disimpulkan oleh IAEA," ujarnya.
Baca juga: Warga Korea Selatan Panic Buying Garam, Dipicu Rencana Jepang Buang Limbah Nuklir
Tak mengundang WHO
Wang menyoroti Jepang belum mengundang organisasi profesional lain, seperti Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk melakukan penilaian dari perspektif kesehatan.
Ia mempermasalahkan mengapa hanya IAEA yang diminta melakukan penilaian dengan data sampel yang disediakan Jepang dalam jumlah terbatas.
Wang menilai kesimpulan yang diambil IAEA hanya berdasarkan asumsi bahwa sistem pemurnian Jepang akan tetap efektif dan dapat diandalkan dalam jangka panjang serta tak memiliki kesalahan dalam pengolahan air buangan selama 30 tahun ke depan.
Penilaian IAEA
Sebelumnya, dikutip dari Bloomberg, IAEA telah menyatakan rencana Jepang untuk melepaskan air limbah dari bencana nuklir Fukushima 2011 memenuhi standar keamanan global.
Badan tersebut menilai, pembuangan air diolah secara terkendali dan bertahap, sehingga pembuangannya ke Samudra Pasifik akan memiliki dampak radiologis yang bisa diabaikan oleh manusia dan lingkungan.
Grossi juga menyampaikan tak ada alternatif lain untuk mengatasi masalah itu selain membuangnya ke laut.
"Jepang telah mempertimbangkan lima opsi total, termasuk pelepasan hidrogen, penguburan bawah tanah dan pelepasan uap, yang akan membuat air limbah mendidih dan dilepaskan ke atmosfer. Tetapi, beberapa dari opsi ini dianggap belum matang secara industri," katanya, dikutip dari CNN.
Baca juga: 7 Pulau Paling Berbahaya di Dunia, Ada yang Pernah Jadi Tempat Uji Coba Nuklir
Limbah nuklir dibuang ke laut
Diketahui, Jepang berencana membuang air olahan limbah dari pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima ke laut.
Air limbah Fukushima berukuran 1,32 juta metrik ton atau setara air dalam 500 kolam renang olimpiade.
Pembuangan air limbah itu diperkirakan bisa memakan waktu hingga puluhan tahun.
Pembuangannya diperkirakan dimulai selama musim panas.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.