Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Hanya Nikuba, Ini Sederet Temuan Aryanto Misel

Baca di App
Lihat Foto
Screenshot Youtube KOMPASTV
Ilustrasi teknologi konversi air menjadi bahan bakar Nikuba, yang tayang di lama Youtube KOMPAS TV pada tahun 2022.
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Aryanto Misel ternyata tidak hanya menemukan Niku Banyu (Nikuba), alat inovasi yang diklaim mampu mengubah air menjadi bahan bakar minyak (BBM).

Sebelumnya, Aryanto Misel, pria asal Cirebon, Jawa Barat itu juga membuat alat inovasi lainnya.

Dalam wawancara eksklusif bersama dengan Aiman di Kompas TV, Aryanto juga membuat alat pemadam api ringan (APAR) yang terbuat dari kulit singkong.

Pria kelahiran Semarang, 30 Agustus 1955, itu menjelaskan alasan mengapa kulit singkong bisa digunakan untuk bahan APAR yang diklaim tidak menggunakan bahan kimia itu.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Di dalam kulit singkong itu mengandung yang namanya potasium sitrat. Potasium sitrat itu untuk melawan api," terangnya dalam wawancara bersama Kompas TV (2022).

Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa sistem kerja alat tersebut tidak menutup oksigen, tetapi memutus mata rantai reaksi pembakaran.

Baca juga: Ramai soal Nikuba, Mungkinkah Air Bisa Diubah Jadi Bahan Bakar?

Pemadam api sistem lempar

Selain membuat APAR organik dari bahan kulit singkong, Aryanto juga membuat pemadam api dengan sistem lempar. Alat itu diberinya nama Anaro.

Bentuknya bulat seperti bola yang dibungkus dengan styrofoam berwarna hijau yang kemudian diikat dengan plastik.

"Di dalamnya itu (ada) serbuk kulit singkong. 99 persen bubuk kulit singkong, 1 persennya anti gumpalnya," kata Aryanto.

Alat tersebut akan meledak dalam hitungan menit dan memadamkan api.

"Indonesia tidak ada yang nerima. Ya karena Indonesia kalau ada barang murah kan enggak mau," kata dia.

Pada saat itu, harga alat pemadam kebakaran itu hanya Rp 200.000, lebih murah dari APAR pada umumnya yang dibanderol dengan harga Rp 270.000-Rp 300.000.

Saat dicoba, alat tersebut benar-benar meledak dan mengeluarkan serbuk berwarna putih.

"Itu serbuk kalau buat pupuk kebon sangat sumbur sekali," terang Aryanto.

Teknologi tersebut kemudian dijual patennya pada perusahaan riset di Hongkong dan Singapura seharga Rp 350 juta.

Baca juga: Penemu Nikuba Diundang ke Italia, BRIN: Kami Tidak Memberi Pengakuan

Minyak antiapi Ko Hi HPA

Diberitakan Kompas.com (2016), Aryanto juga menemukan minyak antiapi yang terbuat dari kulit singkong yang diberi nama Ko Hi HPA.

Nama Ko Hi dalam bahasa Jepang artinya antirambat api. Sementara HPA adalah singkatan dari hasil penamaan yang disematkan Aryanto sendiri.

Aryanto mengatakan, minyak antiapi itu dibuat dari kulit singkong yang digiling hingga halus.

Kandungan potasium sitrat dalam kulit singkong mampu menstabilkan berbagai senyawa, seperti sitrat yang membuat reaksi kimia pada api menjadi mati.

"Saya hanya belajar dari buku tentang Kimia dan Fisika. Itu kesukaan saya. Dan, terus mencoba mempraktikkannya," ujarnya.

Cairan itu mampu meresap 1 sentimeter ke benda yang dioleskan sehingga api tidak merambat.

Minyak antiapi milik Aryanto itu dijual dengan harga Rp 10.000 per liter. Tiap satu liter minyak antiapi mampu mengamankan wilayah 10 meter persegi terjangan api.

Selain digunakan memadamkan api saat kebakaran hutan, penemuannya ini juga dipakai untuk mencegah kebakaran rumah. Produk itu telah dikirim ke luar Cirebon, seperti Jakarta.

Temuannya itu bahkan telah dibeli perusahaan Jepang dengan harga sekitar Rp 700 juta.

Baca juga: Penemu Sebut Tidak Butuh Pemerintah dan Hendak Jual Nikuba Rp 15 Miliar ke Luar Negeri, Ini Respons BRIN

Karya Aryanto lainnya

Temuan inovasi berbahan kulit singkong hanya segelintir dari 30 karyanya, yang mungkin saja saat ini sudah bertambah.

Beberapa inovasi lain di antaranya minyak angin aroma terapi, karet ajaib pencegah tabung gas elpiji meledak, juga bahan bakar minyak dari bahan nabati.

Karya itu ia rintis sejak 1987 dengan satu kesamaan: semuanya berasal dari bahan baku organik.

"Saya melawan anorganik. Itu berbahaya,” ucapnya.

Bahan bakar untuk mesin diesel temuannya, misalnya, berasal dari minyak nabati (80 persen) dan selebihnya formula kimia.

Penggunaan bahan bakar itu lebih hemat 40 persen dibandingkan solar sehingga bermanfaat bagi nelayan.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi