KOMPAS.com - World Health Organization (WHO) memberikan data yang menyebutkan bahwa lebih dari 5 persen populasi di dunia telah mengalami gangguan pendengaran.
Data dari WHO juga menunjukkan gangguan pendengaran bisa dialami oleh anak-anak, tidak hanya orang dewasa.
Jumlah manusia yang mengalami gangguan pendengaran itu berpotensi bertambah dari tahun ke tahun.
Bahkan, menurut data di laman WHO, lebih dari 700 juta orang diperkirakan akan mengalami gangguan pendengaran pada 2050.
Data lain menyebut lebih dari 1 miliar orang dewasa berisiko mengalami gangguan pendengaran permanen yang sejatinya bisa dihindari.
Baca juga: 6 Gejala Vertigo, dari Pusing hingga Kehilangan Pendengaran
Dokter spesialis Telinga, Hidung, Tenggorokan, Bedah Kepala, dan Leher (THTBKL) Tri Juda Airlangga Hardjoprawito menjelasakan, gangguan pendengaran terjadi ketika seseorang mengalami penurunan pendengaran di salah satu atau kedua telinga.
"Gangguan pendengaran adalah penurunan pendengaran di salah satu atau kedua telinga, dapat dikategorikan menjadi ringan, sedang, sedang-berat, berat, dan sangat berat," tulis Dokter Tri dalam materi yang diberikan kepada Kompas.com, Jumat (14/7/2023).
Dalam materinya, Dokter Tri juga menjelasakan bahwa gangguan pendengaran bisa memengaruhi komunikasi, emosional, prestasi, dan hubungan sosial.
Di samping itu, WHO menulis, hampir 80 persen orang dengan gangguan pendengaran tinggal di negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Baca juga: Laporan WHO: Lebih dari 1 Miliar Remaja di Dunia Terancam Kehilangan Pendengaran
Tanda-tanda gangguan pendengaran
National Health Service (NHS) menulis beberapa poin yang menjadi tanda-tanda umum seseorang mengalami gangguan pendengaran. Berikut rinciannya:
- Kesulitan mendengar orang lain dan salah memahami perkataan orang lain, terutama di tempat yang bising.
- Meminta orang untuk mengulangi perkataan.
- Mendengarkan musik atau menonton televisi dengan volume lebih besar daripada yang dibutuhkan orang lain.
- Kesulitan mendengar suara di telepon.
- Kesulitan mengikuti percakapan.
- Merasa lelah atau stres karena harus berkonsentrasi saat mendengarkan.
Baca juga: Apakah Virus Corona Membuat Pasien Kehilangan Pendengaran? Simak Studi Ini
Penyebab gangguan pendengaran
Dokter Tri menjelaskan, gangguan pendengaran bisa terjadi karena berbagai penyebab.
Gangguan pendengaran juga disebut bisa terjadi pada semua usia, baik sejak lahir (tuli kongenital) maupun sampai usia lanjut (presbiakusis).
Berikut beragam penyebab gangguan telinga:
- Kelainan telinga luar berupa gangguan bentuk daun telinga.
- Kelainan telinga tengah akibat adanya serumen atau kotoran menumpuk, infeksi telinga tengah (otitis media), dan kerusakan tuba eustachius.
- Kelainan telinga dalam yang melibatkan perubahan struktur koklea serta nervus cochlearis, degenerasi sel rambut, dan perubahan vaskuler pada striae vaskularis. Selain itu, gangguan juga bisa terjadi karena ukuran sel ganglion saraf mengecil, ototoksisitas obat tertentu, dan suara bising lingkungan sekitar.
Baca juga: Cara Mencegah Gangguan Pendengaran pada Lansia
Upaya pencegahan
Dokter Tri turut memberikan beberapa cara yang bisa dilakukan sebagai upaya pecegahan terhadap gangguan pendengaran. Berikut beberapa di antaranya:
- Memperhatikan kebersihan telinga secara rutin minimal 6 bulan sekali.
- Menghindari mengorek telinga dengan benda keras, seperti batang bulu ayam, batang rumput, korek api, bahkan cotton bud.
- Hindari penggunaan obat dalam jangka panjang tanpa konsultasi dengan dokter.
- Menghindari suara bising lebih dari 80 dB, menggunakan alat pelindung diri yang tepat bila kondisi tidak memungkinkan.
- Bagi ibu hamil, lakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur dan screening deteksi pendengaran bayi baru lahir dengan risiko tinggi.
- Bagi Balita diusahakan tidak minum susu botol sebelum bayi berumur 1 tahun untuk mengurangi terjadinya infeksi saluran napas dan melatih fungsi tuba eustachius.
- Disarankan penggunaan headset/speaker dengan volume 60% selama maksimal 60 menit.