Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mitos Tidak Boleh Keluar Saat Malam Satu Suro Bertentangan dengan Tradisi Keraton, Apa Sebabnya?

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/ANGGARA WIKAN PRASETYA
Mitos malam satu suro
|
Editor: Farid Firdaus

KOMPAS.com - Malam satu Suro dipenuhi dengan beragam mitos yang dipercaya masyarakat Jawa. Salah satu mitos malam satu Suro adalah larangan keluar rumah.

Namun, larangan ini bertentangan dengan tradisi keraton di sejumlah wilayah. Misalnya, tradisi di Keraton Surakarta yang menggelar kirab pada malam 1 Suro.

Malam satu Suro diperingati sehari sebelum 1 Muharram dalam kalender Hijriah. Pada 2023, malam satu Suro jatuh pada Selasa (18/7/2023) malam.

Perayaannya dilakukan pada malam hari setelah Maghrib sehari sebelum tanggal 1 Sura atau 1 Muharram.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lantas mengapa mitos tidak boleh keluar pada malam 1 Suro bertentangan dengan tradisi keraton?

Baca juga: Mitos Malam Satu Suro, Mengapa Tak Boleh Keluar Malam?

Penjelasan pakar

Pemerhati budaya sekaligus Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Tundjung W Sutirto menjelaskan alasan tradisi Keraton yang bertentangan dengan mitos larangan keluar rumah saat malam satu Suro.

Menurut Tundjung, tradisi keraton pada malam satu Suro berkaitan dengan perjanjian yang dikenal dengan Abiproyo.

Perjanjian Abiproyo adalah perjanjian antara Penembahan Senopati (Raja Mataram) dengan Nyai Roro Kidul.

Disebutkan bahwa Nyai Roro Kidul akan membantu kerajaan Mataram dari musuh.

"Maka, ketika masyarakat Jawa saat malam Suro itu ke keraton dianggap sebagai kawula Mataram yang akan terlindungi dari marabahaya dibandingkan jika hanya keluar rumah tanpa tujuan," ujar Tundjung saat dihubungi Kompas.com, Kamis (13/7/2023).

Baca juga: Tradisi Malam Satu Suro Masyarakat Jawa, Ada Kirab dan Manten Lurah

Kenapa malam satu Suro tidak boleh keluar?

Tundjung mengatakan, larangan keluar malam pada saat malam satu Suro merupakan salah satu mitos yang berkembang di masyarakat Jawa.

"Itu juga sebuah mitos. Disarankan lebih baik tidak keluar rumah jika tidak perlu," ujarnya.

Legitimasinya adalah, Tundjung menjelaskan, kalau keluar rumah akan sial karena diyakini akan bertemu dengan pasukan dari Nyi Roro Kidul (Ratu Pantai Selatan) yang menuju ke keraton atau ke Gunung Merapi.

"Jaman dahulu setiap malem Suro auranya mistis karena berbagai mitos pantangan keluar rumah itu," ungkap Tundjung.

Selain larangan keluar pada malam satu Suro, beredar juga beberapa mitos yang dipercaya masyarakat Jawa, seperti tidak boleh menyelenggarakan pernikahan, dilarang pindah rumah, dan tidak boleh keluar rumah.

Baca juga: Arti Malam Satu Suro, Makna, dan Tradisinya...

Tradisi keraton pada malam satu Suro

Salah satu tradisi Keraton yang diwariskan dan masih terus dilakukan hingga kini adalah Kirab Satu Suro oleh Keraton Surakarta.

Dilansir dari Kompas.com Kamis (13/7/2023), Kirab Satu Suro di Keraton Surakarta berasal dari masa pemerintahan Raja Pakubuwono X yang bertahta pada periode 1893–1939.

Saat itu, Pakubuwono X rutin berkeliling tembok Baluwarti setiap Selasa dan Jumat kliwon, berdasarkan penanggalan Jawa. Rutinitas ini kemudian berubah menjadi sebuah tradisi yang terus dilestarikan oleh kerabat Keraton Solo hingga saat ini.

Rute kirab Satu Suro di Keraton Surakarta biasanya dimulai dari Keraton Solo, menuju ke Jalan Pakoe Boewono - Bundaran Gladag, Jalan Jenderal Sudirman, memutari Benteng Vastenburg melalui Jalan Mayor Kusmanto, melintasi Jalan Kapten Mulyadi, memasuki Jalan Veteran, melintasi Jalan Yos Sudarso, melalui Jalan Slamet Riyadi, hingga di Bundaran Gladag berbelok kembali masuk ke keraton.

Baca juga: Sejarah Peringatan Malam Satu Suro dan Berbagai Tradisinya di Indonesia

Menurut laman pariwisatasolo.surakarta.go.id, pada malam ritual tersebut, ribuan orang akan berpartisipasi, mulai dari raja beserta keluarga dan kerabat, abdi dalem wilayah Solo Raya, dan masyarakat umum.

Semua peserta kirab mengenakan pakaian warna hitam, di mana peserta laki-laki menggunakan pakaian adat Jawa yang dikenal dengan busana jawi jangkep dan peserta wanita menggunakan kebaya berwarna hitam.

Acara Kirab Satu Soru identik dengan penggunaan kebo bule, sehingga sering disebut dengan Kirab Kebo Bule.

Kebo bule yang diturunkan adalah kebo Kyai Slamet sebagai cucuk lampah kirab.

Baca juga: Benarkah Kebo Bule Diberi Minum Kopi dan Makan Ketela Sebelum Dikirab di Malam 1 Suro?

Pada pelaksanaan kirab, biasanya barisan kebo bule akan berjalan di depan beserta pawangnya.

Disusul barisan abdi dalem bersama putra-putri sinuhun dan juga para pembesar yang membawa sepuluh pusaka Keraton.

Selama prosesi kirab berlangsung, peserta kirab tidak mengucapkan satu patah kata.

Hal ini dimaknai sebagai perenungan diri terhadap apa yang sudah dilakukan selama setahun kebelakang.

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi