Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Oppenheimer, Einstein, dan Bom Atom: Kebenaran di Balik Hubungan Mereka

Baca di App
Lihat Foto
Wikimedia
Fisikawan Albert Einstein dan Oppenheimer
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Sosok Julius Robert Oppenheimer tengah menuai sorotan berkat film dokumenter bertajuk Oppenheimer.

Bukan hanya sosok "Bapak Bom Atom", fisikawan teoretis lain yaitu Albert Einstein, juga turut meramaikan film yang tayang perdana pada 19 Juli 2023 itu.

Kemunculan sosok Einstein dengan rambut putih khas yang berantakan tak sekadar menjadi kameo penambah bumbu cerita.

Namun, dalam kisah nyata, dua ahli fisika teoretis tersebut memang sempat "berpapasan", meski tidak secara langsung bekerja sama dalam proyek apa pun.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lantas, bagaimana hubungan keduanya?

Baca juga: Siapa Robert Oppenheimer, Bapak Bom Atom dalam Film Terbaru Christopher Nolan?


Oppenheimer sempat bergumul dengan masalah mental

Lahir dari keluarga Yahudi sekuler di New York City, Amerika Serikat pada 22 April 1904, Oppenheimer berhasil lulus dengan predikat summa cum laude dari Harvard University.

Dilansir dari Britannica, selama studi sarjana di Harvard, Oppenheimer unggul dalam bahasa Latin dan Yunani, fisika, serta kimia.

Dia juga menerbitkan beberapa puisi dan mempelajari Filsafat Timur, berbagai aliran pemikiran filosofis yang berasal dari Asia.

Meski masa pendidikan tingginya dilalui dengan mudah, hanya ditempuh dalam waktu tiga tahun, masa remaja Oppenheimer tergolong sulit.

Dikutip dari Smithsonian Mag, dia sempat bergumul dengan masalah kesehatan mental.

Ia berakhir dalam masa percobaan setelah nekat mengikat sebuah apel dengan bahan kimia di meja gurunya.

Kendati demikian, sosok Oppenheimer berubah saat menempuh pendidikan tinggi dan lulus pada 1925.

Rampung menempuh pendidikan, Oppenheimer berlayar ke Inggris untuk melakukan penelitian di Cavendish Laboratory, University of Cambridge.

Di bawah kepemimpinan Lord Ernest Rutherford yang memiliki reputasi internasional tentang struktur atom, dia berkesempatan untuk bekerja sama dengan komunitas ilmiah Inggris dalam memajukan penelitian atom.

Kala itu, fisikawan Max Born turut mengundang Oppenheimer ke University of Gottingen di Jerman, tempatnya bertemu ahli fisika terkemuka lain, seperti Niels Bohr dan Paul A.M. Dirac.

Di universitas yang sama, Julius Robert Oppenheimer pun mendapatkan gelar doktor pada 1927.

Adapun setelah kunjungan singkat ke pusat sains di Leiden dan Zurich, dia kembali ke Amerika Serikat untuk mengajar fisika di University of California, Berkeley.

Bahkan, saat Perang Dunia II pecah pada 1939, Oppenheimer telah bertransformasi menjadi seorang fisikawan yang disegani di University of California.

Baca juga: Mengenang Kelahiran Albert Einstein, Sang Jenius Pembuka Tabir Alam Semesta

Oppenheimer, Einstein, dan bom atom

Sosok J Robert Oppenheimer, si jenius yang penuh teka-teki merupakan direktur Laboratorium Los Alamos, tempat Proyek Manhattan mengembangkan bom atom.

Kendati demikian, sejumlah sumber mengatakan bahwa kejeniusannya rusak dihantui penemuannya sendiri.

"Sekarang aku menjadi kematian, penghancur dunia," kata Oppenheimer dalam film dokumenter NBC News pada 1965.

Di sisi lain, Albert Einstein disebut lebih nyaman berada di depan papan tulis daripada ruang rapat yang dipenuhi petinggi militer.

Oleh karena itu, Einstein tidak pernah terlibat langsung dengan Proyek Manhattan, seperti menurut laman IFL Science.

Pada 1938, tim ilmuwan di Jerman berhasil membelah atom uranium dan mengungkap proses nuklir baru yaitu fisi, yang mampu menciptakan energi dalam jumlah luar biasa.

Mewaspadai perkembangan ini, Einstein kemudian menandatangani surat yang ditulis fisikawan Leo Szilard pada 1939.

Surat tersebut telah memperingatkan bagaimana Jerman Nazi memiliki potensi untuk mengembangkan "bom jenis baru yang sangat kuat".

Surat kepada Presiden ke-32 Amerika Serikat Franklin D Roosevelt itu turut menyarankan agar negara Paman Sam memulai program nuklirnya sendiri.

Tak lama, tepatnya pada 1942, Amerika Serikat pun akhirnya meluncurkan Proyek Manhattan.

Mengingat hubungan ini, The New York Times  kemudian melabeli surat Einstein pada 1939 sebagai kekuatan yang meluncurkan bom atom dan memicu Zaman Atom.

Menilik sejarah, Jerman tidak sempat mengembangkan senjata nuklir yang layak, meski ilmuwan berhasil menemukan fisi.

Sebaliknya, Amerika Serikat berhasil mengupayakan pembuatan bom dengan tujuan menghancurkan.

Baca juga: Christopher Nolan Bagikan Tips Posisi Kursi Terbaik Menonton Oppenheimer

Penyesalan akan bom nuklir

Setelah mendengar berita bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima, Jepang, Einstein pun disebut berkomentar, "Celakalah aku."

Usai perang, Einstein mengaku menyesal menandatangani surat terkenal itu, dengan mengatakan, "Seandainya saya tahu bahwa Jerman tidak akan berhasil mengembangkan bom atom, saya tidak akan melakukan apa-apa."

Di tahun-tahun terakhirnya, Einstein terus mengecam keras senjata nuklir.

Hanya beberapa bulan sebelum kematian pada 1955, dia dipanggil filsuf Inggris Bertrand Russell untuk menandatangani Manifesto Russell–Einstein.

Manifesto Russell–Einstein, yang dituturkan di London pada 9 Juli 1955, telah memperingatkan tentang ancaman eksistensial yang ditimbulkan oleh senjata pemusnah massal.

Maju pada 1966, sebelas tahun setelah kematian Einstein, Oppenheimer menyampaikan pidato berjudul On Albert Einstein di Gedung UNESCO, Paris, Perancis.

Tahun berikutnya, pada 1967, kata-kata tersebut diterbitkan di The New York Review.

Dalam pidatonya, dia menjelaskan bahwa dirinya mengenal Einstein selama dua atau tiga dekade, serta menjadi teman dalam dekade terakhir hidupnya.

"Einstein sering disalahkan atau dipuji atau dikreditkan dengan bom yang menyedihkan ini. Menurut saya itu tidak benar," kata Oppenheimer.

"Dia memang menulis surat kepada Roosevelt tentang energi atom. Saya pikir ini sebagian penderitaannya atas kejahatan Nazi, sebagian karena tidak ingin menyakiti siapa pun dengan cara apa pun, tetapi saya harus melaporkan bahwa surat itu memiliki pengaruh yang sangat kecil, dan Einstein sendiri sebenarnya tidak bertanggung jawab atas semua yang datang kemudian. Saya percaya dia sangat memahaminya sendiri," tuturnya.

Pada November 1945, hanya tiga bulan setelah bom dijatuhkan di Hiroshima, Oppenheimer mengundurkan diri dari laboratorium Los Alamos.

Dalam pidato perpisahan, dia tidak secara eksplisit meminta maaf karena menciptakan bom nuklir.

Sebaliknya, Oppenheimer justru melihat fenomena ini sebagai bagian tak terhindarkan dari penguraian alam semesta oleh manusia dan penguasaan manusia atas alam.

Kendati demikian, dia jelas tahu apa yang dipertaruhkan jika nuklir jatuh ke tangan orang yang salah.

"Jika bom atom ditambahkan sebagai senjata baru ke gudang senjata dunia yang berperang, atau ke gudang senjata negara-negara yang bersiap untuk perang, maka akan tiba saatnya umat manusia akan mengutuk nama Los Alamos dan Hiroshima," ucap Oppenheimer.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi