Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Saridewi Djamani, Wanita Pertama dalam 20 Tahun yang Akan Dihukum Mati Singapura

Baca di App
Lihat Foto
SHUTTERSTOCK
Ilustrasi hukuman mati.
|
Editor: Farid Firdaus

KOMPAS.com - Singapura akan mengeksekusi mati seorang wanita untuk pertama kalinya dalam kurun waktu hampir 20 tahun.

Adalah Saridewi Djamani, seorang warga negara Singapura yang dijatuhi hukuman mati pada 2018 karena bersalah memiliki sekitar 30 gram heroin untuk tujuan perdagangan.

Eksekusi pada Jumat (28/7/2023) ini pun merupakan salah satu dari dua hukuman mati yang berlangsung pada minggu ini.

Lantas, seperti apa kasus yang menjerat Saridewi Djamani?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Nama Bandar Narkoba Freddy Budiman Kembali Mencuat, Ini Pengakuannya Sebelum Eksekusi Mati


Saridewi Djamani ditangkap setelah transaksi

Diberitakan The Independent Singapore (24/9/2018), Saridewi Djamani ditangkap atas kepemilikan narkotika pada 17 Juni 2016.

Kala itu, seorang kaki tangan dari Malaysia, Muhammad Haikal Abdullah, menemuinya di blok HDB, flat publik Singapura, sekitar pukul 15.35 waktu setempat.

Haikal menyerahkan kantong plastik berisi obat-obatan, dengan imbalan dua amplop berisi total 15.550 dollar Singapura.

Keduanya tidak menyadari bahwa petugas Biro Narkotika Pusat (CNB) sedang mengawasi.

Tak lama setelah transaksi, Haikal ditangkap di persimpangan lalu lintas saat petugas mendekati lantai 16 flat milik Saridewi untuk menangkapnya.

Kendati demikian, sebelum ditangkap, Saridewi sempat melemparkan kantong plastik berisi obat-obatan keluar dari jendela dapur.

Dia kemudian membuka pintu dan membiarkan petugas CNB yang telah bersiap untuk menggeledah flat dan berakhir menangkapnya.

Bukan hanya memiliki narkotika, Saridewi Djamani kedapatan menjual heroin, methamphetamine, ganja, serta erimin dari flatnya.

Bahkan, warga negara Singapura ini didakwa telah memperdagangkan total satu kilogram obat-obatan yang mengandung 30,72 gram heroin murni.

Hakim Pengadilan Tinggi See Kee Oon mengatakan, Saridewi sama sekali tidak menyangkal telah menjual obat-obatan tersebut.

Namun, wanita itu mencoba untuk memberi keterangan yang memperkecil skala bisnis perdagangan ilegalnya.

Baca juga: Kapan Hukuman Mati Dilaksanakan?

Klaim untuk keperluan pribadi

Selama persidangan, Saridewi Djamani mengaku hanya berencana untuk menjual 11,71 gram heroin dan menyimpan 19,01 gram sisanya untuk penggunaan pribadi.

Dirinya mengaku mengalami kecanduan narkoba yang sangat parah selama bulan puasa sehingga asupan heroinnya naik menjadi 12 gram sehari.

Namun, di mata hakim See Kee Oon, klaim Saridewi mengandung ketidakkonsistenan.

Meski di pengadilan mengaku sebagai pecandu heroin, kepada penyelidik sebelumnya, Saridewi mengeklaim telah berhenti merokok heroin sejak bebas dari penjara pada 2014.

Selain itu, tes urine yang dilakukan setelah penangkapan pada Juni 2016 pun tidak menunjukkan tanda-tanda penggunaan heroin.

Di sisi lain, psikiater Institute of Mental Health Singapura menemukan bahwa Saridewi tidak menderita penyakit mental atau cacat intelektual apa pun selain riwayat penyalahgunaan narkoba.

Hal tersebut bertentangan dengan klaim Saridewi bahwa dirinya menderita gangguan depresi yang terus-menerus.

Lantaran menyelundupkan lebih dari 15 gram heroin, sebagaimana aturan di Negeri Singa, Saridewi Djamani pun divonis dengan hukuman mati.

Baca juga: Pengertian Hukuman Mati dan Beda Aturan di KUHP Lama Vs Baru

Wanita pertama yang akan dieksekusi dalam hampir 20 tahun

Jika benar-benar dilaksanakan, Saridewi Djamani akan menjadi wanita Singapura pertama yang mendapat hukuman mati dalam kurun waktu hampir 20 tahun.

Dilansir dari The Guardian, Selasa (25/7/2023), sebelum Saridewi, Singapura terakhir mengeksekusi mati seorang wanita pada 2004.

Dia adalah Yen May Woen, seorang penata rambut berusia 36 tahun yang digantung mati karena kasus perdagangan narkoba.

Singapura memiliki beberapa undang-undang narkoba paling keras di dunia yang menuai kritik internasional dalam beberapa tahun terakhir.

Pemerintah disebut mempertahankan hukuman mati sebagai pencegah paling efektif terhadap kejahatan narkoba.

Namun, pakar hukuman mati di Amnesti Internasional, Chiara Sangiorgio, mengatakan, tidak ada bukti hukuman mati memiliki efek jera pada penggunaan dan ketersediaan narkoba.

"Tidak masuk akal bahwa otoritas Singapura dengan kejam terus mengejar lebih banyak eksekusi dengan dalih pengendalian narkoba," kata dia.

"Ketika negara-negara di seluruh dunia menghapus hukuman mati dan merangkul reformasi kebijakan narkoba, otoritas Singapura tidak melakukan keduanya," ungkapnya.

Baca juga: Perbedaan Hukuman Seumur Hidup dan Hukuman Mati

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi