Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Peneliti PARA Syndicate
Bergabung sejak: 12 Apr 2023

Peneliti PARA Syndicate dan Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik, Shanghai Jiao Tong University.

"Pemilu TikTok" dan Kompleksitas Kampanye Digital pada Pemilu 2024

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.COM/Shutterstock
Ilustrasi Pemilu
Editor: Egidius Patnistik

PEMILU 2024 di Indonesia digadang-gadang sebagai "Pemilu TikTok" pertama, yang menandakan pergeseran signifikan dalam model kampanye politik. Menuju Pemilu 2024, partai politik semakin aktif di TikTok.

Data yang dihimpun dari berbagai sumber menyebutkan, akun TikTok Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Golkar masing-masing memiliki lebih dari 52.000, 33.000, dan 30.000 pengikut. Sementara PDI-P, partai pemenang Pemilu 2019, hanya memiliki lebih dari 6.000 pengikut.

Politikus dengan pengikut terbanyak di TikTok adalah Ganjar Pranowo, Ridwan Kamil, dan Sandiaga Uno, masing-masing dengan lebih dari 5 juta dan 1 juta pengikut.

Baca juga: KPU Janji Bikin Aturan Kampanye Digital Jelang Pemilu 2024

Menurut laporan We Are Social pada kuartal I/2022, ada sekitar 99,1 juta pengguna TikTok berusia 18 tahun ke atas di Indonesia. Jumlah itu hanya kalah dari Amerika Serikat (AS) dengan 136,4 juta pengguna. TikTok berada di peringkat keempat media sosial dengan pengguna terbanyak di Indonesia, setelah WhatsApp, Instagram, dan Facebook.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Munculnya TikTok sebagai alat kampanye sejalan dengan meningkatnya jumlah pemilih Gen Z yang melek teknologi. Komisioner KPU RI, Betty Epsilon Idroos mengatakan, sebanyak 46.800.161 atau 22,85 persen pemilih merupakan generasi Z.

Strategi Digital dalam Berkampanye

Namun, strategi digital yang komprehensif juga harus mengintegrasikan platform lain untuk menjangkau demografi yang lebih luas. Konten berbentuk panjang, yang memberikan pandangan yang lebih rinci dan bernuansa perspektif politik, masih memegang tempat yang kuat di platform seperti Facebook dan Instagram.

Selain itu, setiap platform menarik bagi preferensi pengguna yang berbeda. Twitter tetap menjadi pusat pembaruan dan perdebatan secara real-time, sementara Facebook dan Instagram melayani pengguna yang menyukai cerita visual dan pengalaman yang lebih personal.

Terlepas dari pertumbuhannya yang cepat, popularitas TikTok kadang-kadang tidak setara dengan pengaruh politik, karena jumlah pengikutnya sering kali dikerdilkan oleh kehadiran partai-partai politik di platform lain. Kampanye politik efektif harus menargetkan platform dan substansi pesan.

Pentingnya media sosial dalam kampanye politik, khususnya di Indonesia, tak perlu dipertanyakan. Namun, substansi isu penting dan harus menjembatani retorika dengan kebijakan, mempertimbangkan potensi disinformasi.

Perhatian harus diberikan pada kesenjangan digital di Indonesia. Meski penduduk perkotaan akses media sosial, TV dan radio masih menjadi sumber utama informasi bagi penduduk pedesaan.

Jadi, penggunaan efektif media sosial dalam kampanye belum tentu mencakup semua pemilih. Potensi TikTok dieksploitasi untuk "astroturfing" –menciptakan dukungan akar rumput artifisial— adalah kekhawatiran yang valid.

Namun, perlu untuk mempertimbangkan faktor-faktor lain yang memengaruhi, seperti iklim politik negara dan peran media lainnya, sebelum mengaitkan pergeseran politik yang besar dengan platform ini. Lingkungan regulasi seputar penggunaan media sosial dalam pemilu adalah faktor lain yang harus dipertimbangkan.

Kebijakan yang jelas dalam menangani disinformasi, ujaran kebencian, dan transparansi dalam pendanaan kampanye digital sangat penting untuk memastikan pemilu yang adil dan demokratis. Selain itu, pertimbangan etika terkait penggunaan media sosial dalam kampanye politik juga harus diperhatikan.

Baca juga: Panggil TikTok soal Project S, Kemenkop-UKM: Kedepankan Semangat Merah Putih

Sebagai contoh, maraknya teknologi "deep fake" adalah kekhawatiran yang berkembang yang dapat merusak kepercayaan dan keaslian yang sangat penting untuk proses demokrasi. Meskipun TikTok telah menerapkan kebijakan untuk menegakkan integritas pemilu, memerangi disinformasi membutuhkan pendekatan komprehensif yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan.

Manfaatkan Beragam Platform

Selain itu, karena algoritme uniknya yang menekankan pada konten viral, potensi penyebaran disinformasi di TikTok membutuhkan strategi yang lebih luas yang berfokus pada literasi media sosial dan etika digital. Pengaruh TikTok dalam politik global, termasuk di Indonesia, negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, tidak dapat dipungkiri.

Namun, melabeli pemilu ini dengan sebutan "pemilu TikTok" mengabaikan sifat komunikasi politik yang kompleks dan berlapis-lapis. Komunikasi politik yang efektif membutuhkan lebih dari sekadar menjangkau audiens; komunikasi politik membutuhkan persuasi, membangun kepercayaan, dan menumbuhkan rasa kebersamaan, yang sering kali dicapai melalui pesan-pesan yang bernuansa.

Penting juga untuk mempertimbangkan distribusi demografis pengguna media sosial. Meskipun Gen Z menonjol di TikTok, generasi yang lebih tua, yang merupakan bagian penting dari basis pemilih, lebih terbiasa dengan platform seperti Facebook.

Karena itu, kampanye politik yang strategis idealnya harus memanfaatkan berbagai platform untuk melayani demografi yang beragam.

Terakhir, perlu dicatat bahwa meskipun media sosial dapat menjadi alat yang ampuh untuk melibatkan pemilih muda, interaksi tatap muka harus tetap ada. Keampuhan media sosial dalam kampanye politik sering kali bergantung pada kekuatan infrastruktur politik yang ada di lapangan.

Kampanye yang sukses perlu mengintegrasikan strategi online dan offline dengan mulus, menggabungkan jangkauan media sosial dengan kekuatan metode kampanye tradisional. TikTok, meski membuka peluang baru dalam dialog politik, khususnya bagi pemuda, memiliki tantangan tersendiri dalam mengadaptasi pesan politik.

Menyebut pemilu 2024 sebagai "pemilu TikTok" pertama bisa jadi prematur. Pemilu ini mungkin lebih mencerminkan integrasi pertama dari berbagai platform digital, bukan hanya TikTok, dalam merumuskan narasi politik.

Baca juga: KPU Minta Partai Buruh Fokus Pencalegan, Bukan Sebarkan Disinformasi soal KPUD

Dengan demikian, meski TikTok memberi warna baru dalam kampanye politik, ia hanya bagian dari gambaran yang lebih luas. Anggapan bahwa TikTok mendominasi pemilu 2024 mungkin lebih mencerminkan minat kita pada media baru, bukan pemahaman tentang kompleksitas politik.

Pendekatan multi-platform dengan mempertimbangkan tantangan dan peluang tiap platform sangat krusial untuk strategi digital yang efektif. Meski TikTok berperan dalam pemilu 2024, hanya melihat pemilu melalui lensa TikTok terlalu sederhana. Hal ini mengabaikan interaksi antara teknologi, politik, masyarakat, dan faktor lain.

Dengan kesenjangan digital di Indonesia, peran media konvensional seperti TV dan radio tetap relevan. Sehingga, menggambarkan Pemilu 2024 sebagai "pemilu TikTok" pertama lebih mencerminkan minat kita pada media baru, bukan pemahaman tentang dinamika politik yang kompleks. 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi