Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Siniar KG Media
Bergabung sejak: 15 Okt 2021

Saat ini, aktivitas mendengarkan siniar (podcast) menjadi aktivitas ke-4 terfavorit dengan dominasi pendengar usia 18-35 tahun. Topik spesifik serta kontrol waktu dan tempat di tangan pendengar, memungkinkan pendengar untuk melakukan beberapa aktivitas sekaligus, menjadi nilai tambah dibanding medium lain.

Medio yang merupakan jaringan KG Media, hadir memberikan nilai tambah bagi ranah edukasi melalui konten audio yang berkualitas, yang dapat didengarkan kapan pun dan di mana pun. Kami akan membahas lebih mendalam setiap episode dari channel siniar yang belum terbahas pada episode tersebut.

Info dan kolaborasi: podcast@kgmedia.id

Menjadi “Social Justice Warrior” di Indonesia

Baca di App
Lihat Foto
Freepik/Drazen Zigic
Social Justice Warrior (SJW) kerap mendapat stigma negatif di Indonesia.
Editor: Yohanes Enggar Harususilo

Oleh: Alifia Putri Yudanti dan Rizky Nauvalif

KOMPAS.com - Keadilan adalah hak yang harus dimiliki oleh seluruh manusia di muka bumi. Sayangnya, tak semua orang bisa mendapat keadilan yang sama. Hal inilah yang memicu timbulnya Social Justice Warrior (SJW) atau pejuang keadilan.

Sayangnya, gerakan ini sekarang memiliki konotasi yang negatif. Keadilan yang sedang diperjuangkan pun akhirnya jarang didengarkan hingga akhirnya banyak orang dan warganet melabeli SJW dengan orang yang ‘sok berkeadilan’.

Namun, hal ini berbeda dengan Kukuh dan Dwik. Dalam siniar Balada +62 episode “Semua akan SJW Pada Waktunya” dengan tautan dik.si/Balada62S2E2, keduanya kesal dengan orang-orang yang mengolok-olok SJW.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Social Justice Warrior (SJW) Punya Konotasi Negatif?

Mengutip Washington Post, perubahan konotasi ini puncaknya adalah Gamergate pada 2014, yaitu gerakan perlawanan terhadap gamers perempuan yang sedang membentuk ruang aman bagi perempuan karena maraknya candaan seksis di dunia game online.

Namun, pergeseran makna ini sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 2010-an. Padahal, SJW berarti orang-orang yang memperjuangkan kesetaraan, lingkungan, dan gender. Hal ini disebabkan moral progresif mereka secara radikal berbeda dari nilai-nilai dominan sehingga kerap memicu kontroversi.

Menurut Merriam Webster, istilah ini bahkan sudah ada sejak 1940-an dan tidak berada dalam konotasi negatif.

Baca juga: Menjadi Manusia yang Mampu Memberi Dampak

Kemunculan konotasi negatif ini diawali karena SJW yang kerap merecoki argumen atau opini yang bertolak belakang dengan prinsip hidupnya. Mereka dengan teguh berpegang pada argumen atau prinsip yang dipegang hingga tak sadar untuk memahami orang lain.

Itu sebabnya, mereka juga kerap diberi label “open minded” yang terlalu berlebihan. Argumen atau debat yang mereka lontarkan terkadang lebih menjurus untuk memoles reputasi mereka agar orang-orang melihatnya sebagai sosok progresif dan positif.

Sayangnya, argumen mereka kebanyakan tak berbobot atau kosong. Bahkan, tak jarang mereka tidak atau kurang memahami isu yang sedang diperjuangkan sehingga debat tersebut pun tidak menghasilkan diskusi yang sehat. Alih-alih kesempatan itu hanyalah ajang SJW untuk menunjukkan dirinya.

Misalnya saja, beberapa waktu lalu sempat ramai seorang perempuan yang memberi komentar soal kotak bekal. Ia menjelaskan kalau membuatkan kotak bekal merupakan salah satu manifestasi dari ketidakadilan gender.

Padahal, kenyataannya, sang istri tidak memiliki keberatan sama sekali dalam menyiapkan kotak bekal tersebut. Akhirnya, perempuan yang memberikan komentar negatif itu dilabeli SJW karena berargumen tanpa tahu ilmu dasarnya.

Itu sebabnya, penting bagi kita untuk tetap relevan dan menerapkan empati saat memperjuangkan keadilan. Pasalnya, saat sedang memperjuangkan keadilan, kita juga tidak boleh menginjak keadilan orang lain yang bukan target sasaran.

Hal ini dilakukan agar gerakan positif dari SJW tidak tertutupi oleh konotasi negatif yang sudah semakin menyebar. Untuk itu, sebelum berargumen, kita harus memahami isunya terlebih dahulu agar terjalin diskusi sehat yang menciptakan keadilan untuk semua orang.

Baca juga: Mengenal Gangguan Kepribadian Antisosial pada Anak

Jangan takut juga jika ada kesalahan dalam berargumen. Turunkan ego merasa paling superior karena progresivitas yang dimiliki dengan memahami setiap perbedaan opini. Bisa jadi, opini dari orang lain bisa menjadi solusi atau bantuan dari masalah keadilan yang sedang diperjuangkan.

Dengarkan perbincangan lengkap Kukuh Adi dan Dwik seputar topik SJW hanya melalui siniar Balada +62 episode “Semua akan SJW Pada Waktunya” dengan tautan dik.si/Balada62S2E2 di YouTube.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi