Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dosen Universitas Widya Mataram Yogyakarta
Bergabung sejak: 25 Nov 2021

Dr. Mukhijab, MA, dosen pada Program Studi Ilmu Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Widya Mataram Yogyakarta.

Mendapat Surat Izin Mengemudi, Jalur Lambat atau Cepat?

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.COM/ASIP HASANI
Belasan pemohon jajal trek baru ujian praktek SIM C di Polres Blitar Kota. Mayoritas gagal di tikungan pertama setengah lingkaran, Sabtu (5/8/2023)
Editor: Sandro Gatra

KITA tidak akan pernah tahu hasilnya sebelum mencoba. Begitulah caranya ketika kita ingin memiliki kenangan dalam membuat rebuwes atau rijbewijs (Belanda) alias Surat Izin Mengemudi (SIM). Setiap pemohon rebuwes bisa saja berbeda pengalaman dan kesannya.

Seperti yang dialami Marita Sani, warga Perum Graha Bunder Asri, Kecamatan Kebomas, Kabupaten, Gresik, Jawa Timur. Dia memiliki pengalaman pahit ketika anaknya menjalani 12 kali ujian SIM tidak lulus.

Ujian ke-13 kali, anaknya tetap tidak lulus, lalu dia protes ke Satuan Administrasi Penerbitan Surat Ujian Mengemudi (Satpas) Satuan Lalulintas Polisi Resor Gresik, Jawa Tmur.

Dia menduga kesulitan anaknya mendapat izin mengemudi terkait pengalamannya berurusan hukum.

Namun, usai Marita protes keras, anaknya, Nur Muhammad Rivaldi (22) bisa mendapat SIM C. Sementara suaminya, Sudirman (49), bisa memperoleh persetujuan perpanjangan masa berlaku SIM.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kapolres Gresik AKBP Adhitya Panji Anom membenarkan peristiwa tersebut dan membenarkan ada para pemohon SIM yang lebih dua kali tidak lulus ujian (Kompas.com, 3/8/2023 WIB).

Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo mengakui dan menyindir, andai 200 orang ikut ujian SIM, kemungkinan hanya 20 orang lulus ujian. Sementara mereka yang ujian praktik berulang-ulang, ketika mereka lulus bisa menjadi pemain sirkus (21/6/2023).

Problem utama, pemohon SIM tidak pernah belajar atau kursus memahami secara serius rambu-rambu dan aturan lalulintas, latihan simulasi menyetir sesuai aturan perundang-undangan, atau praktik mengendarai motor dan mobil dengan skema seperti yang dimiliki Polisi Lalulintas.

Saat diuji dalam tempo waktu terbatas, pemohon bisa beragam hasilnya. Ada yang langsung lulus atau tidak lulus.

Dari rangkaian membuat SIM untuk diri sendiri dan anak, saya memiliki beberapa model proses mendapat izin mengemudi.

Berdasarkan pengalaman pribadi sejak 1990-an sampai 2018, ada empat model proses membuat SIM: pertama mandiri, kedua mandiri dan bantuan teman polisi.

Ketiga, bantuan sepenuhnya personal polisi. Keempat, menggunakan jasa penyelenggara kursus. Model ini menunjukkan perbedaan strategi mendapat SIM, antara jalur cepat dan jalur lambat.

Mendapat SIM secara mandiri identik ikut ujian tertulis dan praktik tanpa bantuan "orang dalam". Saya tidak lulus ujian tulis pertama, lalu mengulangi ujian kedua, dan diluluskan.

Namun ujian praktik mengendarai motor tidak lulus. Teman polisi membantu agar saya lulus. Caranya, teman polisi mengantar saya untuk mendapat rekomendasi atau persetujuan dari Kepala Satuan Lalulintas (Kasatlantas).

Jadi, metode mandiri dan bantuan menjadi wasilah saya mendapat SIM C pertama.

Mengapa minta bantuan teman polisi? Saat itu saya sudah berprofesi sebagai jurnalis, maka kenal polisi dari satuan intel dan keamanan. Biaya mendapat SIM dengan metode ini masih standar.

Pendekatan itu saya ulangi lagi saat perpanjangan SIM. Karena masa berlakunya kedaluwarsa, saya harus ujian ulang untuk mendapat SIM A dan C. Ujian tulis tiga kali, sementara ujian praktik lebih tiga kali.

Ketika ditanya petugas apa profesinya, saya tidak menyebut sebagai jurnalis, tetapi orang swasta. Mengapa tidak terus terang? Saya ingin tahu apakah mendapat SIM pada 1990-an sudah berbeda pada 2000-an?

Selama ujian tulis tiga kali dalam proses mendapat SIM baru, saya mengerjakan soal bersamaan dengan peserta lain.

Dari pengamatan saya, para pemohon yang diantar oleh oknum petugas selalu langsung lulus, saya sendiri lulus ujian tulis pada ujian ketiga.

Kemudian praktik ujian mengendara mobil, sekitar lima kali tidak lulus. Metode dua (bantuan teman polisi), saya dihidupkan lagi. Melihat petugas polisi lebih senior mendampingi saya, petugas praktik cemberut.

Model mendapat SIM dengan menitip personal polisi, saya terapkan untuk anak saya untuk mendapat SIM C. Profesi ayah dari teman sekolah anak saya adalah polisi.

Anak saya dan temannya itu bersama-sama membuat SIM. Hasilnya positif, langsung lulus, dengan biaya Rp 550.000.

Model tiga sepadan dengan model ke empat, yaitu mendapat SIM menggunakan jasa penyelenggara kursus dengan tajuk Bimbingan Pengurusan SIM.

Kasus di Yogyakarta, pengelola bimbingan itu mematok tarif Rp 550.000 untuk mendapat SIM A. Pemohon tidak dikursus seperti tertera dalam pengumuman, mereka hanya mendampingi dalam proses administrasi seperti ujian tertulis dan praktik.

Dalam hitungan menit, pemohon kategori ini bisa langsung lulus.

Terdapat situasi yang menggelikan dan tidak terduga. Saat membuat SIM A, saya berbarengan dengan anak saya.

Ketika ujian praktik, mobil yang dikendarai anak saya bisa melalui rintangan marka lalin karena petugas melebarkan jarak antarmarka. Sementara kendaraan saya selalu menyenggol marka karena jarak antarmarka dipersempit atau distandarkan. Saya bergumam, uang berkuasa dalam membuat SIM.

Manajemen Kepolisian RI terus diperbaiki sesuai dinamika kemajuan teknologi dan teknik manajemen efisien dan efektif dalam pelayanan kepada masyarakat.

Pelayanan membuat SIM idealnya makin efisien dan efektif. Cepat atau lambat pemohon mendapat SIM bukan berdasar berapa besar biaya proses administrasi. Biaya standar berarti proses mendapat SIM lama, sebaiknya biaya mahal mendapat SIM lebih cepat.

Otokritik Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo tentang pemohon yang ujian praktik SIM berkali-kali bisa menjadi pemain sirkus, bisa ditafsirkan, ujian jangan mempersulit orang membuat SIM. Mengapa? Tanpa memiliki SIM, pemilik kendaraan tetap bisa menyetir.

Nilai SIM ini lebih pada persoalan pendapatan negara bukan pajak (BNBP). Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menjelaskan, penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari penerbitan SIM di Polri jumlahnya mencapai Rp 1,2 triliun pada 2022.

Sebanyak 60 persen atau Rp 650 miliar disebut berasal dari PNBP perpanjangan SIM, sisanya, 40 persen (Rp 550 miliar) dari PNBP penerbitan SIM baru.

Menurut Direktur PNBP Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) Kemenkeu Wawan Sunarjo pemasukan polisi mencapai Rp 650 miliar per tahun (CNN Indonesia, 14/7/2023).

Soal substansi legalitas pengemudi, itu menjadi semacam prioritas sampingan. Kalau ada razia, SIM berfungsi, sebaliknya tidak ada razia tidur di dompet.

Anak saya berkelakar, kenapa tidak kena razia lagi setelah memiliki SIM?

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi