Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sosok George Hendrik Muller dan Sengketa Tanah di Dago Elos

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.COM/AGIE PERMADI
Spanduk, kertas hingga mural Dago Elos terpampang di sekitar pemukiman warga, menolak penggusuran dan gugatan keluarga Muller.
|
Editor: Farid Firdaus

KOMPAS.com - Warga dan aparat kepolisian terlibat bentrok di Dago Elos, Bandung, Jawa Barat pada Senin (14/8/2023).

Dikutip dari Kompas.com, Selasa (15/8/2023), kerusuhan itu bermula dari laporan warga mengenai dugaan pemalsuan data dan penipuan tanah ke Polrestabes Bandung.

Laporan itu tak diterima polisi sehingga membuat warga kecewa.

Polisi tak menerima laporan itu karena menilai bukti-buktinya tidak cukup. Sementara warga menyatakan sudah membawa bukt-bukti yang dibutuhkan.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga yang kecewa kemudian memblokade jalan, membakar ban, dan kayu.

Mereka juga membentangkan spanduk terkait sengketa tanah dan berorasi.

Bentrokan kemudian pecah saat ada lontaran gas air mata setelah warga dan polisi sempat bernegosiasi.

Diketahui, sengketa tanah yang jadi pemicu kerusuhan itu melibatkan warga dengan keluarga Muller. Keluarga Muller mengaku keturunan dari George Hendrik Muller.

Mereka awalnya menggugat warga Dago Elos ke Pengadilan Negeri (PN) Bandung pada 2016. Kasus ini kemudian berlanjut hingga ke Pengadilan Tinggi (PT) Bandung dan Mahkamah Agung (MA).

Lantas, siapakah George Hendrik Muller yang keturunannya menggugat tanah di Dago Elos?

Baca juga: Kerusuhan Dago Elos Bandung, LBH Bandung: Dipicu Sengketa Lahan

Sosok George Hendrik Muller

Dikutip dari laman LBH Bandung, George Hendrik Muller merupakan seorang warga Belanda yang pernah tinggal di Bandung pada masa kolonial.

Dikutip dari Direktori Putusan MA, George Hendrik Muller merupakan ahli waris dari George Hendrikus Wilhelmus Muller.

Sementara tiga orang yang menggugat warga Dago Elos, yakni Heri Hermawan Muller, Dodi Rustendi Muller, dan Pipin Sandepi Muller.

Ketiganya merupakan cucu George Hendrik Muller dari anaknya yang bernama Edi Muller.

Mereka mengklaim tanah seluas 6,3 hektare yang ditempati warga di Dago Elos adalah tanah warisan dari George Hendrik Muller.

Lalu, siapa George Hendrik Muller?

Ada sejumlah cerita mengenai sosok George Hendrik Muller.

Dikutip dari thread akun Twitter @IdTrimurti, keluarga Muller yang pertama kali menginjakkan kaki di Hindia Belanda, yakni Georgius Hendrikus Muller. Ia lahir di Rotterdam, Belanda pada 1805.

Saat itu, ia datang sebagai KNIL atau tentara kerajaan Hindia Belanda yang ditugaskan di garnisun Seram (1823).

Pada 1835, Georgius Hendricus Muller menikah dengan Virginia Elisabeth Montignij di Salatiga dan memiliki belasan anak. Salah satu anaknya bernama Georgius Hendrikus Wilhelmus Muller yang lahir pada 1942 di Salatiga.

Dalam Daftar Perkebunan Besar Swasta Hindia Belanda (1914), ia memegang konsesi erfpacht (setara dengan Hak Guna Usaha) sekaligus administratur perkebunan teh dan kina di beberapa wilayah di Jawa Barat.

Baca juga: Bukan Horor, Ini Alasan Rumah Era Kolonial Belanda Terasa Lebih Dingin

Adapun sosok George Hendrik Muller yang diyakini anak dari Georgius Hendricus Wilhelmus Muller dengan Munersih atau Nersie diperkirakan lahir pada 1906.

Ia menikah dengan Roesmah dan dikaruniai lima orang anak, yakni Renih, Edi Edward (Eduard), Gustaaf, Theo, dan Dora.

Pada 1942, saat Hindia Belanda memasuki masa perang, George Hendrik Muller masuk KNIL.

Selepas itu, tidak diketahui kapan tepatnya George Hendrik Muller dan Roesmah mulai menetap di Belanda.

Salah satu kemungkinan, sesudah nasionalisasi pekebunan swasta asing pada 1957-1958 keluarga Muller kehilangan seluruh lahan perkebunannya dan kemudian pergi ke Belanda.

Jejak George Hendrik Muller dan Roesmah baru terlacak sesudah dua puluh tahun lebih.

Pada 2 November 1964 Gustaaf Muller (28) mendatangi petugas Balai Kota Heerlen di Belanda untuk melaporkan kematian ayahnya. Sementara istrinya, Roesmah menghembuskan napas terakhir pada 1989.

Keluarga Muller di Belanda mengumumkan berita duka di Limburg Dagblad edisi 7 Desember 1989.

Baca juga: Citayam, Desa di Kabupaten Bogor yang Tersohor sejak Zaman Kolonial Belanda

Soal tanah yang menjadi sengketa

Tanah yang digugat keluarga Muller diklaim berasal dari Eigendom Verponding atau hak milik dalam produk hukum pertanahan pada masa kolonial Belanda.

Tanah tersebut terbagi dalam tiga Verponding, yakni:

  • Nomor 3740 seluas 5.316 meter persegi.
  • Nomor 3.741 seluas 13.460 meter persegi.
  • Nomor 3.742 seluas 44.780 meter persegi.

Eigendom Verponding tersebut dikeluarkan Kerajaan Belanda pada 1934.

Dalam Direktori Putusan MA dijelaskan, Kepemilikan Nomor Verponding 3740, 3741, 3742
kepada George Hendrik Muller berasal dari peralihan pemilik tanah sebelumnya yakni Perseroan Terbatas Pabrik Tegel Semen Handeel “Simoengan”.

Di tanah tersebut awalnya berdiri pabrik N.V. Cement Tegel Fabriek dan Materialen Handel Simoengan atau PT Tegel Semen Handeel Simoengan, tambang pasir, dan kebun-kebun kecil.

Seiring berjalannya waktu lahan tersebut menjadi Kantor Pos, Terminal Dago, dan didominasi oleh rumah-rumah warga RT 01 dan 02 RW 02 Dago Elos.

Baca juga: Kata Polrestabes Bandung dan LBH Bandung soal Kerusuhan di Dago Elos

LBH Bandung menilai, gugatan yang dilakukan keluarga Muller terkesan mendadak, dan bersamaan dengan kebutuhan tanah apartemen The MAJ.

Muller menggugat warga bersama dengan PT Dago Inti Graha yang merupakan perusahaan properti di Bandung.

Putusan Kasasi Nomor 934.K/Pdt/2019 hakim Mahkamah Agung mempertimbangkan bahwa Hak Eigendom Verponding atas nama George Hendrik Muller sudah berakhir karena tidak dikonversi paling lambat 24 September 1980.

Oleh sebab itu, klaim tanah atas nama keluarga Muller seharusnya tidak dapat mengalihkan ataupun mengoperkan tanah tersebut kepada PT Dago Inti Graha.

Selain itu, sesuai dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dan Keppres Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pokok-pokok Kebijaksanaan Dalam Rangka Pemberian Hak Baru Atas Tanah Asal Konversi Hak-hak Barat, verponding seharusnya menjadi milik negara.

Baca juga: Selain Gugatan Hak Waris Anak Pendiri Sinar Mas, Ini Kasus Sengketa Harta Konglomerat Indonesia

Awal sengketa

Kepala Divisi Riset dan Kampanye Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, Heri Pramono mengatakan, keluarga Muller menggugat warga Dago Elos ke PN Bandung pada 2016. Gugatan ini dimenangkan Muller bersaudara.

Warga Dago Elos kemudian mengajukan banding ke PT Bandung pada 2017.

"Warga harusnya memiliki kuasa penuh, hak milik karena telah tinggal di situ sejak lama, bahkan ada yang sampai 40 tahun," ujar Heri, dikutip dari Kompas.com, Selasa (15/8/2023).

Heri mengatakan, memang terdapat sebagian besar warga yang tidak memiliki surat tanah di Dago Elos. Namun, tetap ada sebagian warga yang memiliki surat tanah.

Saat persidangan di PN Bandung, pengadilan mengabulkan gugatan keluarga Muller.

Untuk melakukan gugatan, keluarga Muller menggunakan surat Eigendom Verponding sebagai alat bukti.

Padahal, mereka juga diduga belum memiliki surat kepemilikan tanah dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bandung.

Warga kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi. Namun, upaya banding ditolak sehingga harus naik ke tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA). MA lalu mengabulkan permohonan warga.

Setelah putusan kasasi keluar, warga Dago Elos mengajukan permohonan sertifikasi pendaftaran tanah ke Kantor Agraria dan Pertanahan (ATR/BPN) Kota Bandung sejak 21 Januari 2021. Namun, belum ada tanggapan dari BPN Bandung.

Belakangan diketahui, MA mengeluarkan Peninjauan Kembali (PK) Nomor 109/PK/Pdt/2022.

Putusan ini mengabulkan gugatan keluarga Muller sebagai pemilik tanah. Selain itu, putusan ini juga membolehkan keluarga Muller menyerahkan tanah ke PT Dago Inti Graha.

Baca juga: Siapa Ibnu Sutowo yang Sempat Kuasai Lahan di GBK dan Hotel Sultan?

Heri mengatakan, BPN Bandung bersikap pasif terhadap permohonan sertifikasi tanah milik warga.

Menurutnya, permohonan tidak segera diproses karena BPN beralasan ikut putusan PK oleh MA.

"Padahal, sebelum PK, (warga Dago Elos) sudah mengajukan (permohonan sertifikasi tanah), ujar dia.

Heri juga mengungkapkan, selama gugatan bergulirm tidak ada dialog yang terjadi antara warga Dago Elos dan keluarga Muller.

"Warga belum tahu keluarga Muller yang mana. Warga di Dago Elos tidak ada yang tahu siapa itu Muller, tahu-tahu digugat. Ini aneh juga kenapa ada orang yang tidak menguasai secara fisik tiba-tiba mengakui," ujarnya.

Penjelasan polisi

Sementara itu, dilansir dari Kompas.com, Selasa (15/8/2023) Kapolrestabes Bandung, Kombes Budi Sartono mengatakan, pihaknya tak menolak laporan dari warga Dago Elos dan kuasa hukumnya.

Menurutnya, ada miskomunikasi dari warga yang melakukan penutupan Jalan Dago.

"Maka dari itu kami sudah jelaskan bahwa kami dari Polrestabes Bandung tidak menolak (laporan). Dan bahkan dari mereka yang datang baik pengacara atau warga ini, langsung diterima oleh Kasatreskrim dan ada berita acara wawancara," katanya.

Baca juga: Video Viral Disebut Kegiatan Aliran Sesat di Gegerkalong Bandung, Ini Kata Polisi

Budi menyampaikan, saat warga Dago Elos datang ke Polrestabes Bandung, polisi yang bertugas menyampaikan bahwa laporan tersebut akan diterima dengan alat bukti pendukung.

Menurutnya, saat penutupan jalan, kepolisian, pengacara, dan warga sudah menyepakati untuk kembali membuat laporan.

"Maka sebenarnya dari mereka sepakat pengacara dan warga akan kembali ke Polrestabes untuk melakukan pembuatan laporan tersebut," ucapnya.

Setelah terjadi kesepakatan, Budi menduga ada sekelompok masyarakat yang melakukan pelemparan untuk memprovokasi petugas.

"Akan tetapi pada saat pembicaraan tersebut ada sekelompok masyarakat memprovokasi anarkis melempar batu, botol, kepada petugas sehingga ada chaos tersebut," ujarnya.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jabar Kombes Ibrahim mengatakan, laporan wargaa kini diambil alih Polda Jawa Barat agar penanganannya lebih luas.

Menurutnya, nantinya dokumen akan dilengkapi seiring berjalannya laporan.

"Kita berupaya untuk bisa mengakomodir kepentingan masyarakat, sehingga kita menarik laporannya ke sini agar bisa ditangani lebih luas," ucap Ibrahim, dikutip dari Kompas.com, Rabu (16/3/2023).

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi