Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan
Bergabung sejak: 24 Mar 2020

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Manfaat Ambang Batas Pencalonan Presiden-Wakil Presiden

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS/HANDINING
Ilustrasi pemilu, nyaleg.
Editor: Sandro Gatra

SEMULA saya tidak setuju terhadap Presidential Threshold atau ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden di Indonesia yang secara konstitusional diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Dalam Pasal 222 disebutkan, pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.

Saya semula merasa hakikat Presidential Threshold tidak demokratis sebab membatasi hak warga untuk memilih dan membatasi hak warga untuk menyapreskan diri, yang berarti tidak selaras sukma dasar demokrasi.

Maka saya sempat menggugat Presidential Threshold ke Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga hukum yang masih bisa dipercaya di persada nusantara masa kini.

Gugatan saya ditolak oleh MK dengan alasan tidak ada yang inkonstitusional pada Presidential Threshold yang sudah resmi disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Berarti saya salah alamat jika menggugat Presidential Threshold ke MK. Seharusnya saya menggugat ke DPR.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akibat merasa kecewa maka saya berusaha mawas diri dengan melakukan renungan lebih jauh dan mendalam terhadap Presidential Threshold.

Akhirnya berdasar kontemplasi dengan pemikiran positif, saya menyadari bukan mudarat, namun justru manfaat Presidential Threshold. Saya berhasil menemukan minimal dua manfaat.

Manfaat pertama adalah demi mencegah jangan sampai setiap warga bisa menyapreskan dirinya sendiri yang secara teknis administratif dan birokratif jelas mempersulit penyelenggaraan pemilu.

Meski sebenarnya kalau mau pasti mampu diatur penyelenggaraannya sehingga efisien dan efektif administratif maupun birokratif. Namun secara teknis kualitatif apalagi kuantitatif memang merepotkan.

Manfaat kedua adalah memperkuat posisi partai politik di peta politik kekuasaan di Indonesia sehingga para warga yang ingin nyapres wajib membutuhkan dukungan parpol terutama yang besar agar boleh dan bisa menyapreskan dirinya dengan memenuhi syarat Presidential Threshold.

Secara politis aritmatis, syarat perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional memang bermanfaat memperkuat dengan meletakkan posisi kekuasaan parpol jauh di atas posisi kekuasaan rakyat yang seharusnya di alam demokrasi justru kekuasaan rakyat berada di posisi paling atas.

Agar lebih sesuai kenyataan kekuasaan parpol terletak jauh di atas kekuasaan rakyat, seyogianya nama Dewan Perwakilan Rakyat diganti menjadi Dewan Perwakilan Parpol.

Setelah memahami dua manfaat Presidential Threshold, saya lebih merasa ikhlas untuk legowo menerima realita demokrasi di Indonesia.

Saya mahfum bahwa para warga yang layak menyapreskan diri seperti Rizal Ramli, Faisal Basri, Kwik Kian Gie, Mahfud MD, Yenny Wahid, Kofifah Indar Parawansa, Retno Marsudi, Sri Mulyani, Grace Natalie, Luhut Binsar Panjaitan, Moeldoko, Gatot Nurmantyo, Andika Perkarsa, Chappy Hakim, Suryo Prabowo, Hidayat Nur Wahid, Ilham Habibie, Basuki Tjahaja Purnama, Sandyawan Sumardi dan lain-lain pada hakikatnya sulit menyapreskan diri selama Presidential Threshold secara konstitusional masih hadir di bumi Indonesia tercinta. MERDEKA!

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi