Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jakarta Dulu Wajib Masker karena Pandemi, Kini Ganti karena Imbas Polusi

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.ID/TOTOK WIJAYANTO (TOK)
Lanskap Kota Jakarta yang diselimuti kabut asap polusi, Kamis (24/5/2023). Menurut data situs penyedia peta polusi IQAir, indeks kualitas udara saat itu mencapai 155 atau masuk dalam kategori tidak sehat.
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Kondisi polusi udara di Ibu Kota Jakarta membuat pemerintah mengusulkan penggunaan masker untuk pencegahan dampak buruk bagi kesehatan.

Usulan tersebut disampaikan Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, usai rapat koordinasi upaya peningkatan kualitas udara.

Rapat pada Jumat (18/8/2023) itu mengambil beberapa langkah penanggulangan, termasuk kewajiban menggunakan masker khusus di Jakarta dan sekitarnya.

"Jadi sekarang kita harus wajibkan (pakai) masker lagi. Kita sarankan terutama teman-teman polisi itu semua, kemarin sudah mulai pakai masker," kata Luhut, dilansir dari Kompas.com, Sabtu (19/8/2023).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bukan hanya usulan mewajibkan penggunaan, pemerintah juga tengah melakukan pengadaan masker secara besar-besaran.

Kondisi ini amat mirip saat pandemi Covid-19 mulai merebak di Tanah Air, tepatnya pada 2020 silam.

"Jadi kita sekarang lagi adakan (pengadaan) masker yang bisa (melindungi) sampai 50 persen," ujarnya.

Baca juga: Polusi Jakarta, Luhut Panggil Menteri, Gubernur, dan Wajibkan Masker


Kewajiban masker saat pandemi

Mundur saat pandemi, semua wilayah Indonesia terutama Jakarta tampak sepi lantaran pekerja menerapkan work from home (WFH) dan anak-anak menjalankan pembelajaran jarak jauh (PJJ).

Kala itu, seperti diberitakan Kompas.com (11/5/2020), jalanan ibu kota mulai lenggang seiring dengan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Seluruh masyarakat pun diwajibkan tertib menggunakan masker untuk melindungi diri dan keluarga dari infeksi virus corona.

"Maka, penggunaan masker yang baik dan benar sangat dianjurkan. Bahkan wajib di masa pandemi ini," kata  anggota tim komunikasi publik Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Reisa Broto Asmoro, Selasa (16/6/2020).

Dikutip dari Kompas.com, masker akan mencegah kontak dekat jika droplets yang berasal dari saluran pernapasan keluar saat batuk atau bersin.

Droplets itu, menurut Reisa, dapat mengenai tangan dan permukaan benda lain sehingga menjadi sumber baru virus.

"Dan apabila percikan itu tersentuh oleh tangan atau jatuh di permukaan benda di sekitar orang lain, maka besar kemungkinannya dapat menjadi sumber penularan bagi orang lain," ujarnya.

Kendati demikian, kebijakan menggunakan masker akhirnya melonggar bersamaan dengan melemahnya wabah virus corona.

Bahkan, pada Juni 2023, tiga tahun setelah pandemi, pemerintah resmi menghentikan aturan wajib menggunakan masker saat berada di fasilitas publik.

Pencabutan tersebut tertuang dalam Surat Edaran Nomor 1 Tahun 2023 tentang Protokol Kesehatan pada Masa Transisi Endemi untuk Mencegah Penularan Covid-19.

Juru Bicara Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito, seperti diberitakan Kompas.com menyampaikan, saat itu adalah momentum yang tepat untuk menyesuaikan kebijakan protokol kesehatan.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga telah mencabut status Covid-19 sebagai Public Health Emergency of International Concern (PHEIC).

Sementara itu, secara nasional, perkembangan kasus positif infeksi corona juga sudah mengalami penurunan sejak awal 2023.

Baca juga: Batuk Jokowi dan Bahaya Polusi Udara bagi Kesehatan...

Baru dua bulan lebih, masyarakat kembali pakai masker

Sayangnya, hanya dalam kurun waktu dua bulan lebih, masyarakat Jakarta dan sekitarnya kemungkinan akan diminta untuk kembali memasang masker sebagai perlindungan.

Pasalnya, udara di kota ini masih masuk dalam kategori tidak sehat menurut situs pengukuran kualitas udara IQAir.

Misalnya, pada Minggu (20/8/2023) pagi, laman IQAir mencatat angka 161 di Jakarta, paling buruk di antara kota besar lain di seluruh dunia.

Dilansir dari Kompas.com, Minggu, konsentrasi polutan tertingi dalam udara di wilayah ibu kota adalah PM 2.5, dengan nilai konsentrasi 105 mikrogram per meter kubik.

Konsentrasi tersebut mencapai 15 kali nilai panduan kualitas udara tahunan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Merujuk data di atas, maka kualitas udara di Jakarta tetap buruk meski sebagian besar masyarakat tidak berangkat bekerja.

Menurut Luhut, partikel polusi udara saat ini dapat menyebabkan berbagai penyakit, mulai dari jantung hingga kanker pernapasan.

Namun, masker yang saat ini banyak beredar hanya memberikan perlindungan hingga 15 persen. Oleh karena itu, pihaknya akan melakukan pengadaan masker bagi masyarakat.

"Tapi masker ini hanya 15 persen (perlindungannya terhadap polusi udara). Jadi kita sekarang lagi adakan (pengadaan) masker yang bisa (melindungi) sampai 50 persen," kata Luhut.

(Sumber: Kompas.com/Penulis Ari Purnomo, Haryanti Puspa Sari, Nabilla Ramadhian | Editor: Aditya Maulana, Diamanty Meiliana, Shintaloka Pradita Sicca, Ihsanuddin, Muhammad Idris)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi