Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Salju Abadi di Puncak Jaya Terancam Punah, BMKG Ungkap Penyebab dan Dampaknya

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS/MUHAMMAD SUDARTO
Puncak Carstensz Pegunungan Jayawijaya yang selalu bersalju
|
Editor: Farid Firdaus

KOMPAS.com - Salju abadi yang menyelimuti Puncak Jaya, Pegunungan Cartenz, Papua terancam punah.

Sebelumnya, potensi mencairnya lapisan es itu sudah diwanti-wanti oleh sejumlah pihak, baik Badan Meteorologi, Geofisika, dan Klimatologi (BMKG) maupun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Pantauan BMKG menunjukkan, dalam beberapa dekade terakhir, salju abadi di Puncak Jaya itu terus mencair.

Hasil riset analisis paleoklimat berdasarkan inti es yang dilakukan oleh BMKG bersama Ohio State University, Amerika Serikat, mencatat, pencairan gletser di Puncak Jaya setiap tahunnya terjadi sangat masif.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lantas, apa yang menyebabkan salju abadi itu mencair dan terancam punah?

Baca juga: Ramai soal Gunung Bromo Berselimut Salju, Fenomena Apa Itu?

Penyebab salju di Puncak Jaya mencair

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjelaskan penyebab salju abadi di Puncak Jawa, Pegunungan Cartenz, Papua terancam punah.

Dia mengatakan, mencairnya es di Puncak Jaya disebabkan oleh pemanasan global dan perubahan iklim yang sedang terjadi di seluruh dunia.

"Dalam beberapa dekade terakhir dilaporkan terjadi penurunan drastis luas area salju abadi di Puncak Jaya," kata Dwikorita, dilansir dari laman BMKG.

Laporan BMKG mencatat, salju abadi itu pada 2010 memiliki ketebalan es mencapai 32 meter.

Namun, seiring perubahan iklim yang terjadi di dunia, lapisan es itu terus berkurang.

Hingga 2015, laju penurunan ketebalan es berkisar satu meter per tahun.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Salju Gunung Es di Peru Longsor, 4.000 Orang Tewas

Kondisi kian buruk pada 2015-2016 ketika Indonesia dilanda fenomena El Nino kuat di mana suhu permukaan menjadi lebih hangat.

Akibatnya, gletser di Puncak Jaya mencair hingga 5 meter per tahun.

Pencairan salju abadi itu tak berhenti. Pada 2015-2022, BMKG mencatat ketebalan es mencair 2,5 meter per tahun.

Diperkirakan ketebalan es yang tersisa pada Desember 2022 hanya 6 meter.

Sementara itu, tutupan es pada 2022 berada di angka 0,23 km persegi atau turun sekitar 15% persen dari luasan pada Juli 2021 yaitu 0,27 km persegi.

"Fenomena El Nino tahun 2023 ini berpotensi untuk mempercepat kepunahan tutupan es Puncak Jaya," kata Dwikorita.

Baca juga: Saat Air Terjun Raksasa Niagara Membeku Diterpa Badai Salju Ekstrem...

Dampak salju di Puncak Jaya mencair

Keberadaan salju abadi yang menjadi kebanggaan Indonesia kini terancam punah dalam beberapa tahun ke depan.

Hal ini tentu menjadi kehilangan yang sangat signifikan bagi bangsa Indonesia.

Kepunahan salju abadi di Puncak Jaya tidak hanya menghilangkan fenomena langka itu.

Berbagai aspek kehidupan di wilayah dan ekosistem sekitar salju abadi juga terancam punah.

"Dampak lain dari mencairnya es di Puncak Jaya adalah adanya kontribusi terhadap peningkatan tinggi muka laut secara global," ungkap Dwikorita.

Baca juga: Mengenal Tabuk, Satu-satunya Kota di Arab Saudi yang Diselimuti Salju

Oleh sebab itu, menurutnya penting bagi seluruh pihak untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya menjaga lingkungan.

Upaya mitigasi perubahan iklim sudah sepatutnya menjadi fokus dari seluruh aksi yang dilakukan.

Misalnya, mengurangi emisi gas rumah kaca dan membangun energi terbarukan. Selain itu, kerjasama lintas sektor dalam menjaga keberlanjutan ekosistem dan kehidupan masyarakat di wilayah Indonesia juga perlu terus diperkuat.

Mencairnya salju abadi di Puncak Jaya, Papua, merupakan bukti nyata bagaimana perubahan iklim memberikan dampak yang tidak baik bagi kehidupan.

Baca juga: Dampak Salju Lebat di Jepang, Penangguhan Penerbangan hingga Belasan Tewas karena Jatuh dari Atap

Salju abadi di Puncak Jaya

Dilansir dari Kompas.com (12/3/2022), fenomena salju di Puncak Jaya, Papua merupakan hal yang unik karena Indonesia tidak memiliki musim salju.

Kemunculan salju di puncak ketinggian 4.884 mdpl itu disebabkan oleh temperatur puncak yang sangat dingin.

Di sana, temperatur udara akan turun 1 derajat untuk tiap ketinggian 100 meter.

Dengan ketinggian gunung 4.884 mdpl, temperatur di Puncak Jaya akan turun sekitar 49 derajat celsius dari temperatur di permukaan laut.

Sebagai contoh, jika temperatur di pantai 30 derajat celsius, maka temperatur di Puncak Jaya berkisar -19 derajat celsius.

Temperatur suhu tersebut yang menyebabkan Puncak Jayawijaya diselimuti salju, bahkan salju abadi.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi