Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan Elektabilitas Anies yang Sulit Naik dan Kurang Kompetitif...

Baca di App
Lihat Foto
FADLAN MUKHTAR ZAIN
Bakal calon presiden (Bacapres) Anies Baswedan membuka Jambore DPW Partai Nasdem Jawa Tengah di Bumi Perkemahan Baturraden, Kabupaten Banyumas, Senin (21/8/2023) malam.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Elektabilias Anies Baswedan kembali tercecer di urutan ketiga dalam survei Litbang Kompas periode Juli-Agustus 2023.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu hanya meraup elektabilitas sebesar 12,7 persen, terpaut jauh dari dua pesaingnya yakni Ganjar Pranowo 24,9 persen dan Prabowo Subianto 24,6 persen.

Hasil serupa juga tak jauh beda dalam simulasi 10 nama, lima nama, dan tiga nama. Anies konsisten berada di urutan ketiga dan tertinggal jauh dari dua pesaingnya.

Baca juga: Kapan Pengumuman Cawapres Anies Baswedan?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lantas, apa yang terjadi?

Baca juga: Melihat Manuver Politik Gibran Jelang Pemilu 2024...

Stagnasi Koalisi Perubahan

Direktur Eksekutif Indostrategic Ahmad Khoirul Umam menilai, lemahnya elektabilitas Anies Baswedan tak lepas dari kondisi Koalisi Perubahan yang semakin stagnan.

Sebab, Nasdem yang pertama kali mengusung Anies justru terus mengulur waktu soal deklarasi capres dan cawapres.

Padahal, PKS dan Demokrat telah berkali-kali mendesak agar deklarasi itu segera dilakukan.

Umam melihat sikap Nasdem yang belakangan diam, karena tarsandera oleh tangan-tangan kekuasaan yang tak terlihat (invisible hand).

"Karena ketakutannya pada manuver itu, Paloh terus memilih diam, mengulur waktu, dan tidak segera memutuskan nasib keberlanjutan pencapresan Anies," kata Umam kepada Kompas.com, Rabu (23/8/2023).

Sayangnya, Anies belakangan juga tampil kurang agresif dalam memimpin koalisi. Bahkan, cenderung ikut diam menyaksikan Koalisi Perubahan yang stagnan.

Baca juga: Survei Nama-nama Capres Potensial di 2024, Ganjar Nomor 1

Tak bisa ulangi sukses Pilkada Jakarta

Ia menjelaskan, Anies semestinya tampil lebih berani dalam memecah kebuntuan koalisi.

Pasalnya, usai bergabungnya Golkar dan PAN ke kubu Prabowo, konfigurasi parpol pembentuk poros koalisi saat ini sudah fase final.

"Tidak ada lagi yang perlu ditunggu. Jika Anies tetap terdiam, Anies tidak sadar dirinya hampir kehilangan momentum," jelas dia.

"Anies seharusnya juga paham bahwa success story-nya di Pilkada Jakarta 2017, di mana elektabilitasnya sempat tercecer di awal kontestasi, tidak bisa disamakan dan diterapkan kembali dalam kontestasi Pilpres Indonesia," sambungnya.

Oleh karena itu, Umam menyebut Anies dan koalisi semestinya segera mengumumkan capres dan cawapres, serta membentuk infrastruktur pemenangan.

Dengan begitu, elektabilitas Anies diharapkan dapat kembali kompetitif menjelang Pilpres 2024.

Baca juga: Soal Wacana Duetkan Ganjar dengan Anies, Plt Ketum PPP: Ya Sah-sah Saja

Soroti ide Ganjar-Anies

Umam pun menyayangkan sikap Nasdem yang justru mendukung ide Ganjar-Anies yang dilontarkan PDI-P.

Baginya, wacana itu merupakan bagian dari strategi awal pembubaran Koalisi Perubahan, sehingga salah satu partai yang merasa tidak nyaman bisa segera keluar dari koalisi.

Jika ini terjadi, maka deadlock Koalisi Perubahan sebenarnya bukan semata-mata akibat benturan ego elit partai-partai.

Namun, hal ini menurutnya sebagai akibat dari cawe-cawe tangan kekuasaan yang mengunci" salah satu partai pengusung Anies.

"Sehingga gamang dan tidak siap menghadapi risiko besar pencapresan Anies ke depan," pungkasnya.

Baca juga: Sepak Terjang Anies Baswedan, Bakal Calon Presiden 2024 Usungan Nasdem

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi