Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Marak Penjarahan Saat Korban Terkena Musibah, Apa yang Terjadi?

Baca di App
Lihat Foto
Tangkapan layar Instagram
Sejumlah warga menjarah susu bermerek Bear Brand dari truk yang kecelakaan di Jalan Raya Langut, Kecamatan Lohbener, Indramayu, Jawa Barat, Senin (21/8/2023).
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Media sosial baru-baru ini diramaikan dengan video penjarahan truk bermuatan susu "Bear Brand" usai kecelakaan.

Dalam video yang beredar, tampak warga yang sudah membawa wadah berbondong-bondong mendatangi truk dan mengambil susu dalam jumlah banyak.

Kejadian itu diketahui berlokasi di Kecamatan Lohbener, Indramayu, Jawa Barat pada Senin (21/8/2023).

Baca juga: [KLARIFIKASI] Video Disebut Aksi Penjarahan di Thamrin City Jakarta

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dikutip dari Kompas.com, Selasa (22/8/2023), truk yang mengangkut susu Bear Brand tersebut menabrak trotoar dan terguling lantaran menghindari sepeda motor yang akan berbelok.

Produk susu yang dibawa truk tersebut adalah produk susu segar siap jual dengan masa kedaluwarsa November 2024.

Bukan kali ini saja, insiden penjarahan sebelumnya juga pernah terjadi di Sintang, Kalimantan Barat pada pertengahan bulan lalu.

Baca juga: Viral, Video Warga di Ponorogo Ramai-ramai Ambil Bawang dari Truk yang Melintas, Bagaimana Ceritanya?

Sekelompok pemulung menjarah dan mengais barang sisa kebakaran di kawasan Pasar Sungai Durian.

Sang pemilik tokoh pun berteriak histeris dan meminta agar mereka berhenti memunguti barang-barang tokonya.

Lantas, mengapa kerap terjadi penjarahan di tengah musibah menimpa korban?

Baca juga: Mencampur Kopi Instan dan Susu, Sehatkah bagi Tubuh?

Masyarakat transisi

Sosiolog Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta Drajat Tri Kartono mengatakan, penjarahan ini bisa terjadi karena beberapa kondisi.

Pertama, penjarahan ini biasanya terjadi pada kelompok-kelompok masyarakat yang berada pada transisi.

Pada masyarakat transisi, mereka biasanya mengalami pergeseran yang belum tuntas.

"Biasanya di dalam masa-masa transisi itu nilai dan norma-norma hidup mengalami kecenderungan untuk anomi," kata Drajat kepada Kompas.com, Rabu (23/8/2023).

Menurutnya, anomi merupakan kondisi ketika nilai dan norma-norma dalam masyarakat masih ada, tetapi tidak terlalu dipatuhi.

Hal ini terjadi karena mereka melihat adanya perilaku-perilaku sejenis yang dibiarkan, meski tidak sesuai dengan norma.

Baca juga: Videonya Viral, Begini Nasib Pemulung yang Jarah Barang Sisa Kebakaran di Sintang

Oportunistik behaviour dan ekonomi

Drajat menuturkan, penjarahan ini juga tidak menutup kemungkinan karena adanya perilaku-perilaku yang bersifat oportunistik behaviour.

Maksudnya, perliaku-perilaku oportunistik atau "mumpung ada kesempatan" membuat masyarakat melakukan hal tersebut.

Hal ini juga bisa disebabkan karena faktor ekonomi.

"Karena ekonomi mereka sedang sulit, sedangkan peluang-peluang untuk mendapatkan kesempatan kerja, penghasilan lebih baik itu sulit," jelas dia.

Ketika momen itu tercipta, maka kondisi ekonomi yang lemah mendorong mereka berbuat melakukan hal-hal melebihi batas nilai dan norma.

Sayangnya, penegakan hukum untuk melakakukan kontrol itu belum maksimal.

"Karena ini secara kolektif orang kemudian mengabaikan nilai-nilai norma itu, maka yang harus bergerak adalah government control," upungkasnya.

Baca juga: Mengapa di Lingkungan Kerja Rawan Terjadi Selingkuh? Ini Kata Sosiolog

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi