KOMPAS.com - Olahraga adalah salah satu cara untuk membuat tubuh menjadi lebih sehat dan bugar.
Olahraga juga dapat digunakan untuk mendapatkan tubuh yang berotot dan ideal. Sehingga, beberapa orang mungkin akan secara rutin berolahraga untuk mencapai target berat badan yang diinginkannya.
Namun, pernahkah Anda merasa sudah berolahraga secara rutin, namun tidak ada perubahan yang terjadi pada tubuh?
Apabila mengalaminya, maka kondisi ini disebut sebagai body dysmorphia.
Baca juga: 5 Manfaat Olahraga dan Latihan Fisik bagi Kesehatan Mental
Baca juga: Terlalu Banyak Olahraga Bisa Memperpendek Umur, Berapa Idealnya?
Apa itu body dysmorphia?
Dosen Fakultas Ilmu Olahraga Universitas Negeri Surabaya Kunjung Ashadi mengatakan, body dysmorphia merupakan kondisi saat seseorang telah berolahraga secara rutin, namun mereka merasa cemas dan menganggap tidak terjadi perubahan pada tubuhnya.
Menurutnya, body dysmorphia memiliki tanda yang dapat tercermin dari pikiran negatif atau rasa cemas terhadap kekurangan tubuh.
Jadi, seseorang akan merasa rendah diri dengan kondisi fisiknya padahal kenyataannya kekurangan itu hanyalah masalah kecil.
"Penyebab utama body dysmorphia adalah genetika, kelainan struktur otak, dan pengaruh lingkungan. Namun bila kita hubungkan dengan aktivitas olahraga, maka faktor yang rasional menjadi penyebab adalah faktor lingkungan," ujarnya kepada Kompas.com, Rabu (23/8/2023).
"Misalnya, saat berolahraga di masa lalu, seseorang pernah mengalami pengalaman buruk atau trauma dari lingkungan sekitar, misal pernah di-bully atau dilecehkan," tambahnya.
Sementara itu, kata Kunjung, body dysmorphia memiliki beberapa level mulai dari ringan hingga serius.
Apabila masih berada di level yang ringan, hal ini bisa disembuhkan dengan dukungan lingkungan yang tepat. Akan tetapi, apabila sudah pada tahap serius atau tingkat lanjut, maka perlu bantuan atau dukungan psikolog.
Baca juga: Mahasiswi Undip Buka Jasa Cuci Piring Gratis untuk Redakan Stres, Psikolog: Bentuk Coping Mechanism
Rentan dialami remaja
Sementara itu, psikolog klinis dari Unika Soegijapranata Semarang Christin Wibhowo mengungkapkan, body dysmorphia disorder atau gangguan dismorfik tubuh termasuk dalam gangguan mental yang rentan dialami oleh remaja yang berusia belasan tahun.
"Karena pada masa remaja, mereka sedang mengalami perubahan tubuh dari anak-anak ke usia remaja. Sehingga sering kali ada bentuk tubuhnya yang belum sempurna namun dianggap sebagai kekurangan mereka," ujarnya terpisah.
Christin juga menyampaikan, ciri-ciri orang dengan body dysmorphia disorder ditandai dengan perasaan yang mudah cemas terhadap kekurangan tubuhnya, terlebih apabila ada orang lain yang menyinggung soal fisiknya.
"Mungkin orang dengan dismorfik tubuh akan merasa cemas, namun di sini cemasnya itu cemas yang berlebihan atau lebay terhadap tubuhnya," ungkapnya.
"Misalnya ada yang ngomong 'kok kamu pipinya berjerawat ya?' kemudian orang dengan body dysmorphia disorder ini salah berpikir dan menyimpulkan bahwa dirinya sudah sangat jelek hanya karena satu jerawat di pipinya," sambungnya.
Lebih lanjut kata Christine, kondisi ini sama halnya seperti orang yang menginginkan bentuk badan yang bagus dengan otot tubuh, sehingga ia akan sering berolahraga untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.
"Berolahraga secara berlebihan, jadi bukannya sehat tapi malah tidak baik karena dia terus merasa tubuh atau ototnya kurang kencang atau tidak berubah setelah berolahraga," ucap dia.
Jadi, orang dengan body dysmorphia akan menanggapi suatu stimulus yang berkaitan dengan tubuhnya secara berlebihan.
Baca juga: Olahraga Pagi Vs Olahraga Sore, Manakah yang Bisa Memperpanjang Umur?
Dampak body dysmorphia disorder
Lebih lanjut, Christine mengungkapkan bahwa terdapat dampak buruk yang bisa terjadi ketika orang dengan gangguan body dysmorphia tidak segera diobati.
"Kalau orang dengan body dysmorphia disorder dibiarkan saja, maka dia bisa mengalami depresi. Ini karena dia merasa dirinya tidak patut dan tidak layak untuk dilihat ataupun dicintai seseorang," jelas dia.
"Kalau sudah sampai tahap depresi, dia akan menarik diri, terus bisa saja mereka menyakiti diri sendiri dan menghindari pertemuan-pertemuan di dunia nyata," tambahnya.
Untuk itu Christine menyarakan, ketika sudah ada gejala-gejala body dysmorphia yang ia sebutkan di atas, maka harus segera diatasi.
Baca juga: Hindari 4 Kesalahan Olahraga Ini agar Bisa Berumur Panjang
Pengobatan body dysmorphia disorder
Christine menyampaikan, orang dengan gangguan body dysmorphia harus segera mencari bantuan ke dokter ataupun psikolog untuk meyakinkan dirinya atas pikiran cemas dan negatif tersebut.
"Misalnya saat punya satu jerawat dan orang pengidap body dysmorphia berpikir cemas karena satu jerawat itu, maka hendak ke dokter spesialis untuk meyakinkan bahwa jerawat tersebut memang tidak ada masalah," ungkap dia.
Dengan begitu, diharapkan orang dengan body dysmorphia disorder tersebut dapat mempercayai kata-kata yang disampaikan oleh ahli yang bersangkutan.
"Apabila sudah sampai di tahap di mana orang merasa cemas hingga tidak bisa bersosialisasi dengan lingkungannya karena hal-hal yang dianggapnya berlebihan itu, saya sarankan agar mereka segera mengunjungi orang yang berkopenten seperti dokter dan psikolog," katanya lagi.
Baca juga: Kenali Gejala Cacophobia, Fobia Orang Jelek
Ia mengungkapkan bahwa ada terapi psikologi yang bisa dilakukan untuk penderita body dysmorphia disorder, yaitu terapi kognitif perilaku.
Terapi kognitif perilaku atau CBT (cognitive behavioral therapy) adalah salah satu bentuk dari psikoterapi.
Terapi ini bertujuan untuk melatih cara berpikir (fungsi) kognitif dan cara bertindak (perilaku) Anda.
"Terapi kognitifnya bisa untuk membetulkan cara berpikirnya bahwa 'oke kamu jerawatan dan memang harus ke dokter, tapi ayolah kita fokus kepada kelebihan apa yang kamu miliki dan bukan kelemahan'," pungkasnya.
Baca juga: 5 Fobia Paling Aneh di Dunia, Ada Rasa Takut terhadap Toilet
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.