Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selamat Ulang Tahun Wiji Thukul, Aktivis yang Hilang Tahun '98 dan Belum Ditemukan

Baca di App
Lihat Foto
Hariadi Saptono
Penyair Wiji Thukul Wijaya, aktivis hak asasi manusia yang hilang pada 1998 dan hingga kini belum ditemukan.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Aktivis dan seniman Wiji Thukul hilang saat gejolak 1998 dan hingga kini nasibnya belum diketahui. 

Jika ia masih hidup, hari ini usianya akan genap berusia 60 tahun. Wiji Thukul lahir di Kota Solo, Jawa Tengah pada 26 Agustus 1963.

Ia merupakan anak tertua dari tiga bersaudara yang berasal dari keluarga tukang becak di Kampung Sorogenen, Jagalan, Jebres, Solo, Jawa Tengah, wilayah yang penduduknya didominasi oleh buruh dan tukang becak.

Nama Wiji Thukul dikenal publik berkat puisi-puisinya yang lantang mengkritik otoriterianisme Orde Baru dan tekadnya memperjuangkan hak kelompok marjinal.

Perjuangan Wiji Thukul membuatnya dihilangan paksa yang membuat keberadaanya tidak diketahui hingga kini.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sebelum menghilang, Wiji Thukul juga menjadi buronan yang membuat dirinya harus bersembunyi dan berpindah-pindah tempat agar tidak ditangkap aparat.

Baca juga: Biografi Wiji Thukul, Penyair dan Aktivis Korban Penghilangan Paksa


Masa muda Wiji Thukul

Dilansir dari Ensiklopedia Kemendikbud, Wiji Thukul sudah memiliki ketertarikan terhadap seni sejak usianya masih belia.

Ketika duduk di bangku SD, Thukul yang dikenal sebagai penyair pelo atau cadel sudah mulai menulis puisi.

Ia juga tertarik dengan dunia teater ketika duduk di bangku SMP. Salah satu kelompok teater yang pernah ia ikuti adalah Teater Jagalan Tengah (Jagat).

Selama bermain teater, ia keluar-masuk kampus di beberapa daerah, mulai dari Solo, Yogyakarta, termasuk Surabaya.

Setelah lulus dari bangku SMP, Wiji Thukul melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Menengah Karawitan Indonesia (SMKI) Jurusan Tari. Namun, ia keluar atau drop out dari sekolah ini pada 1982.

Setelah tidak bersekolah, Wiji Thukul sempat berjualan koran. Setelah itu, ia bekerja sebagai tukang pelitur setelah diajak oleh tetangganya bekerja di sebuah perusahaan mebel antik.

Baca juga: Kerinduan dan Ketidakpastian Setelah Wiji Thukul Hilang...

 

Wiji Thukul jadi wartawan

Thukul pernah menjadi wartawan pada 1988. Namun, pekerjaan ini hanya digeluti selama tiga bulan.

Sajak-sajaknya pernah diterbitkan di berbagai media cetak, baik dalam maupun luar negeri, seperti Pembaharuan, Bernas, Surabaya Post, Merdeka, Inside Indonesia (Australia), dan Tanah Air (Belanda).

Ia juga diberi panggung untuk tampil di Pasar Malam Puisi yang diselenggarakan Erasmus Huis, di Pusat Kebudayaan Belanda, Jakarta.

Wiji Thukul jadi aktivis

Thukul menikah dengan Diah Sujirah atau akrab disapa Mbah Sipon pada Oktober 1988, tahun yang sama ketika ia menjadi wartawan.

Setelah meninggalkan pekerjaan sebagai wartawan, Thukul terlibat dalam serangkaian aksi untuk menuntut keadilan.

Salah satunya terjadi ketika ia bergabung dengan masyarakat di pabrik tekstil PT Sariwarna Asli pada 1992 untuk memprotes pencenamaran lingkungan yang disebabkan oleh industri.

Dilansir dari Kompas.com, Jumat (6/1/2023), ia juga masuk barisan demonstran Kedungombo, Sritex dan aksi demonstrasi besar di Solo.

Thukul juga mendirikan Sanggar Suka Banjir yang dijadikan ruang kreativitas bagi anak di pinggir kali yag sering mengalami banjir.

Sangar tersebut menjadi alat una melawan penindasan pemerintah dan ketikdadilan.

Wiji Thukul jadi buron

Dilansir dari Kompas.com, Rabu (26/8/2023), perjuangan Thukul memperjuangkan keadilan harus dibayar mahal dengan keberadaannya yang diincar oleh pemerintah.

Menurut Budiman Sudjatmiko yang semasa Orde Baru menjadi Ketua Umum Partai Rakyat Demokratik, Thukul menjadi salah satu target utama ketika rezim melakukan pembersihan besar-besaran terhadap aktivis gerakan demokrasi.

Hal tersebut dilakukan pascatragedi berdarah pada 27 Juli 1996.

Akibatnya, Thukul harus berpindah-pindah kota untuk menghindari kejaran aparat. Ia pernah bersembunyi di Salatiga, Jakarta, Tangerang, termasuk di kota kelahiranya sendiri, Solo.

Budiman menduga, Thukul menjadi salah satu korban penyapouan aktivis di Kota Bengawan.

Selain Thukul, ada pula sosok aktivis lain yang belum ditemukan hingga kini, yaitu Suyat.

Wiji Thukul menghilang

Wiji Thukul dilaporkan hilang lantaran keberadannya tidak diketahui pada 1998-2000.

Ia dikabarkan hilang usai Sipon melapor kepada Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) pada 1 April 2000 bila suaminya tidak diketahui keberadaannya.

Sipon bersama adik Thukul bernama Wahyu mengaku, terakhir kali bertemu dengan Thukul pada 19 Februari 1998. Komunikasi mereka dilakukan melalui telepon.

Munarman yang pada saat itu merupakan Koordinator KontraS mengatakan, Thukul masih diketahui keberadannya pada Maret-April 1998.

Thukul disebut bertemu dengan beberapa teman, namun kabar ini adalah informasi terakhir yang bisa diperoleh tentang si penyair.

"Hilangnya Wiji Thukul sekitar Maret 1998 kami duga berkaitan dengan aktivitas yang dilakukan oleh yang bersangkutan," kaya Munarman.

"Saat itu bertepatan dengan peningkatan operasi represif rezim Orde Baru dalam upaya pembersihan aktivitas politik yang berlawanan dengan Orde Baru," tambahnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi