Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Arti Kata Pengemis dan Sejarahnya, Berasal dari Tradisi Raja Keraton Surakarta

Baca di App
Lihat Foto
Timur Weber
Ilustrasi seorang pengemis.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Pengemis merupakan suatu kata yang sudah terdaftar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

Kata pengemis digunakan untuk melabeli orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka umum.

Baru-baru ini, media sosial TikTok ramai memperbincangkan soal asal kata pengemis. Konon, kata itu berasal dari salah satu tradisi Raja di Keraton Surakarta.

"Sejarah pengemis bermula dari bagian upacara adat di Kraton Surakarta," tulis pengguna TikTok ini.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Viral, Video Diduga Pengemis Pura-pura Tidak Bisa Jalan di Area Stasiun Tugu Yogyakarta

Lantas, seperti apa asal mula kata pengemis di Indonesia?

Baca juga: [HOAKS] Seorang Anak di Sidoarjo Diculik dan Dijadikan Pengemis

Arti kata pengemis

Kepala Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah Ganjar Harimansyah mengatakan bahwa kata pengemis berasal dari kata kemis.

"Kata pengemis merupakan kata turunan dari kata kemis," ujarnya saat dikonfirmasi Kompas.com, Sabtu (27/8/2023).

Kata kemis kemudian direkam dalam KBBI degan makna minta (asalnya dilakukan pada hari Kamis) atau berupa kata benda ragam cakapan untuk menyebutkan hari Kamis.

Menurut Ganjar, kata kemis berasal dari bahasa Arab khamis, yang berarti hari ke-5 dalam jangka waktu satu minggu.

Kata itu kemudian diserap ke dalam bahasa Jawa menjadi "Kemis".

"Jika ada yang mengatakan bahwa kata pengemis berasal dari kata wong kemis atau wong ngemis, dapat ditelusuri dari tradisi kemisan di masa Sri Susuhunan Paku Buwono X (yang memerintah di Kesunanan Surakarta pada tahun 1893–1939," jelasnya.

Baca juga: Viral, Video Pengemis Gandeng Tuna Netra Saat Beraksi di Malioboro, Dinsos: Ada Sanksi di Perda jika Memberi

Sejarah kata pengemis

Ganjar menjelaskan, pada masa pemerintahan Sri Susuhunan Paku Buwono X, setiap hari Kamis, Raja Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat itu sering menemui rakyatnya di luar istana.

"Beliau biasa membagikan udhik-udhik atau sedekah berupa uang koin kepada masyarakat," kata Ganjar.

Dilansir dari penelitian Berpangku pada Raja: Pengemis dalam Narasi Sedekah Paku Buwono X Tahun 1893-1939 oleh Resianita Carlina, tradisi kamisan merupakan sebuah upacara adat yang diselenggarakan rutin setiap hari Kamis.

Upacara itu dimaksudkan untuk menyambut hari Jumat, hari yang dimuliakan dan dalam pengertian masa kerajaan Mataram Islam disebut sebagai harinya raja.

Pada hari itu, Paku Buwono X akan keluar dari Keraton untuk melihat kondisi rakyatnya.

Baca juga: Konflik Keraton Surakarta, Terjadi Bentrok Dua Kubu Kerabat Keraton

Momen itu digunakan juga untuk mendekatkan diri kepada rakyatnya, salah satunya dengan membagikan udhik-udhik atau sedekah.

Awalnya, mereka yang menerima udhik-udhik menganggap bahwa pemberian sang Raja sebagai berkah yang tak ternilai.

Namun, dalam perkembangannya orang-orang yang menerima udhik-udhik itu disebut wong kemisan.

"Lambat laun, istilah tersebut berubah menjadi wong ngemis atau ‘orang yang meminta (minta),," jelas Ganjar.

Baca juga: Videonya Viral, Pengemis yang Pura-pura Lumpuh di Yogyakarta Akhirnya Ditangkap Polisi

Muncul pada 1890-an

Ganjar menambahkan, kata pengemis itu diperkirakan muncul pada 1890-an.

"Beberapa referensi menyebut kata itu muncul pertama kali di Koran Bromartani pada 1895 dalam berita kegiatan Kamis sore Pakubuwono X," kata dia.

Pemberian sedekah Pakubuwono X kepada wong kemisan ini juga tertulis dalam Serat Sri Karongron pada 1914.

Pada 1939, kata ngemis memiliki arti njaluk dana atau meminta bantuan dana.

Kemudian, pada 1939, kamus bahasa Melayu mencatat kata kemis (yang berarti hari), lalu menjadi kata ngemis, berkemis, pengemis.

Baca juga: Fakta dan Kronologi Keributan di Keraton Surakarta

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi