Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lebih dari 300 Pendaki Tewas di Gunung Everest, Bagaimana Mayatnya?

Baca di App
Lihat Foto
Dok. Pixabay/Simon
Ilustrasi Gunung Everest, puncak tertinggi di Benua Asia.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Gunung Everest di Nepal menjadi salah satu puncak tertinggi yang berusaha ditaklukan para pendaki seluruh dunia. Puncak Gunung Everest pertama kali dicapai pada 1953.

Selanjutnya sekitar 6.500 misi pendakian untuk menaklukkan puncak Everest telah dilakukan sejak saat itu. 

Pada musim pendakian tahun 2023, pemerintah Nepal memberi izin pendakian Everest kepada 463 orang. Para pendaki akan ditemani warga setempat yang berprofesi sebagai sherpa.

Ini berarti akan ada sekitar 900 orang yang berusaha mencapai puncak gunung pada musim pendakian 2023. Angka tersebut menjadikan 2023 sebagai tahun pendakian terpadat ke gunung tersebut.

300 pendaki telah tewas

Sayangnya, mendaki Everest yang puncaknya ditutupi salju jelas tidak mudah. Nyawa para pendaki dan sherpa bahkan terancam longsor dan badai salju.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejak awal pendakian Everest, diperkirakan ada lebih dari 300 orang meninggal di tengah perjalanan. Pendakian tahun 2015 termasuk yang paling mematikan karena menewaskan 19 orang. Sementara tahun ini hingga Mei 2023 ini sudah ada empat pendaki tewas.

Lantas, bagaimana nasib mayat para pendaki atau sherpa yang meninggal di Gunung Everest?

Baca juga: 5 Pendaki Meninggal di Gunung Everest Seminggu Terakhir, Total 9 Orang di Periode April-Mei 2023


Mayat dibiarkan begitu saja

Mayat pendaki yang meninggal di Everest akan sulit dievakuasi dan dibawa turun. Selain itu, risiko yang dapat terjadi saat evakuasi juga besar.

Dilansir dari Business Insider (13/5/2023), dua pendaki Nepal tewas saat mencoba melakukan evakuasi mayat pendaki dari Everest pada 1984. Oleh karena itu, mayat pendaki yang meninggal di Everest sering kali dibiarkan tetap di tempat dia meninggal. 

Pendaki Everest Alan Arnette menjelaskan para pendaki biasanya akan mengikat mayat yang ditemukan dengan tali, potongan kain, atau diletakkan di kereta luncur salju. Mayat itu kemudian didorong ke dalam jurang atau lereng curam.

Jika memungkinkan, mayat tersebut mungkin ditutupi dengan tumpukan batu sehingga membentuk gundukan kuburan.

Tindakan ini dilakukan untuk mencegah jenazah terlihat pendaki lain maupun fotonya beredar sehingga bisa membuat sedih keluarga yang ditinggalkan.

Arnette mengungkapkan setiap orang yang naik ke Everest akan menandatangani beberapa formulir yang menyatakan bersedia jenazahnya dikuburkan di gunung jika meninggal selama perjalanan.

Baca juga: Apa Itu Sherpa, yang Videonya Viral Selamatkan Pendaki Malaysia di Gunung Everest? 

 

Keluarga meminta dikembalikan

Meski kebanyakan mayat dibiarkan di Everest, keluarga seorang pendaki asal Inggris bernama David Sharp yang meninggal pada 2006 pernah meminta mayatnya dipulangkan.

Diberitakan BBC (9/10/2015), pengembalian mayat pendaki mungkin dilakukan sesuai keinginan pendaki dan keluarganya, serta tergantung lokasi kematian. Namun, mengevakuasi jenazah membutuhkan biaya mahal.

Untuk memulangkan satu mayat dari Everest, diperkirakan membutuhkan biaya hingga 100.000 dolar AS atau setara dengan Rp 1,5 miliar. Proses pemulangan ini mahal karena butuh ekspedisi khusus.

Enam hingga delapan sherpa akan ditugaskan menjalani ekspedisi pengambilan mayat.

Prosesnya tidak mudah karena mayat akan beku di atas gunung. Selain itu, bobotnya akan bertambah daripada tubuh aslinya.

“Mayat yang biasanya berbobot 80 kg mungkin berbobot 150 kg jika dibekukan dan digali dengan es di sekitarnya," kata pendiri perusahaan pemandu pendakian Asian Trekking, Ang Tshering.

Untuk menurunkan mayat, para sherpa akan mengangkut dengan tandu. Penggunaan tandu mencegah mayat yang membeku agar tidak hancur.

Namun, kondisi ini memperlambat perjalanan mereka yang harus menuruni lereng sempit dan berbahaya.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Pendakian Musim Dingin Pertama di Puncak Gunung Everest, Pecahkan Rekor Dunia!

Pembersihan jenazah massal

Karena Everest semakin banyak didaki, masalah tumpukan sampah dan mayat menjadi hal yang tak terelakkan. Untuk mengatasinya, diadakan pembersihan massal.

Dawa Steven dan rekan-rekannya dari Asian Trekking mengadakan upaya pembersihan tahunan di gunung tersebut sejak 2008. Mereka membuang lebih dari 15.000 kg sampah dan lebih dari 800 kg kotoran manusia.

Di tengah proses pembersihan, mereka akan memindahkan mayat atau bagian tubuh yang ditemukan. Mayat tersebut akan dikuburkan.

“Hal ini tidak selalu mungkin dilakukan jika ada mayat membeku di lereng pada ketinggian 8.000 meter. Namun, setidaknya kita dapat menutupinya dan memberikan penghormatan agar orang tidak mengambil gambarnya," jelasnya, dikutip dari South China Morning Post  (2/8/2020).

Pemerintah India juga pernah berupaya mengambil mayat tiga pendaki dengan menghabiskan sekitar 200.000 dolar AS atau lebih dari Rp 3 miliar. Misi ini menjadi bukti ada kemungkinan menemukan mayat pendaki di Gunung Everest.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi