Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramai soal Jejak Media Sosial Ikut Tentukan Seseorang Dapat Kerja atau Tidak, Ini Kata Konsultan Karier

Baca di App
Lihat Foto
X/@hiburandisosmed
Tangkapan layar twit soal unggahan yang menyebut media sosial memengaruhi seseorang mendapatkan pekerjaan.
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Unggahan media sosial kerap disebut dapat berpengaruh terhadap penerimaan atau penolakan lamaran pekerjaan seseorang.

Informasi itu turut disampaikan di media sosial X akun ini, Senin (4/9/2023) sore.

Tampak dalam video yang diunggah, kreator konten dan pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Vina Muliana membenarkan bahwa perekrut mengecek media sosial kandidat.

Menurut dia, 80 persen perekrut pasti akan melakukan verifikasi latar belakang, salah satunya dengan memeriksa jejak digital.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Jadi hati-hati banget kalau misalnya teman-tema mau posting sesuatu, mengomentari sesuatu, atau mau share sesuatu. Jangan sampai itu malah berdampak ke masa depan teman-teman semua," ungkapnya.

Hingga Rabu (6/9/2023) siang, unggahan tersebut telah mendapat lebih dari 8,8 juta tayangan, 6.000 suka, dan 1.100 repost dari pengguna X.

Lantas, benarkah media sosial sangat memengaruhi lamaran pekerjaan?

Baca juga: Ramai soal Mahasiswa Dituntut Sopan tapi Dosen Cuma Baca Pesan, Ini Kata Pengamat Pendidikan


Unggahan media sosial menggambarkan pelamar

Konsultan karier dan pencetus platform Jurusanku, Ina Liem menjelaskan, biasanya perusahaan ingin mengenal calon karyawan yang akan direkrut secara lebih dalam.

Pengenalan lebih dalam itu bertujuan untuk memastikan apakah kandidat cocok atau sesuai dengan kultur perusahaan.

"Resume (ringkasan data diri pelamar) kadang tidak sepenuhnya menggambarkan. Bisa juga di resume kelihatan indah, tapi kita perlu cek aslinya orangnya seperti apa," ujarnya, saat dihubungi Kompas.com, Rabu (6/9/2023).

Salah satu pengecekan yang dilakukan oleh para perekrut yakni melalui unggahan calon karyawan di media sosial.

Ina menyampaikan, media sosial sering kali dapat menunjukkan sifat serta kemampuan berpikir kritis seseorang dalam mengungkapkan opini atau hal lain.

Misalnya, dia mencontohkan, beberapa waktu lalu ramai soal unggahan seseorang yang mengaku lulusan Universitas Indonesia (UI) dan menolak tawaran gaji Rp 8 juta per bulan.

Menurut Ina, menolak tawaran sebenarnya hal lumrah dan diperbolehkan karena melamar pekerjaan melibatkan dua pihak.

"Namun, unggahannya yang jadi masalah. Dari kata-katanya, terlihat karakter anak ini bermental 'nebeng' nama universitas," lanjutnya.

Padahal, daripada mengandalkan nama besar universitas untuk mendapat gaji besar, yang bersangkutan dapat menampilkan aksi nyata yang telah dilakukan.

"Dia tidak mengatakan, 'Haloo, meskipun gue lulusan UI, gue udah bangun komunitas bersihkan sampah loh, gue udah jadi pembicara conference di tiga negara loh, dan seterusnya.' Jadi kelihatan kualitas calon karyawan tersebut kan?" ungkap Ina.

Baca juga: 10 Jurusan Paling Disesali dan Disukai Setelah Lulus, Apa Alasannya?

Harus cerdas bermedia sosial

Ina mengatakan, karakter seorang pencari kerja dapat terbaca melalui unggahan media sosialnya.

Salah satunya, pengguna media sosial yang sering curhat, mengeluh soal pekerjaan, bos, maupun perusahaannya.

Dia turut membenarkan, perusahaan cenderung lebih menyukai karyawan yang tidak banyak mengeluh di media sosial.

"Kalau sekadar mengeluh tanpa solusi cenderung kurang disukai perusahaan, karena membuat buruk nama perusahaan," paparnya.

Menurut Ina, jika memang ada masalah di dunia kerja, seharusnya segera diatasi dan dicari solusinya.

"Bukan sekadar mengeluh. Prinsipnya, kalau kita tidak puas, langsung sampaikan ke pihak yang berkepentingan, bukan malah 'gosip' di belakang, seperti di media sosial," terang Ina.

"Jadi kita memang harus cerdas dalam bersosial media," lanjutnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi