Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dosen & Manajer Pengembangan Produk TI Telkom University
Bergabung sejak: 19 Jun 2023

Dosen Telkom University, Penulis Buku Kecerdasan Generatif Artifisial

AI dan Hak Kekayaan Intelektual

Baca di App
Lihat Foto
Freepik/biancoblue
ilustrasi artificial intelligence
Editor: Sandro Gatra

DALAM abad ke-21, kita menyaksikan kemajuan signifikan dalam dunia teknologi. Salah satu fenomena yang tengah menjadi sorotan adalah penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam menciptakan karya seni dan konten lainnya.

Perkembangan AI generatif memungkinkan penciptaan gambar, tulisan, serta video dan audio dengan kualitas yang semakin meningkat.

Perusahaan raksasa seperti Microsoft dan Google bahkan telah melangkah lebih jauh dengan memasukkan fitur AI generatif ke dalam paket bisnis mereka, memudahkan perusahaan-perusahaan dalam mewujudkan ide kreatif mereka dan menciptakan konten dalam skala yang lebih besar.

Kepemilikan HKI pada ciptaan AI

Namun, kemudahan ini datang dengan sejumlah tantangan dan pertanyaan, terutama mengenai hak kekayaan intelektual (HKI) atas karya yang dihasilkan oleh AI.

Salah satu contoh yang menarik adalah karya seni AI bertajuk "The Next Rembrandt", proyek ambisius yang didukung ING Bank dan dikerjakan oleh biro periklanan J Walter Thompson pada 2016.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dalam proyek tersebut, AI mempelajari dan menganalisis 346 lukisan dari Rembrandt van Rijn, pelukis terkemuka Belanda, dan menciptakan karya baru yang hampir tidak bisa dibedakan dari karya asli Rembrandt.

Karya ini tidak hanya memenangkan lebih dari 60 penghargaan di industri periklanan, tapi juga membuka debat mengenai apakah karya yang dihasilkan oleh AI dapat memiliki HKI atau tidak.

Karya berbasis AI tidak terbatas pada dunia seni visual saja, namun juga merambah ke dunia sastra.

Dalam eksperimen revolusioner, Hitoshi Matsubara dan timnya di Future University Hakodate di Jepang menciptakan novel berbasis AI yang bahkan sempat berkompetisi dalam kontes literasi.

Di lain pihak, Botnik Studios menggali lebih dalam dalam seni narasi dengan menciptakan novel baru berdasarkan analisis dari ketujuh buku seri Harry Potter, mengejutkan penggemar dengan kisah baru yang dihasilkan oleh AI.

Namun penggunaan teknologi ini juga mengangkat persoalan serius mengenai privasi. Model bahasa berskala besar, atau Large Language Models (LLMs), dapat memulihkan informasi pribadi dari data pelatihan (training), menciptakan risiko serangan privasi yang signifikan.

Di sisi lain, LLMs juga dapat digunakan untuk menciptakan data sintetis yang dapat digunakan untuk melatih model AI lainnya. Sehingga menghasilkan prediksi yang lebih akurat mengenai individu berdasarkan data nyata.

Di tengah kekhawatiran ini, lembaga pemerintah dari berbagai negara mulai mengambil langkah-langkah untuk mengatasi masalah-masalah ini.

Pada 16 Maret 2023, The Copyright Office (Kantor Hak Cipta AS) mengumumkan akan menyelidiki hukum dan kebijakan terkait dengan penggunaan AI generatif, menanggapi permintaan dari anggota Kongres dan masyarakat luas.

Bahkan Shira Perlmutter, Direktur USCO, telah memperjelas bahwa karya-karya yang dihasilkan oleh mesin, termasuk yang dihasilkan melalui penggunaan alat-alat modern seperti DALL-E dan GPT-4, tidak akan dilindungi oleh hak cipta.

Dalam konteks Eropa, Uni Eropa telah merilis EU AI Act, yang berfokus pada penciptaan kerangka kerja regulasi yang mengutamakan etika, keamanan, dan keandalan dalam penggunaan AI, sekaligus mempromosikan transparansi, pengawasan manusia, dan perlindungan data.

Kepemilikan HKI dan penggunaan wajar

Memang benar bahwa dengan kemudahan penciptaan yang ditawarkan oleh AI, saat ini kita tidak memiliki hak penuh atas karya yang kita ciptakan dengan menggunakan alat-alat ini.

Hal ini membangkitkan pertanyaan bagaimana kita harus mendefinisikan 'penggunaan wajar' dalam konteks karya yang dihasilkan oleh AI?

Apakah tindakan legislatif lebih lanjut diperlukan untuk memastikan bahwa karya-karya ini dapat dihasilkan dan dinikmati tanpa mengabaikan hak dan kewajiban pencipta aslinya?

Kita berada di ambang revolusi baru dalam penciptaan konten, di mana AI tidak hanya menjadi alat, tetapi juga mitra dalam proses kreatif.

Namun, ini juga memunculkan pertanyaan yang belum terjawab tentang kepemilikan HKI dan penggunaan wajar.

Dengan keberadaan teknologi ini, kita dipaksa untuk mempertimbangkan kembali batasan dari apa yang kita anggap sebagai 'ciptaan', dan siapa yang seharusnya memiliki hak atas karya tersebut.

Membahas masalah ini tidak hanya relevan, tapi juga penting untuk menjaga keseimbangan antara inovasi teknologi dan penghormatan terhadap hak kekayaan intelektual dalam dunia yang semakin digital ini.

Dalam menghadapi perkembangan cepat ini, sangat penting bagi pembuat kebijakan untuk menciptakan norma dan peraturan yang memungkinkan inovasi berlanjut, sambil memastikan bahwa hak kekayaan intelektual dihormati dan dipertahankan.

Masalah ini, yang kompleks dan multifaset, memerlukan pendekatan yang seimbang dan terpikir dengan baik untuk memandu kita ke masa depan di mana teknologi dan kreativitas dapat berkembang bersama secara harmonis.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi