Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Penyintas Tragedi 9/11: Lari Menuruni 81 Lantai, Terbakar Parah, dan Koma 3 Bulan

Baca di App
Lihat Foto
eyesopenreport.com
Foto yang menunjukkan pesawat Boeing 767 United Ailrines penerbangan 175 sesaat sebelum menabrak menara selatan gedung World Trade Center di New York, Minggu (11/9/2001).
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Serangkaian serangan teroris terjadi di Amerika Serikat pada 11 September 2001.

Dilansir dari situs 9/11 Memorial & Museum, sebanyak 19 teroris yang terafiliasi kelompok ekstremis Islam Al-Qaeda membajak empat pesawat komersil yang sedang beroperasi.

Dua pesawat ditabrakkan ke lantai atas Menara Utara dan Selatan World Trade Center di New York hingga kedua gedung runtuh. Pesawat ketiga menabrak markas Departemen Pertahanan Amerika Serikat, Pentagon di Virginia.

Kemudian, penumpang pesawat Flight 93 yang mengetahui mereka dibajak, berusaha melawan para teroris. Perlawanan ini berakhir dengan pesawat jatuh di lapangan kosong wilayah Pennsylvania

Peristiwa yang dikenal dengan tragedi 9/11 ini menewaskan 2.977 orang dari 93 negara.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Para penyintas yang selamat dari tragedi 9/11 menceritakan momen ketika serangan teroris itu terjadi, tepat 22 tahun lalu.

Baca juga: Tragedi 9/11, Detik-detik Serangan Teroris 11 September 2001 di AS yang Tewaskan Lebih dari 3000 Jiwa


Turun 81 lantai lewat tangga

David Paventi, seorang pekerja bank menceritakan kejadian saat ia berada di lantai 81 Menara Utara, WTC selama serangan teroris tragedi 9/11.

“Awalnya saya mengira itu adalah gempa bumi karena bangunannya bergeser ke satu arah lalu mundur ke arah lain, lalu mulai berguncang,” kata Paventi, dilansir dari Fox News (8/9/2022).

Paventi yang berada di ruang pertemuan refleks bersembunyi di bawah meja untuk melindungi diri. Namun tindakannya itu batal dilakukan saat melihat semua orang lari keluar ruangan.

Mereka mulai menuruni tangga saat seseorang berteriak mengenai pesawat yang menabrak gedung WTC. Menurut dia, tidak banyak orang yang turun dari lantai atas gedung setinggi 104 lantai itu.

Di lantai 70, tangga yang dilewati tertutup dan ia harus mencari tangga lain. Paventi menyebut tidak banyak orang yang berbicara dan suasananya sangat sepi. Di sepanjang jalan, ia berpapasan dengan petugas pemadam kebakaran yang berlarian naik.

Setiba di lobi, Paventi melihat semua lampu padam, lantai basah, dan jendela berserakan di mana-mana. Di halaman, orang-orang berteriak memintanya segera lari dan tidak melihat ke arah gedung.

Saat mereka tiba di pusat kota, Paventi melihat menara pertama runtuh. Puing bangunan yang jatuh menimbulkan asap dan debu tebal. Tak lama, menara kedua ikut runtuh sehingga semua orang kembali berlari menyelamatkan diri.

Baca juga: Mengenang 20 Tahun Tragedi 9/11, Apa yang Terjadi Saat Itu?

Selamat meski menderita luka bakar

Lauren Manning baru mulai bekerja lagi di WTC setelah cuti melahirkan saat tragedi 9/11 terjadi.

Ketika akan masuk lift di Menara Utara, ia justru tersambar api yang muncul setelah gedung tertabrak pesawat.

Dikutip dari CBC (31/8/2021), Manning mengatakan ia sedang melihat pesawat menabrak Menara Selatan di seberang gedungnya saat kejadian itu terjadi.

Api pun sontak membakar tubuh Manning.

"Saya bisa melihat kobaran apinya, tapi yang paling penting, saya merasakan kobaran api itu semakin dalam dan semakin dalam, menembus pakaian saya, dan menembus kulit saya," ceritanya.

Manning menderita luka bakar hampir 82,5 persen.

Ia menghabiskan tiga bulan di ruang gawat darurat dalam keadaan koma. Setelah itu, ia menjalani masa rehabilitasi selama bertahun-tahun untuk bisa duduk dan berjalan.  

Baca juga: Deretan Film yang Berlatar Tragedi 9/11, Serangan yang Meruntuhkan WTC

Penyintas di Pentagon

John Yates, seorang manajer keamanan di Pentagon sedang menonton berita serangan tragedi 9/11 di WTC saat markas Departemen Pertahanan AS itu diserang teroris.

“Saya ingat bola api melayang di atas kepala saya. Saya ingat tertiup ke udara. Saya tidak tahu di mana saya berada ketika saya mendarat. Ruangan itu langsung menjadi hitam karena asap," jelasnya.

Diberitakan National Geographic, Yates lalu merasakan suhu yang sangat panas di ruangan tersebut dalam hitungan detik. Tanpa menyadari tubuhnya terluka, ia merangkak keluar dari gedung yang gelap.

Menurut dia, semua benda yang disentuh terasa panas dan membakar. Ia tidak bisa melihat di tengah asap kebakaran. Yates harus merangkak melewati puing bangunan, lampu yang meleleh, dan perabotan yang menghalangi.

Yates akhirnya mencapai ruang konferensi terdekat. Di sana, ia bertemu dengan rekan kerja yang selamat. Mereka tiba-tiba mendengar suara yang mengarahkan untuk menyelamatkan diri lewat satu pintu. 

“Meskipun itu adalah suara laki-laki yang sangat khas, saya tidak pernah bisa memastikan siapa suaranya. Jadi saya menganggapnya sebagai malaikat pelindung,” kata Yates.

Pintu itu ternyata terhubung ke lorong yang tidak terlalu dipenuhi asap. Yates dan rombongannya lalu melewati lorong untuk keluar dari gedung.

Di halaman Pentagon, ia dibawa dengan ambulans ke Rumah Sakit Pusat Washington.

Yates baru tahu Pentagon diserang teroris setelah ia bangun dari perawatan RS dua hari kemudian.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi