Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Direktur Center of Economic and Social Innovation Studies (CESIS)
Bergabung sejak: 15 Jun 2022

Peneliti dan Penulis

Mengapa Generasi Z Begitu Rapuh?

Baca di App
Lihat Foto
THINKSTOCK/bowie15
Ilustrasi generasi Z
Editor: Sandro Gatra

CEMAS akan masa depan menjadi fokus sentral Generasi Z saat ini, sebagai dampak dari perubahan zaman dan polikrisis yang melanda dunia.

Hasil survei Generasi Z dan Milenial 2023 oleh Deloitte mengungkapkan fakta yang mengkhawatirkan bahwa hampir setengah dari Generasi Z (generasi muda yang lahir tahun 1997-2012) merasa cemas secara terus-menerus yang mencakup berbagai aspek masa depan, terutama isu-isu keuangan, dan prospek karier (WEF, 2023).

Sejalan dengan itu, hasil survei dari FKKMK-UGM, The University of Queensland, dan Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health juga mengungkapkan bahwa 26,7 remaja Generasi Z mengalami gangguan cemas yang berpotensi menciptakan dampak sosial dan ekonomi jangka panjang (Kompas, 18/5/2023).

Kecemasan tentang masa depan yang umumnya muncul pada usia pertengahan, kini justru menjadi isu krusial dan mengemuka pada usia muda.

Lantas, apa yang menyebabkan generasi muda begitu tertekan tentang masa depan mereka?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menurut Kadoya (2016), kecemasan berkorelasi kuat dengan tingkat literasi dan edukasi. Jika berkenaan dengan pengelolaan sumber daya, mereka yang melek finansial jauh lebih siap merencanakan masa depan, tangguh menangani ketidakpastian, sehingga mampu meredam kecemasan dan kekhawatiran berlebih terkait masa depan.

Kondisi ini erat kaitannya dengan pemahaman generasi muda tentang preferensi waktu (time preference). Preferensi waktu mengacu pada kecenderungan memprioritaskan tujuan saat ini (preferensi waktu tinggi) dibanding tujuan masa depan (preferensi waktu rendah).

Ini sangat memengaruhi bagaimana anak muda mengelola sumber daya, memahami prioritas finansial, dan merencanakan tujuan hidup mereka sejak dini.

Individu dengan preferensi waktu relatif tinggi cenderung lebih berorientasi pada kepuasan instan dan konsumsi jangka pendek (present-biased), sementara preferensi waktu relatif rendah akan cenderung menunda kepuasan (gratifikasi) dan memiliki visi yang jelas dalam jangka panjang (future-oriented).

Memahami perbedaan preferensi waktu menjadi penting dalam menciptakan lingkungan dan kebijakan yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan generasi muda yang lebih cerah.

Psikolog sosial, Walter Mischel bahkan menyebut bahwa preferensi waktu rendah berkorelasi kuat dengan kesuksesan generasi muda pada masa mendatang.

Anak dengan preferensi waktu rendah lebih mampu mengendalikan diri, memiliki kesabaran tinggi, tak gentar dengan berbagai risiko, dan tidak akan terjebak dalam keputusan impulsif.

Sedangkan anak dengan preferensi waktu tinggi akan mudah terperangkap dalam gaya hidup yang berbahaya bagi dirinya.

Banyak generasi muda memiliki preferensi waktu relatif tinggi, artinya mereka cenderung belum terlatih berpikir jangka panjang. Jika mereka terlahir dari keluarga kaya, gaya hidup mewah dan ikut-ikutan trend (FOMO) menjadi pilihannya.

Jika mereka terlahir dari keluarga yang tak berpunya, mereka mudah akan terperangkap kriminalitas dan gaya hidup tidak sehat seperti merokok. Dengan kata lain, mereka tidak punya cukup literasi dalam mengelola sumber daya agar bermanfaat dalam jangka panjang.

Hal ini tercermin dari hasil survei Financial Fitness Index 2022 yang dirilis OCBC NISP bekerja sama dengan NielsenIQ Indonesia. Hasilnya, 78 persen generasi muda yang mulai berinvestasi, justru tidak memahami cara kerja dan risiko produk investasi.

Selain itu, hanya 9 persen dari mereka yang memiliki produk investasi seperti reksadana, saham, dan tabungan berjangka.

Dari aspek perencanaan keuangan, 80 persen anak muda belum mencatat anggaran belanja atau pengeluarannya. Dari jumlah anak muda yang telah menyusun penganggaran, baru 8 persen anak muda yang menggunakan uangnya sesuai dengan anggaran yang dibuat.

Dalam konteks literasi dan edukasi keuangan, ini merupakan indikasi kuat bahwa preferensi waktu generasi muda masih relatif tinggi.

Maka tak heran, ada yang rela merogoh kocek jutaan hingga puluhan juta rupiah untuk kesenangan sesaat (momentary), seperti berbagai liburan dan hiburan mewah, daripada belajar berinvestasi atau hal-hal yang bermanfaat dalam jangka panjang.

Itu sebabnya, banyak dari mereka rentan terjebak investasi bodong, judi online, dan berbagai penipuan.

Padahal, fenomena investor pasar modal yang didominasi oleh generasi muda menandakan potensi besar jika mereka diberdayakan dengan pengetahuan dan keterampilan finansial yang memadai.

Mereka perlu diarahkan dan diberi pemahaman bahwa literasi dan edukasi pengelolaan sumber daya tidak hanya berperan dalam kesiapan finansial, tetapi juga memiliki dampak positif dalam meredakan kecemasan sepanjang perjalanan kehidupan seseorang.

Maka dari itu, sangat penting mengintensifkan peran orangtua dalam membentuk preferensi (pilihan) dan tindakan anak.

Titik fokus interaksi antara pilihan anak dan pandangan orangtua terletak pada transmisi keterampilan kesabaran dan pengelolaan emosional. Ini akan sangat bergantung pada tipe pola pengasuhan orangtua.

Orangtua tipe altruistik cenderung mengikuti semua keinginan anak. Pola ini sangat berisiko membentuk mental anak yang lemah dan relatif tidak sabar.

Sedangkan orangtua tipe paternalistik cenderung membimbing anak agar memiliki banyak pertimbangan untuk masa depan, terutama memberi pemahaman soal risiko dan konsekuensi setiap tindakan.

Pola pengasuhan ini sangat membantu dalam membentuk preferensi waktu anak agar lebih sadar finansial, mampu menghadapi tekanan konsumerisme, dan selalu optimistis akan masa depan.

Selain itu, peran lingkungan sekolah juga sangat penting membentuk preferensi waktu generasi muda.

Melalui kebijakan Kemdikbudristek tentang kurikulum merdeka dan merdeka belajar, sudah saatnya pemerintah memberikan ruang edukasi keuangan dan pengenalan karier yang memadai pada generasi muda untuk memahami gambaran dunia masa depan yang kelak akan mereka jalani.

Topik-topik seperti keuangan dan karier masih dianggap tabu bagi generasi anak, akibatnya literasi keuangan dan prospek karier generasi muda relatif sangat rendah.

Padahal beberapa akademisi dalam buku Career Development Interventions (2017) oleh Spencer Niles dan JoAnne Harris-Bowlsbey, menyebutkan bahwa tanpa pengenalan karier sejak dini, tak ubah seperti tukang kebun yang mengabaikan kualitas tanah yang akan ditanami.

Hasil penelitian di beberapa negara maju, seperti di Amerika Serikat dan Inggris, dalam beberapa tahun terakhir juga menunjukkan bahwa pengenalan berbagai jenis pekerjaan dan memperkaya wawasan finansial memberikan manfaat besar bagi generasi muda.

Hal ini membantu mereka melihat relevansi pelajaran dalam kehidupan, meningkatkan mobilitas sosial dari level ekonomi rendah, dan menghindari mereka dari mengabaikan pilihan pekerjaan tanpa memahami konsekuensinya.

Pengenalan ini menjadi relevan karena bercermin dari masa lalu, banyak generasi muda mengenal jalur karier saat berada di ambang transisi ke dunia kerja, yang berdampak pada kebingungan saat memilih jalur pendidikan yang tidak sesuai preferensi mereka. Ini merupakan cikal bakal kecemasan generasi muda yang perlu kita redam.

Untuk itu, dengan memperkuat literasi dan edukasi yang mencakup pengelolaan keuangan, investasi dan dunia kerja sejak dini, dapat mengantar generasi muda Indonesia mempersiapkan diri untuk berpenghidupan layak dan tak mudah rapuh menghadapi berbagai tantangan masa depan mereka.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi