Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Punya Data Intel soal Parpol, Pengamat: Penyalahgunaan Wewenang

Baca di App
Lihat Foto
Dok Kompas.com
Ilustrasi Presiden Joko Widodo (Jokowi).
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo mengungkapkan dirinya mengetahui keinginan partai politik menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Hal itu dikatakan Jokowi saat membuka Rapat Kerja Nasional Sekretariat Nasional (Seknas) Jokowi di Hotel Salak, Bogor, Sabtu (16/9/2023).

"Saya tahu dalamnya partai seperti apa saya tahu, partai-partai seperti apa saya tahu. Ingin mereka menuju ke mana juga saya ngerti," kata Jokowi dikutip dari Kompas.com, Sabtu (16/9/2023).

Jokowi menjelaskan informasi itu didapat dari aparat intelijen yang berasal dari Badan Intelijen Negara (BIN), Polri, atau Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Hal ini mendapat respons dari sejumlah pihak yang menilai hal tersebut tidak seharusnya dilakukan, karena bisa menjadi penyalahgunaan wewenang. 

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Namanya Kerap Dicatut Partai soal Capres-Cawapres, Begini Respons Jokowi


Bukan fungsi intelijen dan penyalahgunaan wewenang

Direktur Eksekutif Setara Institute Halili Hasan mengatakan, soal Jokowi yang menggunakan badan intelijen negara untuk mengetahui partai politik dinilai tidak dibenarkan. 

Menurutnya, hal tersebut bisa menjadi penyalahgunaan kewenangan. 

"Itu jelas indikasi penyalahgunaan kewenangan kalau sampai presiden menggunakan intelijen negara untuk mengulik aktivitas atau preferensi politik parpol," kata Halili kepada Kompas.com, Senin (18/9/2023).

Halili menyebut badan intelijen seperti BIN dan TNI diatur dalam UU No. 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara.

Menurut dia, badan intelijen seharusnya menjadi alat keamanan negara yang hanya digunakan presiden untuk mengumpulkan informasi tentang musuh negara.

"Bukan untuk melakukan kontrol dan pengawasan demi tujuan politik presiden," tegasnya.

Intelijen memata-matai masyarakat sipil

Ia menyatakan, UU Intelijen Negara dengan jelas melarang intelijen bertugas mengontrol dan memata-matai masyarakat sipil dan masyarakat politik.

Hal ini sesuai dengan Pasal 2 huruf f UU No. 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara, disebutkan intelijen harus bersikap netral dengan tidak berpihak ke kehidupan politik, partai, golongan, paham, keyakinan, dan kepentingan pribadi.

"DPR mesti memanggil presiden untuk meminta penjelasan lengkap terkait hal tersebut," tambah dia.

Halili menegaskan, sikap presiden yang menggunakan intelijen negara untuk mengawasi data menunjukkan keterbatasan kebebasan ruang demokrasi.

Seharusnya, demokrasi membuat rakyat bisa mengontrol kekuasaan presiden. Namun, yang terjadi justru publik dikontrol dan parpol diawasi melalui informasi intelijen.

Ia mengungkapkan intelijen yang mengawasi pribadi dan politisi parpol dapat mengekang kebebasan demokrasi.

"Ada kekhawatiran (keterbatasan) di level pribadi dan potensi terbelenggunya parpol kita," kata dia. 

Data intelijen untuk Indonesia

Sementara itu di sisi lain, pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengatakan presiden dinilai berhak mendapatkan laporan rutin dari hasil intelijensi BIN, TNI, maupun Polri terhadap masyarakat Indonesia.

Isi laporan tersebut merupakan data rahasia yang tidak akan diungkapkan ke publik.

Meski begitu, ia mengatakan mungkin presiden punya pertimbangan tertentu yang membuatnya mengungkap keberadaan data partai politik tersebut ke publik.

"Itu pesan rahasia. Kalau presiden menyampaikan (informasi tersebut), itu haknya presiden," ujarnya kepada Kompas.com, Senin (18/9/2023).

Menurut Agus, presiden memiliki banyak organ dalam mengatur pemerintahan. Termasuk di antaranya BIN, TNI, Polri, serta para menteri di kabinet.

Agus mengtakan, ketika menteri tidak bisa mendapatkan informasi detail terkait hal-hal yang terjadi di suatu daerah, hal itu bisa dibebankan menjadi tugas ketiga lembaga tersebut.

"TNI memberikan data seputar keamanan dan perbatasan Indonesia. BIN dan Polri menyampaikan data internal di dalam negara. Informasi dari situ digunakan jokowi untuk mengetahui apa yang terjadi di masyarakat," tambahnya.

Agus menyebut, informasi hasil intelijensi yang presiden dapatkan berguna untuk mengambil kebijakan, mengangkat menteri atau pemangku kebijakan, serta memahami situasi politik dan keamanan dalam negara.

Baca juga: Cawe-cawe di Pemilu, Jokowi Dinilai Gagal Pahami Politik Kenegaraan

 

Kewenangan presiden?

Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Cecep Hidayat mengungkapkan presiden memiliki kewenangan sebagai pengguna langsung data intelijen untuk membuat kebijakan publik.

Karena itu, fakta bahwa Jokowi memiliki data intelijensi terkait partai politik menurut dia tidak menjadi masalah.

"Ketika presiden, sebagai kepala negara dan pemerintahan, saat ia mendapatkan data intelijen itu digunakan dalam kapasitas sebagai presiden," jelasnya kepada Kompas.com, Senin (18/9/2023).

Menurut dia, para anggota partai politik dan publik mungkin sudah tahu kalau presiden memiliki data tersebut.

Cecep tak memungkiri Jokowi mungkin punya tujuan tertentu dengan mengungkapkan hal tersebut di hadapan publik. Ada pesan politik tertentu yang ingin disampaikan terutama kepada partai.

"Pernyataan ini bisa menunjukkan dinamika politik saat koalisi partai masih bisa berubah sampai pendaftaran capres cawapres di KPU," ungkap dia.

Lewat data intelijensi tersebut, Cecep mengatakan, presiden bisa mengetahui pergerakan antarpartai terutama saat mereka masih membongkar-pasangan untuk Pilpres 2024.

Namun, ia menyebut, persoalan bisa muncul saat Jokowi menyampaikan hal tersebut di hadapan relawannya.

Data intelijen yang dimiliki Jokowi digunakan untuk menentukan kebijakan publik di dalam negara sesuai kapasitasnya sebagai presiden.

Cecep menegaskan, jangan sampai Jokowi menggunakannya melebihi kewenangannya

"Bukan untuk akomodatif kepentingan partai, kelompok kecil, atau kebutuhan pendukungnya," lanjut dia.

Penyalahgunaan wewenang? 

Cecep mengatakan, jika data tersebut digunakan untuk mengarahkan pendukungnya atau menyampaikan hal tersebut ke partainya, maka itu termasuk bentuk penyalahgunaan kewenangan.

"Penyalahgunaan kekuatan, menggunakan data itu untuk kepentingan kelompoknya, bisa berdampak pada dinamika politik indonesia," tambah Cecep.

Meski begitu, selama data intelijen tidak digunakan di luar urusan kenegaraan, ia menyebut hal ini tidak masalah. Lembaga yang memberikan data juga berada di bawah kewenangan presien.

Namun, ia juga menyarankan agar partai politik tidak perlu merasa tertekan saat mengetahui presiden memiliki data intelijen terkait mereka.

"Parpol mungkin tahu hal ini kalau presiden memantau. Sepanjang tidak ada hal yang mengkhawatirkan, nggak masalah karena dibawah kewenangan presien," imbuhnya.

Baca juga: Ditanya soal Capres Pilihan Jokowi, Begini Jawaban Luhut

Mahfud: Tidak cawe-cawe

Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengtakan, data intelijen terkait internal partai politik yang dikantongi Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak ada kaitannya dengan sikap cawe-cawe.

Pernyataan itu Mahfud sampaikan saat dimintai tanggapannya berkait kekhawatiran data intelijen yang dikantongi Jokowi bakal digunakan untuk cawe-cawe atau ikut campur, pada Minggu (17/9/2023) di Gedung Kemenpora, Jakarta Pusat.

Menurut Mahfud, Undang-Undang memerintahkan pihak intelijen memberikan informasi setiap saat, termasuk mengenai kondisi partai politik, kepada presiden.

Karena itu, kata Mahfud, Jokowi tentu mendapatkan informasi intelijen terkait kondisi partai politik dalam kondisi normal, terlebih saat menjelang pemilu.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi