Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Awal Mula Perang Dingin Megawati-SBY, Apa Pemicunya?

Baca di App
Lihat Foto
Ilustrator: Kompas.com/Andika Bayu Setyaji
Kolase foto Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Hubungan Megawati Soekarnoputri dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) seperti mengalami perang dingin selama hampir dua dekade.

Padahal, keduanya pernah sama-sama duduk dalam Kabinet Gotong Royong pada periode 2001-2004 silam.

Saat itu, Megawati yang diangkat sebagai Presiden ke-5 RI menunjuk SBY sebagai Menteri Koordinator (Menko) Bidang Politik dan Keamanan (Polkam).

Namun, setelah SBY menggantikan Megawati dari kursi presiden pada 2004, keduanya jarang bertemu dan hubungan mereka dinilai mulai renggang.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak mengherankan apabila publik menilai Megawati dan SBY terlibat perang dingin selama bertahun-tahun.

Baca juga: Mimpi SBY soal Naik Kereta Bareng Megawati dan Jokowi, Apa Artinya?

Awal mula kedekatan Megawati dan SBY

Sebelum konflik panjang Megawati dan SBY terjadi, keduanya pernah akrab ketika Kabinet Gotong Royong terbentuk.

Megawati yang diangkat menjadi Presiden bersama Hamzah Haz sebagai Wakil Presiden menunjuk SBY untuk menduduki jabatan sebagai Menko Polkam pada 10 Agustus 2001.

Dilansir dari Kompas.com, Jumat (18/11/2022), masuknya SBY kemudian dipertanyakan oleh beberapa elite PDI-P.

Sebab, ia dianggap oleh elite PDI-P terlibat dalam tragedi Kerusuhan 27 Juli 1996 atau Kudatuli.

Peristiwa tersebut menyebabkan kantor PDI yang berada di Jalan Diponegoro 58, Jakarta Pusat diobrak-abrik massa.

Selain peristiwa Kudatuli, posisi SBY sebagai menantu Sarwo Edhi Wibowo juga dipersoalkan sebab sosok ini dinilai berseberangan dengan Soekarno saat masih Orde Lama.

Kendati demikian, Megawati tidak mengubah keputusannya dan tetap mengangkat SBY menjadi Menko Polkam.

Baca juga: Pertemuan Anies, SBY, dan Surya Paloh, Pengamat: Tak Ada Momen Politik yang Kebetulan

 

SBY mengundurkan diri

SBY sempat menjadi tangan kanan Megawati selama memerintah. Namun, kebersamaan keduanya berakhir ketika SBY memutuskan untuk mengundurkan diri sebelum pendaftaran Pemilihan Presiden (Pilpres) 2004.

Berdasarkan catatan Kompas.com, Senin (24/1/2022), pria kelahiran Pacitan, Jawa Timur ini memutuskan angkat kaki dari Kabinet Gotong Royong pada 11 Maret 2004.

SBY memilih keluar dari kabinet Megawati untuk mempersiapkan diri sebagai calon presiden (capres).

Namun, beredar juga kabar bahwa pengunduran diri tersebut disebabkan oleh SBY yang merasa dizalimi oleh Megawati.

Baca juga: Cerita Penetapan 1 Juni Hari Lahir Pancasila: Usulan Megawati kepada SBY, Disahkan Jokowi

SBY maju sebagai capres

Setelah menanggalkan jabatannya sebagai Menko Polkam, SBY maju sebagai capres pada Pilpres 2004.

Pada saat itu, ia menggandeng Jusuf Kalla (JK) untuk menghadapi pasangan Megawati-Hasyim Muzadi pada Pilpres 2004.

Sebelumnya, JK juga merupakan bagian dari Kabinet Megawati. Ia pernah menduduki posisi sebagai Menko Bidang Kesejahteraan.

Selain Megawati-Hasyim dan SBY-JK, ada pula pasangan lain yang ikut berkontestasi, yakni Wiranto-Salahuddin Wahid, Amien Rais-Siswono Yudo Husodo, dan Hamzah Haz-Agum Gumelar.

Pasangan SBY-JK bersama Megawati-Hasyim mampu melaju ke putaran kedua Pilpres 2004. Pada pemungutan suara terakhir, SBY-JK akhirnya mengalahkan Megawati-Hasyim.

Baca juga: Membayangkan Legacy Jokowi (2): Warisan Habibie, Gus Dur, Megawati, dan SBY

Pertarungan Megawati dan SBY part 2

Setelah mengalami kekalahan pada Pilpres 2004, Megawati kembali mencoba peruntungan untuk merebut kursi RI-1 pada pilpres berikutnya. 

Pada Pilpres 2009, Megawati menggandeng Prabowo Subianto sebagai calon wakil presiden (cawapres).

Semenyara SBY yang berstatus sebagai petahana menunjuk Boediono yang merupakan Gubernur Bank Indonesia (BI) 2008-2009 sebagai cawapresnya.

Pilpres 2009 yang menjadi pertarungan part 2 bagi keduanya, dan lagi-lagi dimenangkan oleh SBY yang mengantongi 73.874.562 suara atau 60,8 persen suara.

Saat itu, Megawati-Prabowo hanya memperoleh 32.548.105 suara atau 26,79 persen suara.

Baca juga: Nasihat SBY: karena Kalian Anak Presiden, Begitu Hukumnya...

Panda Nababan diutus bertemu SBY

Di tengah panas-dingin hubungan Megawati dan SBY, politikus PDI-P Panda Nababan pernah membongkar apa yang terjadi di balik hubungan kedua mantan presiden ini.

Panda mengatakan, ia pernah diutus oleh Megawati untuk bertemu dengan SBY pada 2005. Ia menemui SBY ketika mantan Kepala Staf Teritorial 1998-1999 ini belum genap satu tahun menjabat sebagai presiden.

Ia diutus Mega karena utusan SBY yang bertemu Mega tidak pernah mampu mempertemukan kedua elite ini.

Panda mengatakan, 18 tahun yang lalu Megawati menugaskan dirinya berbicara dengan Presiden SBY di Istana dalam satu malam. 

"Sebelumnya utusan-utusan dari Presiden SBY untuk meminta Mega kapan waktunya mereka berdua bertemu, itu tidak ada kepastian," ungkap Panda, dikutip dari Kompas.com, Sabtu (22/6/2023).

Baca juga: Tak Ikut Pilpres 2024, Mengapa Publik Bandingkan Kinerja SBY-Jokowi?

 

5 pertanyaan untuk SBY

Panda yang diutus oleh Megawati mendapat lima pertanyaan untuk disampaikan kepada SBY. Tiga dari lima pertanyaan tersebut diungkap Panda ke publik.

Pertama, Megawati bertanya apakah SBY pernah mengutarakan keinginannya untuk menjadi wakil presidennya.

Megawati juga menitipkan pertanyaan soal apakah Kantor Polkam digunakan oleh SBY untuk membentuk Partai Demokrat.

Pertanyaan ketiga, Megawati bertanya apakah SBY masih ingat dengan ucapannya yang menyebut tidak akan mencalonkan diri sebagai presiden pada Pilpres 2004.

Sayang, tak ada satu pun pertanyaan titipan Megawati dijawab oleh SBY. Padahal, jika semua pertanyaan tersebut dijawab, Megawati berkenan bertemu dengan SBY secara langsung.

"Waktu saya ajukan lima pertanyaan itu, lima itu tidak ada dijawab itu sampai sekarang. Itu terus terang saja menjadi bom waktu, 18 tahun mereka tidak pernah duduk bersama kongko-kongko atau ngobrol," ungkap Panda.

(Sumber: Kompas.com/Penulis: Fitria Chusna Farisa).

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi