Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Sumbu Filosofi Yogyakarta yang Jadi Warisan Dunia UNESCO

Baca di App
Lihat Foto
dok. Balai Pelestarian Cagar Budaya DIY
Ilustrasi Sumbu Filosofi Yogyakarta yang menjadi Warisan Budaya Dunia UNESCO.
|
Editor: Muhammad Zaenuddin

KOMPAS.com - Sumbu Filosofi Yogyakarta adalah konsep tata ruang Keraton Yogyakarta yang dibentuk oleh Sultan Hamengku Buwono I pada abad ke-18

Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UNESCO resmi menetapkan Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai warisan budaya dunia.

Diberitakan Kompas.id, Selasa (19/9/2023), penetapan dilakukan dalam Sidang ke-45 Komite Warisan Dunia atau World Heritage Committe (WHC) di Riyadh, Arab Saudi, Senin (18/9/2023).

Sumbu Filosofi Yogyakarta diterima penuh tanpa sanggahan dan tercatat dalam daftar warisan dunia UNESCO dengan nama “The Cosmological Axis of Yogyakarta and its Historic Landmarks”.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konsep tata ruang sumbu filosofi tersebut berdasarkan konsepsi Jawa dengan struktur jalan lurus yang membentang antara Panggung Krapyak di selatan, Keraton Yogyakarta di tengah, dan Tugu Yogyakarta di utara.

Baca juga: Sejarah dan Isi Perjanjian Giyanti yang Menandai Pecahnya Mataram Islam


Sumbu imajiner

Ngayogyakarta Hadiningrat diapit oleh dua sungai besar di ring paling luar, yakni sungai Opak dan sungai Progo, serta di ring paling dalam ada sungai Code dan Winongo.

Dengan setting lokasi seperti ini, Pangeran Mangkubumi menciptakan sumbu atau poros imajiner Gunung Merapi–Kraton–Laut Selatan.

Gunung sebagai ketenangan tempat suci, dataran pemukiman sebagai tempat aktivitas manusia, dan laut sebagai tempat akhir dari segala sisa di bumi yang hanyut ke laut.

Baca juga: 4 Geopark Indonesia yang Kembali Diakui UNESCO, Mana Saja?

Dikutip dari laman Balai Pelestarian Cagar Budaya DIY, penciptaan sumbu atau poros imajiner ini selaras dengan konsep Tri Hitta Karana dan Tri Angga.

Parahyangan–Pawongan–Palêmahan atau Hulu–Tengah–Hilir serta nilai Utama–Madya–Nistha.

Secara simbolis filosofis poros imajiner ini melambangkan keselarasan dan keseimbangan hubungan manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam.

Termasuk lima anasir pembentuknya yakni api (dahana) dari Gunung Merapi, tanah (bantala) dari bumi Ngayogyakarta dan air (tirta) dari Laut Selatan, angin (maruta) dan akasa (ether).

Demikian juga tiga unsur yang menjadikan kehidupan (fisik, tenaga, dan jiwa) telah tercakup di dalam filosofis sumbu imajiner tersebut.

Baca juga: 10 Warisan Budaya Dunia UNESCO di Indonesia, Terbaru Sumbu Filosofi

Sumbu Filosofi Yogyakarta

Dikutip dari laman Dinas Kebudayaan DIY, Sri Sultan Hamengku Buwana mengubah konsep filosofi sumbu imajiner yang Hinduistis menjadi konsep filosofi Islam Jawa.

Sumbu Filosofi Kraton Yogyakarta adalah letak Tugu Golong-Gilig, Kraton, dan Panggung Krapyak yang berada dalam satu garis lurus.

Tugu Golong-Gilig atau tugu Pal Putih dan Panggung Krapyak merupakan simbol Lingga dan Yoni yang melambangkan kesuburan.

Hubungan filosofi antara Tugu, Kraton, dan Panggung Krapyak dan sebaliknya bersifat Hinduistis.

Kemudian oleh Sri Sultan Hamengku Buwana I diubah menjadi konsep filosofi Islam Jawa “Sangkan Paraning Dumadi”

Baca juga: Goes to UNESCO, Ini Sejarah Kebaya di Indonesia

1. Panggung Krapyak-Kraton-Tugu

Filosofi dari Panggung Krapyak ke utara menggambarkan perjalanan manusia sejak dilahirkan dari rahim ibu, beranjak dewasa, menikah sampai melahirkan anak (sangkaning dumadi).

Alun-alun Selatan Kraton menggambarkan manusia yang telah dewasa dan sudah wani (berani) meminang gadis karena sudah akil balig.

Sultan Hamengku Buwana, pada saat meditasi di Bangsal Manguntur Tangkil Sitihinggil Kraton Yogyakarta, filosofi dibaca dari arah selatan ke utara dengan Tugu Golong-Gilig sebagai titik pandang.

Baca juga: Populer Sejak Zaman Majapahit, Jamu Diajukan Sebagai Warisan Budaya Tak Benda ke UNESCO

2. Tugu-Kraton-Panggung Krapyak

Sebaliknya dari Tugu Golong-Gilig ke arah selatan merupakan perjalanan manusia menghadap Sang Khalik (paraning dumadi).

Golong Gilig melambangkan bersatunya cipta, rasa dan karsa yang dilandasi kesucian hati (warna putih) melalui Margatama (jalan menuju keutamaan).

Ke arah selatan melalui Malioboro (memakai obor/pedoman ilmu yang diajarkan para wali), terus ke selatan melalui Margamulya, kemudian melalui Pangurakan (mengusir nafsu yang negatif).

Dari ujung jalan Pangurakan sebelah utara sampai masuk ke Kedhaton akan melalui tujuh pintu (gapura) dan tujuh halaman yang melambangkan tujuh tangga menuju surga.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi