Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sederet Fakta Bocah di Padang Tewas Tertimpa Tembok Saat Wudu

Baca di App
Lihat Foto
Tribunpadang/Rezi Azwar
Anak berinisial G (8) tertimpa tembok beton saat mengambil wudu di area Masjid Raya Lubuk Minturun, Padang. Tembok itu roboh karena terhantam motor yang dikendarai pelajar SMP.
|
Editor: Farid Firdaus

KOMPAS.com - Seorang bocah berinisial G (8) tewas tertimpa tembok saat sedang wudu di area Masjid Raya Lubuk Minturun, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang, Sumatera Barat.

Peristiwa tersebut terjadi pada Senin (18/9/2023) sekitar pukul 15.09 WIB.

Tembok yang menewaskan G itu ambruk setelah ditabrak sepeda motor yang dikendarai seorang remaja berinisial MHA (13).

Baca juga: Lakukan Prank Gantung Diri, Bocah di India Tewas Terjerat Tali

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dihimpun oleh Kompas.com, berikut sederet fakta bocah di Padang tewas tertimpa tembok saat wudu:

1. Bermula dari freestyle sepeda motor

Kejadian tersebut bermula ketika MHA (13) sedang mengendarai sepeda motor.

MHA kemudian mencoba untuk melakukan freestyle atau standing dengan sepeda motornya.

“Ada beberapa remaja berusia 12 sampai 15 tahun di area parkir masjid. Salah satu anak berinisial MHA mencoba freestye,” kata Kapolresta Padang Kombes Ferry Harahap, dikutip dari Kompas.com, Rabu (20/9/2023).

Pada saat melakukan freestyle, MHA tidak bisa mengendalikan sepeda motor.

Sepeda motor Yamaha Mio itu kemudian menghantam tembok beton pembatas area wudu Masjid Raya Lubuk Minturun.

“Di mana tepat di belakang dinding tersebut ada anak yang sedang berwudu dan tertimpa beton lalu meninggal dunia,” ucap Ferry.

2. MHA jalani peradilan anak

Ferry menuturkan, MHA yang berstatus sebagai anak berhadapan dengan hukum (ABH) itu nantinya akan menjalani Peradilan Anak sesuai Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012.

Undang-undang ini mengatur, anak yang dapat dipidana adalah yang berusia di atas 12 tahun.

Sedangkan anak yang dapat diberikan sanksi tindakan seperti tahanan adalah anak yang berusia di atas 14 tahun.

"Kita tentu melakukan Peradilan Anak. Sementara ini, dugaan pasal yang kita sangkakan kepada MHA ini adalah Pasal 359 KUHP, di mana lalainya yang mengakibatkan orang lain meninggal," ujarnya.

Menurut Ferry, pihaknya sedang melakukan pemeriksaan saksi-saksi dan mengumpulkan bukti-bukti.

Baca juga: 6 Fakta Panti Asuhan di Medan Diduga Eksploitasi Anak dengan Mengemis Online di TikTok

3. Korban rajin mengaji di masjid

Ayah G, Nova menuturkan, putranya merupakan anak yang baik dan rajin mengaji di masjid.

Sebelum kejadian nahas menimpanya, G meminta Nova untuk menyuapinya.

Menurut Nova, G tidak pernah berperilaku seperti itu sebelumnya.

"Dia minta untuk dimandikan, disuapin, digosokkan kaki, digosokkan punggungnya, minta jajan, minta ditemani pipis, membagi makanan dengan adiknya," cerita Nova, dilansir dari Kompas.com, Kamis (21/9/2023).

4. Keluarga korban cabut laporan

Sementara itu, kakek G, Mazrizal mengatakan, keluarganya telah memaafkan dan berdamai dengan MHA.

Pihak keluarga juga sudah mencabut laporan pengaduan yang sempat dilaporkan ke Polresta Padang.

"Kalau masalah hukum sudah saya selesaikan dan saya cabut dan seluruh keluarganya (MHA) pada datang Maghrib kemarin untuk meminta maaf," ucapnya.

"Untuk yang menabrak, termasuk keluarga juga di kampung ini. Karena orangtua atau bapaknya saat masih muda bersama saya juga dan kakeknya si pelaku juga sama saya juga," imbuhnya.

Selain itu, Masrizal memandang bahwa MHA adalah seorang yang tidak suka ugal-ugalan.

"Pada saat musibah itu datang, itu tidak tahu saya, entah bagaimana bisa terjadi musibah itu. Yang saya ketahui tentang anak ini merupakan anak biasa dan tidak suka ugal-ugalan," ungkapnya.

Baca juga: 6 Fakta Panti Asuhan di Medan Diduga Eksploitasi Anak dengan Mengemis Online di TikTok

5. Polisi akan gunakan restorative justice

Terkait pencabutan laporan yang dilakukan keluarga korban, Ferry Harahap mengatakan perkara tersebut bukanlah delik aduan.

"Ini bukan delik aduan, tidak bisa dicabut. Yang ada, kalau memang mereka kedua belah pihak sepakat secara kekeluargaan," ujarnya.

Menurutnya, nantinya polisi akan menggunakan mekanisme restorative justice.

Dikutip dari Kompas.com (18/7/2023), restorative justice diatur dalam Peraturan Polri Nomor 8 Tahun 2021.

Dalam Pasal 1 disebutkan bahwa restorative justice adalah penyelesaian tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku, keluarga korban, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat atau pemangku kepentingan untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil melalui perdamaian dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula.

(Sumber: Kompas.com/Tari Oktaviani | Editor: Reni Susanti, Reza Kurnia Darmawan, Nibras Nada Nailufar)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi