KOMPAS.com - Sejumlah pihak belakangan menyoroti kehadiran TikTok Shop yang dinilai berimbas pada sepinya pasar tradisional maupun usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Dengan alasan tersebut, dikabarkan muncul rencana pemerintah untuk mengeluarkan aturan pembatasan terkait TikTok Shop.
Dikutip dari Kompas.com (24/9/2023), Presiden Joko Widdodo (Jokowi) pun mengakui bahwa TikTok Shop telah membuat penjualan produksi UMKM hingga pasar konvensional anjlok.
Menurutnya seharusnya TikTok berperan hanya sebagai media sosial saja bukan ekonomi media.
"Itu berefek pada UMKM, pada produksi di usaha kecil, usaha mikro dan juga pada pasar," kata Presiden Jokowi
Karena adanya persaingan harga di e-commerce tersebut, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan telah menyiapkan aturan untuk mengendalikan niaga elektronik berbasis media sosial.
Regulasi ini, kata dia, dirancang untuk mengatur fungsi aplikasi sebagai media sosial dan platform perdagangan atau media ekonomi.
"Masih berada posisi regulasinya di Kementerian Perdagangan. Yang lain-lainnya sudah rampung, tinggal di Kementerian Perdagangan. Kita tunggu," kata Jokowi.
Lantas, apakah sepinya pasar pasar tradisional dan UMKM hanya disebabkan karena TikTok Shop?
Baca juga: Sejarah Pasar Tanah Abang, Dulu Jadi Primadona, Kini Merana
Penjelasan ahli
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira saat dihubungi menjelaskan, penyebab sepinya pasar tradisional menurut dia bukan karena TikTok Shop semata.
"E-commerce yang masalah bukan cuma Tiktok Shop, hampir semua e-commerce kan barangnya banyak impor," terang Bhima kepada Kompas.com, Senin (25/9/2023).
Ia menilai banyaknya barang impor inilah yang kemudian "memukul" para produsen lokal.
"Kalau mau diatur jangan cuma Tiktok Shop tapi juga diperketat aturan impor Shopee, Tokopedia dan lainnya," terangnya.
Selain itu ia menilai sepinya pasar tradisional seperti Tanah Abang menurutnya juga dipengaruhi dari pelemahan daya beli kelompok menengah ke bawah.
"Tekanan kenaikan harga pangan terutama beras jelas berdampak ke menurunnya permintaan barang non-pangan seperti pakaian jadi," paparnya.
Baca juga: 6 Fakta Panti Asuhan di Medan Diduga Eksploitasi Anak dengan Mengemis Online di TikTok
Selain itu faktor lain seperti semakin ketatnya persaingan untuk mendapatkan lapangan pekerjaan menurutnya juga memengaruhi pendapatan masyarakat kelompok menengah ke bawah.
Sementara itu, sebelumnya pengamat ekonomi digital Ignatius Untung menilai dirinya tak melihat alasan kuat media sosial harus dipisah dengan e-commerce serta menurutnya tak ada dasar kuat untuk mengeklaim bahwa TikTok Shop terlibat dalam praktik monopoli e-commerce di Indonesia.
"Tidak melihat dasarnya harus dipisah. Kalau masalah data, sudah terjadi pertukaran data lintas platform. Terus kalau itu merugikan para pelaku UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah), tidak juga," kata dia dikutip dari Kompas.com (23/9/2023).
Ia menambahkan, saat ini rekomendasi algoritma TikTok yang bertujuan mengarahkan pengguna ke produk tertentu berdasarkan perilaku online-nya juga umum terjadi pada platform teknologi lain.
Pihaknya menyarankan para stakeholder hingga UMKM untuk membuat uji publik melalui studi.
"Seringkali aturan dikeluarkan, namun studinya tak cukup. Belum lagi dampaknya pada UMKM yang omzetnya turun. Jadi ketika mengeluarkan aturan, harus ada studinya, dampaknya seperti apa, berapa banyak. Bukan berarti tak boleh, tapi itu tak dilakukan," pungkasnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.