Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ilmuwan Prediksi Waktu Kepunahan Manusia, Kapan Akan Terjadi?

Baca di App
Lihat Foto
Ingo70/Shutterstock
Papan peringatan mengenai panas ekstrem di Death Valley
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Sebuah studi yang diterbitkan di jurnal Nature Geoscience mengungkapkan waktu kepunahan mamalia di Bumi, termasuk manusia.

Dalam studi itu, disebutkan bahwa kepunahan massal berikutnya mungkin akan terjadi akibat panas ekstrem, dengan manusia menjadi salah satu korbannya.

Dikutip dari News Week (25/9/2023), model iklim superkomputer telah menemukan bahwa dalam 250 juta tahun ke depan, hampir semua mamalia mungkin punah karena suhu Bumi memanas hingga ke tingkat di mana mamalia tidak dapat bertahan hidup.

Hal ini diperburuk dengan perkiraan benua super baru yang akan terbentuk di dekat khatulistiwa.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dalam skenario ini, manusia berada di ambang kepunahan massal.

Meski, manusia lebih bisa bertahan hidup daripada mamalia lainnya berkat bantuan kemajuan teknologi.

Baca juga: Studi Baru: Berangkat Tidur antara Pukul 10 sampai 11 Malam Bisa Menyehatkan Jantung

"Jika kita hanya melihat kemampuan alami manusia untuk bertahan hidup dalam cuaca panas yang ekstrem, maka ada beberapa ambang batas tekanan panas yang tidak dapat dilawan secara umum," kata penulis utama sekaligus peneliti senior di University of Bristol Inggris, Alexander Farnsworth.

Menurutnya, paparan suhu bola basah di atas 35 derajat Celcius selama lebih dari enam jam saja sudah akan berakibat fatal. Hal ini dalam parameter manusia tidak beraktivitas sama sekali, dalam naungan penuh, dan air minum yang tidak terbatas.

Kondisi serupa juga terjadi pada temperatur bola kering di atas 40 derajat Celcius dan kelembapan rendah untuk jangka waktu yang lama.

"Jika kita mempertimbangkan teknologi, kita dapat bertahan hidup berkat pembangunan tempat penampungan yang ramah lingkungan dan dilengkapi AC," ujarnya.

"Namun kita mungkin juga harus membangun fasilitas lain untuk menampung produksi pangan juga," sambungnya.

Baca juga: Studi Ungkap Manfaat Kopi untuk Turunkan Risiko Kematian Dini

Peningkatan karbon dioksida

Suhu ekstrem yang berkisar antara 40-70 derajat Celcius ini diperkirakan terjadi karena peningkatan karbon dioksida di atmosfer.

Ini sebagian besar akibat aktivitas tektonik yang memicu letusan gunung berapi, serta produksi radiasi Matahari.

"Dalam penelitian ini, kami menunjukkan bahwa suhu global bisa menjadi sekitar 10-15 derajat Celcius lebih hangat dibandingkan saat ini dan itu terjadi di daratan saja," jelas dia.

"Suhunya bisa menjadi antara 25-30 derajat Celcius lebih hangat rata-rata dibandingkan hari ini," lanjutnya.

Para penulis memperkirakan, masalah panas ini akan menjadi masalah besar setelah benua super berikutnya terbentuk.

Sebab, benua tersebut akan terletak di sekitar ekuator bumi yang cuacanya paling panas, serta karena CO2 yang dibuang oleh aktivitas tektonik akibat pergeseran benua.

Baca juga: Studi Baru: Lapar Ternyata Bisa Menghambat Penuaan

Faktor pendorong iklim ekstrem Bumi

Ia menunjukkan beberapa faktor utama yang mendorong terjadinya kondisi iklim ekstrem dan menjadikan Bumi tidak ramah lingkungan dalam 250 juta tahun mendatang.

Pertama, terkait pembentukan benua super. Ketika itu terjadi dan tak ada perubahan konsentrasi karbon dioksida di atmosfer dan kecerahan Matahari seperti pada tingkat saat ini, maka hal itu akan mendorong munculnya suhu panas luar biasa.

"Kami menunjukkan bahwa hal ini saja telah meningkatkan suhu permukaan tanah secara signifikan, terutama disebabkan karena sebagian besar permukaan tanah berada di daerah tropis sekarang ini," ujarnya.

Kedua, kumpulan tektonik benua super ini menciptakan lebih banyak pelepasan gas vulkanik yang dilepaskan ke atmosfer.

Kenaikan suhu ini sangat mengancam mamalia yang telah berevolusi lebih tahan terhadap suhu dingin daripada suhu hangat.

Menurutnya, mamalia telah menurunkan batas suhu terendah seiring berjalannya waktu, namun batas atas tetap konstan, sehingga menempatkan manusia pada risiko suhu ekstrem yang lebih panas.

Jika suhu lebih hangat dari suhu kulit, panas metabolik tidak dapat dengan mudah dilepaskan dan potensi panas berlebih yang berbahaya dapat terjadi.

Dalam jangka waktu berkepanjangan, panas berlebih ini dapat menyebabkan sengatan panas yang berakibat pada pembengkakan jaringan otak atau organ vital lainnya sehingga mengakibatkan kerusakan permanen.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi