Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bergabung sejak: 9 Mar 2021

Platform publikasi karya akademik dari akademisi Universitas Atma Jaya Yogyakarta untuk khalayak luas demi Indonesia yang semakin maju.

Menilik Optimisme Generasi Muda dalam Politik Melalui Debat Kompetitif

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS/HANDINING
Ilustrasi pemilu
Editor: Sandro Gatra

Oleh: Meganusa Ludvianto, MCommun

TAHUN politik di Indonesia sudah di depan mata. Ingar-bingarnya sudah dapat dirasakan pada berbagai diskursus di masyarakat dan media, bahkan sejak akhir 2023.

Terkini, publik sedang memberikan perhatian besar terhadap siapa pasangan bakal calon presiden-wakil presiden yang akan berkompetisi secara resmi pada Pilpres 2024.

Suasana politis diprediksi akan semakin menghangat dalam beberapa minggu ke depan berhubung masa kampanye akan dimulai per 28 November 2024.

Mengingat singkatnya masa kampanye yang telah ditetapkan oleh KPU, maka publik akan dihadapkan pada komunikasi pemasaran politik yang lebih intens.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berdasarkan pada hasil rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap oleh KPU, salah satu pasar terbesar untuk Pemilu 2024 adalah pemilih pemula.

Mereka adalah kelompok dengan rentang usia 17 - 20 tahun, baru pertama kali memilih dan dikenal juga sebagai Generasi Z/Gen Z (Katadata, 2023).

Hasil riset CSIS tahun 2018 melaporkan bahwa Gen Z memiliki ketertarikan kuat atas dinamika politik Indonesia.

Dari sudut pandang komunikasi pemasaran, kelompok masyarakat ini cukup menjanjikan dan dapat menentukan hasil akhir pemilu. Maka wajar jika kemudian para aktor politik memberikan perhatian dan usaha ekstra untuk memanen suara dari Gen Z.

Sangatlah mudah untuk menemukan tokoh atau partai politik yang berusaha menyamakan frekuensi dengan Gen Z, misalnya melalui pengelolaan media sosial yang mengikuti tren anak muda dan pendekatan ke selebritas maupun selebritas-mikro di ranah digital (Kompas.id, 2023).

Diskursus di ruang publik mengenai partisipasi pemuda dalam politik kemudian condong kepada kuantitas.

Proporsi Gen Z dalam Pemilu 2024 cukup signifikan, tetapi mereka baru akan menggunakan hak pilih untuk pertama kalinya, sehingga pesan komunikasi kepada mereka cenderung menekankan kepada pentingnya menggunakan hak pilih.

Berbagai interaksi publik dilakukan oleh para aktor politik untuk menekankan pentingnya partisipasi aktif Gen Z dalam Pemilu.

Sayangnya, tindakan ini dapat dilihat sebagai usaha pragmatis semata; semakin banyak Gen Z menggunakan hak pilihnya, semakin tinggi pula peluang peserta pemilihan untuk meraih kemenangan.

Memberikan suara dalam pemilihan memang sangat penting, tetapi aktivitas ini merupakan bagian dari rangkaian partisipasi politik demokratis.

Perlu diingat bahwa terlibat dalam politik juga berarti memahami permasalahan, menyampaikan aspirasi, turut terlibat dalam menjamin pelaksanaan demokrasi, hingga menentukan sikap atas alasan rasional dalam bentuk penggunaan hak pilih (Zitter dan Fuchs, 2006).

Partisipasi generasi muda dalam politik memang baiknya didorong untuk semakin aktif, dan tidak direduksi ke menggunakan hak pilih semata.

Jika memang kita menginginkan partisipasi politik Gen Z yang lebih intens, maka sewajarnya kita menangkap ketertarikan mereka atas isu-isu politik dengan memberikan ruang aman untuk berdiskusi dengan berbagai sudut pandang, yang terkadang bertentangan.

Debat kompetitif simulasi demokrasi

Generasi muda punya ketertarikan politik dan lebih vokal merespons isu-isu terkini. Salah satu kanalnya adalah debat kompetitif, yang sebenarnya perkembangannya di Indonesia didukung pemerintah secara sistematis dari tingkat daerah hingga nasional (Puspresnas, 2023).

Debat kompetitif merupakan simulasi berdemokrasi secara tersistematis (Mirra & Pietrzak, 2017). Sebelum berdebat, peserta diberikan mosi atau tema yang berangkat dari situasi terkini di masyarakat.

Peserta kemudian akan menyampaikan argumentasinya secara bergiliran selama tujuh hingga delapan menit, saling merespons melalui pidato terstruktur yang mengedepankan logika.

Topik (yang dikenal juga dengan istilah ‘mosi’) yang diperdebatkan sangat beragam, tetapi ada kecenderungan penggunaan topik yang berangkat dari berbagai permasalahan sehari-hari.

Untuk bisa berdebat dengan baik, para pesertanya harus memiliki pemahaman mendalam mengenai prinsip dan implementasi demokrasi, asumsi-asumsi filsafat, serta perkembangan situasi politik terkini (Zwarensteyn, 2012).

Misalnya, pada Kompetisi Debat Mahasiswa Indonesia (KDMI) 2023, terdapat mosi “Dewan ini percaya bahwa jurnalisme publik membawa lebih banyak dampak buruk ketimbang dampak baik” di mana peserta mencoba memahami kompleksitas filosofis dan implikasi dari praktik jurnalisme publik yang awam ditemui di media sosial.

Para peserta dituntut untuk berargumen mengenai prinsip jurnalistik serta bagaimana masyarakat berinteraksi dengan produk-produk jurnalisme publik.

Contoh lainnya, pada babak final Lomba Debat Bahasa Indonesia (LDBI) 2023, para peserta beradu pendapat mengenai bagaimana menyikapi mantan aktivis mahasiswa yang bergabung menjadi kader partai politik.

Para peserta masih menempuh pendidikan di tingkat SMA, tetapi sudah mampu memberikan analisis ringkas dan tajam mengenai demokrasi ideal dan politik praktis.

Tentu saja argumentasi yang ditawarkan memiliki keterbatasan, tetapi atensi serta nalar kritis mereka menjadi pertanda baik bahwa mereka tidak akan menerima informasi apa adanya, dan mau menunjukkan pendapat mereka secara terbuka.

Artinya lewat debat, generasi muda difasilitasi dan didorong untuk berdemokrasi secara sehat. Termasuk di dalamnya menyatakan ketidaksetujuan secara rasional dan menjauhi penerimaan doktrin yang tidak memberikan ruang negosiasi pemaknaan.

Kegiatan ini sesuai dengan karakteristik Gen Z yang memiliki ketertarikan pada politik, khususnya terkait kebebasan berpendapat dan pemenuhan hak individual, akses terhadap fasilitas kesehatan dan pendidikan, serta keberlanjutan lingkungan (The Harvard Gazette, 2023).

Gen Z juga mengadvokasi hadirnya pemimpin yang mau berinovasi dan memiliki kesadaran akan krisis (CSIS, 2018).

Melalui debat kompetitif, generasi muda diberikan ruang aman untuk berpendapat, beradu gagasan dan meningkatkan kesadaran mereka atas implementasi politik yang ideal.

Lebih lanjut, Zwarensteyn (2012) menekankan bahwa debat kompetitif adalah wadah yang tepat untuk akselerasi persiapan pemuda dalam menjadi warga negara sipil yang siap berdemokrasi secara sehat.

Para pesertanya cenderung memiliki perhatian lebih pada isu politik, nyaman mengartikulasikan aspirasi politik dan mengambil sikap politis (Zwarensteyn, 2012).

Pada akhirnya, kegiatan debat kompetitif, meski cukup populer, tapi memang terkesan jauh dari dunia nyata.

Para pesertanya memiliki kemampuan argumentasi dan komprehensi yang kuat di tengah berbagai limitasi.

Di sisi lain, masyarakat juga sebenarnya tidak asing dengan debat; kita punya debat di level calon legislatif dan eksekutif, kita menaruh perhatian pada debat terbuka para bacapres.

Pertanyaannya, apakah kemudian bisa debat di masyarakat dilangsungkan serupa debat kompetitif, yang memiliki sistematika dan menjunjung tinggi kebebasan berpendapat serta menghindari serangan personal?

Mungkin kondisi yang ideal mengenai perdebatan di ranah demokrasi masih terkesan utopis, tetapi partisipasi kaum muda di bidang politik hari ini juga layak dirayakan: mereka tertarik pada proses politik praktis, prinsip idealistik yang mendasarinya secara filosofis serta tidak mudah terbuai dengan komunikasi politik yang superfisial.

Pada ruang-ruang lomba debat kompetitif, masyarakat Indonesia bisa meletakkan secercah optimisme atas komunikasi politik generasi muda di masa depan.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi