Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal 7 Perwira yang Jadi Korban Peristiwa G30S/PKI

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/Ni Nyoman Wira
Monumen Pancasila Sakti di daerah Lubang Buaya, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, pada Kamis (31/8/2023). Ada tujuh perwira yang menjadi korban peristiwa G30S/PKI. Ketujuh korban diberi kenaikan pangkat dan dianugerahi gelar pahlawan revolusi.
|
Editor: Farid Firdaus

KOMPAS.com - Gerakan 30 September atau lebih dikenal sebagai peristiwa G30S/PKI masih melekat dalam benak masyarakat.

G30S adalah peristiwa penculikan serta pembunuhan enam jenderal dan satu perwira Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) di Jakarta dalam waktu satu malam.

Sesuai namanya, peristiwa berdarah ini terjadi mulai 30 September malam hingga 1 Oktober 1965 dini hari.

Dilansir dari Kompas.com (30/9/2021), G30S/PKI dipicu tuduhan keberadaan Dewan Jenderal di tubuh AD yang disebut akan melakukan kudeta terhadap Presiden Sukarno.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gerakan ini diinisiasi oleh Resimen Tjakrabirawa yang merupakan satuan tentara pengamanan presiden.

Setelah mendapat informasi adanya rencana Dewan Jenderal untuk kudeta, Tjakrabirawa bersama para petinggi Partai Komunis Indonesia (PKI) pun berniat menghadapkan para jenderal kepada Sukarno.

Sebanyak tujuh perwira yang terdiri dari enam jenderal dan satu perwira pertama TNI AD menjadi korban peristiwa di pergantian malam itu, yaitu:

Baca juga: Mengenal Dewan Jenderal, Hoaks yang Memicu Peristiwa G30S PKI


Profil tujuh pahlawan revolusi korban G30S:

Jenazah ketujuh korban ditemukan di sebuah sumur tua di Lubang Buaya, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur.

Mereka yang gugur pun diberikan Kenaikan Pangkat Luar Biasa (KPLB), seperti Ahmad Yani yang sebelumnya berpangkat Letnan Jenderal TNI menjadi Jenderal TNI.

Melalui Keputusan Presiden Tahun 1965, ketujuh korban G30S turut dianugerahi gelar sebagai pahlawan revolusi.

Berikut profil singkat tujuh pahlawan revolusi yang menjadi korban G30S, seperti dilansir laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan:

1. Jenderal (Anumerta) Ahmad Yani

Ahmad Yani adalah seorang petinggi TNI AD di masa Orde Lama, masa pemerintahan Sukarno yang berlangsung mulai 1959.

Lahir di Jenar, Purworejo pada 19 Juni 1922, Ahmad Yani muda mengikuti pendidikan Heiho di Magelang, Jawa Tengah dan Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor, Jawa Barat.

Lulus dari pendidikan militer di masa pemerintahan kolonial Jepang, Ahmad Yani konsisten melanjutkan karier di bidang kemiliteran, bahkan saat Indonesia merdeka.

Ia turut dalam pemberantasan PKI Madiun 1948, Agresi Militer Belanda II, serta penumpasan Darul Islam yang berafiliasi dengan Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di Jawa Tengah.

Pada 1958, Ahmad Yani diangkat sebagai Komandan Komando Operasi 17 Agustus di Padang, Sumatera Barat untuk menumpas pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).

la kemudian diangkat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat atau KSAD pada 1962.

Namun, pada 1965, Ahmad Yani dituduh ingin menjatuhkan Presiden Sukarno dan harus tewas saat pemberontakan G30S pada 1 Oktober 1965 dini hari.

2. Letjen (Anumerta) Suprapto

Letnan Jenderal TNI Anumerta Raden Suprapto, lahir di Purwokerto, Jawa Tengah pada 20 Juni 1920.

Sebelum Indonesia merdeka, sosoknya sempat mengikuti pendidikan di Akademi Militer Kerajaan Bandung.

Namun, pendidikan militernya kala itu harus terhenti karena pendaratan Jepang di Indonesia. pada 1942.

Pada awal kemerdekaan Indonesia, Suprapto aktif dalam usaha merebut senjata pasukan Jepang di Cilacap, Jawa Tengah.

Baca juga: Peristiwa G30S/PKI: Kisah 7 Pahlawan Revolusi yang Jasadnya Dibuang di Sumur Lubang Buaya

Ia pun bergabung dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di Purwokerto dan ikut dalam pertempuran di Ambarawa sebagai ajudan Panglima Besar Sudirman.

Sejak itu, kariernya di bidang militer kian melejit. Kendati demikian, saat PKI mengajukan pembentukan angkatan kelima, Suprapto menolaknya.

Sebagai informasi, angkatan kelima adalah unsur pertahanan keamanan yang digagas PKI. Angkatan ini diambil dari kalangan buruh dan petani yang dipersenjatai.

Pada 1 Oktober 1965, Suprapto pun menjadi korban G30S bersama para petinggi TNI AD lainnya.

3. Letjen (Anumerta) MT Haryono

Mas Tirtodarmo Haryono atau dikenal dengan MT Haryono lahir pada 20 Januari 1924 di Surabaya, Jawa Timur.

Sebelum terjun ke dunia militer, MT Haryono pernah mengikuti Ika Dai Gaku, sebuah sekolah kedokteran di Jakarta pada masa pendudukan Jepang.

Barulah setelah kemerdekaan Indonesia, ia bergabung bersama TKR dengan pangkat Mayor.

Kepiawaiannya dalam berbahasa Belanda, Inggris, dan Jerman berguna bagi Indonesia ketika melakukan berbagai perundingan internasional.

Ia kemudian berkutat di Kementerian Pertahanan, bahkan sempat menjabat sebagai Sekretaris Delegasi Militer Indonesia.

Beberapa tahun setelah kemerdekaan, karier MT Haryono terus menanjak, mulai dari menjadi Atase Militer Republik Indonesia untuk Negeri Belanda (1950), hingga Direktur Intendans dan Deputy Ill Menteri/Panglima AD (1964).

Nahas, pada pergantian 30 September ke 1 Oktober 1965, ia dinyatakan gugur bersama dengan para petinggi TNI AD lain akibat peristiwa G30S.

Baca juga: Sejarah Peristiwa G30S yang Melibatkan PKI dan Pasukan Cakrabirawa

4. Letjen (Anumerta) S Parman

Siswondo Parman atau lebih familiar dengan S Parman adalah salah satu petinggi TNI AD di masa Orde Lama.

Lahir di Wonosobo, Jawa Tengah pada 4 Agustus 1918, sosoknya lebih berkutat dengan bidang intelijen.

Ia pernah dikirim ke Jepang untuk memperdalam ilmu intelijen di Kenpei Kasya Butai. Setelah proklamasi kemerdekaan, ia mengabdi kepada Indonesia untuk memperkuat militer Tanah Air.

Pengalamannya di bidang intelijen sangat berguna bagi TNI kala itu. S Parman mengetahui rencana-rencana PKI yang ingin membentuk angkatan kelima.

Namun, pada 1 Oktober 1965, ia diculik dan dibunuh bersama para jenderal lainnya. S Parman pun harus gugur dan diberi gelar pahlawan revolusi.

5. Mayjen (Anumerta) DI Panjaitan

Mayor Jenderal TNI Anumerta Donald Isaac Panjaitan atau DI Panjaitan lahir pada 9 Juni 1925 di Balige, Tapanuli, Sumatera Utara.

Pada masa pendudukan Jepang, ia memasuki pendidikan militer Gyugun. Setelah lulus, DI Panjaitan ditempatkan di Pekanbaru, Riau hingga proklamasi kemerdekaan.

Saat Indonesia merdeka, ia ikut membentuk TKR. Mulai dari sana, kariernya di bidang militer semakin cemerlang.

Hingga menjelang akhir hayat, DI Panjaitan diangkat sebagai Asisten IV Menteri/Panglima AD dan mendapat tugas belajar ke Amerika Serikat.

Namun, jenderal dari Sumatera ini harus tewas dalam peristiwa G30S bersama para Jenderal TNI AD lainnya.

6. Mayjen (Anumerta) Sutoyo Siswomiharjo

Sutoyo Siswomiharjo lahir pada 28 Agustus 1922 di Kebumen, Jawa Tengah. Pada masa pendudukan Jepang, ia menempuh pendidikan di Balai Pendidikan Pegawai Tinggi, Jakarta.

Oleh karenanya, setelah lulus, sosoknya bekerja sebagai pegawai negeri pada Kantor Kabupaten di Purworejo, Jawa Tengah.

Usai proklamasi kemerdekaan, Sutoyo bergabung dengan TKR bagian kepolisian dan menjadi anggota Korps Polisi Militer.

Dia kemudian diangkat sebagai ajudan Kolonel Gatot Subroto, dan menjadi Kepala Bagian Organisasi Resimen II Polisi Tentara di Purworejo.

Kariernya di bidang kemiliteran pun terus melesat. Bahkan, pada 1961, Sutoyo diserahi tugas sebagai Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat.

Akan tetapi, Sutoyo harus ikut gugur dalam peristiwa G30S pada 1 Oktober 1965 silam.

7. Kapten Czi (Anumerta) Pierre Tendean

Kapten Czi (Anumerta) Piere Andries Tendean lahir pada 21 Februari 1939 di Jakarta.

Ia memulai karier militer dengan mengikuti pendidikan di Akademi Militer Jurusan Teknik pada 1962.

Setelah lulus, Pierre Tendean menjabat sebagai Komandan Peleton Batalyon Zeni Tempur 2 Komando Daerah Militer II/Bukit Barisan di Medan, Sumatera Utara.

Ia ikut bertugas untuk menyusup ke wilayah Malaysia, saat Indonesia tengah berkonfrontasi dengan Negeri Jiran itu.

Pada April 1965, perwira muda ini diangkat sebagai ajudan Menteri Koordinator Pertahanan Keamanan/Kepala Staf Angkatan Bersenjata Jenderal Abdul Haris Nasution.

Kendati demikian, saat bertugas, Pierre Tendean yang saat itu berpangkat Letnan Satu tertangkap oleh kelompok G30S.

Ia pun mengaku sebagai AH Nasution agar sang jenderal berhasil melarikan diri. Namun, dalam tugasnya melindungi Jenderal Nasution, ia harus kehilangan nyawa bersama petinggi TNI AD lain.

Baca juga: 5 Fakta Film G30S/PKI, dari Film Wajib Era Soeharto hingga Pecahkan Rekor Penonton

Evakuasi tujuh jenazah korban G30S di Lubang Buaya

Dilansir dari Kompas.com (27/9/2022), penemuan korban peristiwa G30S tidak lepas dari peran Sukitman, anggota kepolisian yang sempat dibawa paksa ke Lubang Buaya.

Berhasil lolos, Sukitman membeberkan kesaksiannya hingga ketujuh korban dapat ditemukan oleh satuan Resimen Para Anggota Komando Angkatan Darat (RPKAD) di kawasan hutan karet Lubang Buaya.

Jenazah ditemukan di sumur tua dengan kedalaman kurang lebih 12 meter. Saat ditemukan, sumur tua tampak ditimbuni dedaunan, sampah kain, serta batang-batang pohon pisang.

Dimasukkan dalam keadaan saling menumpuk, jenazah pertama yang berhasil diangkat adalah Kapten Czi Pierre A Tendean.

Jenderal Ahmad Yani berada pada tindihan keempat, DI Panjaitan di posisi paling bawah, sedangkan MT Haryono di atasnya.

Baca juga: Di Mana Soeharto Saat Peristiwa G30S PKI, Kenapa Tidak Ikut Diculik?

Proses pengangkatan dimulai pada Minggu, 3 Oktober 1965. Namun, tim mengalami kesulitan mengevakuasi jenazah pada hari pertama.

Jenazah pun baru dapat diangkat pada Senin, 4 Oktober 1965 menggunakan tabung zat asam oleh evakuator.

Pada hari yang sama sekitar pukul 19.00 WIB, jenazah-jenazah korban G30S ditempatkan di Aula Departemen Angkatan Darat di Jalan Merdeka Utara, Jakarta.

Ketujuh perwira itu kemudian dikebumikan di Taman Makan Pahlawan (TMP) Kalibata pada 5 Oktober 1965, bertepatan dengan Hari Ulang Tahun ke-20 Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

Ketujuh korban juga dianugerahi kenaikan pangkat dan gelar sebagai pahlawan revolusi.

Baca juga: Film Pengkhianatan G30S PKI dan Rekayasa Sejarah

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi